Guru Besar UKSW Harap Momen Pelantikan Anggota DPR, DPD, dan MPR Jadi Bahan Refleksi dan Proyeksi

  • Bagikan
PIMPIN RAPAT. Anggota DPR periode 2024-2029 tertua dari Partai Demokrat, Zulfikar Achmad (kiri) didampingi anggota DPR termuda dari Partai Gerindra, Annisa MA Mahesa (kanan) memimpin rapat paripurna perdana di gedung Nusantara, kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (1/10). (FOTO: SALMAN TOYIBI/JAWA POS)

KUPANG, TIMEXKUPANG.FAJAR.CO.ID-Guru Besar Hukum Tata Negara dan Hukum Pemerintahan Daerah, Fakultas Hukum Universitas Kristen Satya Wacana (FH UKSW), Salatiga, Prof. Dr. Umbu Rauta mengatakan bahwa momen pelantikan anggota DPR RI, DPD RI, dan MPR RI harus dijadikan sebagai momentum dalam merefleksi juga proyeksi atas peran dan fungsi para legislator lima tahun ke depan.

Direktur Pusat Studi Hukum dan Teori Konstitusi UKSW ini menyatakan, refleksi itu penting untuk menilai kinerja DPR, DPD, dan MPR selama lima tahun terakhir (2019 – 2024), berkenaan dengan sejauh mana mandat rakyat yang terformulasi dalam fungsi utama masing-masing lembaga perwakilan rakyat tersebut telah dijalankan dengan paripurna. “Berdasarkan refleksi tersebut, akan menjadi modal untuk melakukan proyeksi perbaikan atau peningkatan pelaksanaan tugas dan fungsi masing-masing lembaga perwakilan rakyat ke depan,” kata akademisi asal Sumba-NTT, kepada media ini, Selasa (1/10).

Publik, kata Umbu Rauta, tentu berharap agar kedudukan dan peran lembaga negara dapat dijaga dan dijamin independensinya sebagaimana semangat dan hakikat pembagian kekuasaan dalam UUD NRI 1945. “DPR dan DPD harus dapat merawat dan menjamin fungsi checks and balances terhadap presiden, baik dalam fungsi legislasi, fungsi pengawasan, dan fungsi anggaran,” ujarnya.

Khusus untuk DPR, lanjutnya, koalisi partai politik pendukung pemerintah, seharusnya tidak menggerogoti, apalagi menafikan implementasi tugas konstitusional DPR. Terutama dalam bidang legislasi, pengawasan, dan anggaran atau sebaliknya, koalisi pendukung pemerintah tidak boleh menjadi “media” untuk merumuskan kebijakan legislatif yang bersifat elitis.

Dikatakan, pengalaman penyusunan Undang-Undang dan perumusan kebijakan anggaran dalam lima tahun terakhir seharusnya menjadi pelajaran berharga agar partisipasi masyarakat benar-benar bermakna (meaningfull participation).

Sementara bagi DPD, jelas Umbu Rauta, peran untuk memberdayakan daerah harus terus digelorakan, baik dalam fungsi legislasi, pengawasan, dan anggaran. Meski peran DPD tidak sepenuhnya seimbang dengan DPR, seharusnya tidak menjadi alasan pembenaran untuk berjuang merepresentasi kepentingan daerah dalam perumusan kebijakan nasional.

“DPD bisa memperjuangkan agar politik anggaran yang terformulasi dalam APBN benar-benar berpihak pada kepentingan daerah. Ketika daerah berdaya, maka dengan sendirinya pembangunan nasional ikut terwujud dengan baik,” pungkasnya. (aln)

  • Bagikan