JAKARTA,TIMEXKUPANG.FAJAR.CO.ID-Jakarta - Puan Maharani ditetapkan kembali sebagai Ketua DPR RI periode 2024-2029 dalam Rapat Paripurna di Senayan, Selasa (01/10/2024). Penetapan itu dengan sendirinya menjawabi isu Revisi UU MD3 yang santer didengungkan selama ini.
Menurut Pendiri dan Direktur The Indonesian Agora Research Center dan Ranaka Institute, Ferdinandus Jehalut (Ferdi), penetapan Puan Maharani sebagai Ketua DPR RI periode 2024-2029 meningkatkan daya tawar PDIP dalam politik anggaran di Senayan.
“Ya, jelas penetapan Puan sebagai ketua DPR RI meningkatkan daya tawar PDIP dalam politik anggaran. Dalam sistem pemerintahan convergance of power di mana kekuatan legislatif dan eksekutif harus sinergis atau kawin untuk menjalankan roda pemerintahan, posisi sebagai ketua DPR RI itu punya bargaining power tersendiri yang patut diperhitungkan secara serius oleh pemerintah”, tegas Ferdi.
“Kekuasaan eksekutif boleh saja dipegang oleh Partai Gerindra, tetapi pimpinan legislatif dipegang oleh PDIP. Artinya, tidak mudah bagi partai pemegang kekuasaan eksekutif untuk memonopoli kendali politik anggaran”, lanjut Ferdi.
Posisi itu menurut Ferdi memungkinkan kompromi terhadap kepentingan partai pemegang kekuasaan eksekutif dan partai pemegang kekuasaan legislatif. Bahkan sangat mungkin juga PDIP akan ditarik masuk ke dalam partai koalisi pemerintahan untuk menjaga sinergisitas antara legislatif dan eksekutif.
Persis itulah yang terjadi pada periode pertama Jokowi ketika Partai Golkar yang memegang jabatan pimpinan legislatif ditarik masuk ke dalam koalisi pemerintahan. Meskipun demikian, Ferdi tidak mengharapkan itu terjadi karena itu kurang sehat untuk sistem checks and balances.
Prinsip Keadilan Distributif
Soal relasi pusat dan daerah dalam politik anggaran dan pembangunan, Pria jebolan Sekolah Tinggi Filsafat Katolik Ledalero itu menegaskan bahwa di tengah kesenjangan pembangunan yang begitu besar saat ini politik pembangunan mesti berbasis pada prinsip keadilan distributif. Provinsi yang masuk dalam kategori termiskin dan tertinggal seperti NTT tetap akan menjadi prioritas perhatian pemerintah pusat terlepas dari siapa pun yang akan menjadi gubernurnya.
Ferdi bahkan menegaskan bahwa 13 (tiga belas) anggota DPR RI 2024-2029 yang berasal dari NTT juga mempunyai tanggung jawab yang besar untuk mendorong agar alokasi anggaran ke NTT semakin besar. Mereka dipilih untuk menyuarakan kepentingan masyarakat NTT di level nasional.
“Ya, NTT kan punya 13 anggota DPR RI periode 2024-2029. Mereka ini punya tanggung jawab besar untuk mendorong alokasi anggaran yang besar ke NTT. Ketiga belas wakil rakyat itu tidak boleh melemparkan tanggung jawab mereka kepada Gubernur NTT yang akan terpilih nanti”, tegas Ferdi.
Ferdi menilai, jika ada anggota DPR RI yang dalam kampaye pemenangan pasangan Cagub dan Cawagub tertentu berkoar-koar mengatakan bahwa kemenangan paket yang dia dukung akan memperbesar alokasi anggaran ke NTT karena relasinya yang luas ke elite pusat, secara implisit dia sedang mendeklarasikan kegagalannya menjalankan tugas dalam periode 2024-2029 nanti.
“Anggota DPR RI semacam itu tampak tidak punya komitmen menyuarakan kepentingan masyarakat NTT lima tahun mendatang. Komitmennya hanya pada kepentingan barisan koalisi yang dia dukung. Sikap semacam itu perlu dikritisi karena itu adalah bentuk penyesatan publik”, terang Ferdi. (*)