Bulog Imbau Warga Berdayakan Pangan Lokal
KUPANG, TIMEXKUPANG.FAJAR.CO.ID-Perum Bulog Kanwil Nusa Tenggara Timur melaksanakan program Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan (TJSL) di Soe Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS), tepatnya di Kantor Desa Oinlasi, Selasa (8/10).
Kegiatan TJSL program Bulog Peduli Gizi merupakan hasil kolaborasi antara Bulog, Pemkab Timor Tengah Selatan dan Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti yang akan dilaksanakan pada tanggal 8 dan 9 Oktober 2024.
Provinsi NTT termasuk dalam tiga besar provinsi dengan prevalensi stunting tertinggi di Indonesia, dan Kabupaten Timor Tengah Selatan merupakan kabupaten dengan indeks prevalensi stunting tertinggi Ke-3 di Provinsi NTT yaitu 22,3 persen, tepatnya di Desa Oinlasi, Kecamatan Mollo Selatan, Kabupaten Timor Tengah Selatan NTT.
Lokasi tersebut dipilih karena jumlah balita yang mengalami stunting sebanyak 166 balita dan 9 balita berpotensi stunting yang memiliki kategori, balita mengalami stunting dan memiliki berat badan kurang (BB/U) sebanyak 67 balita.
TJSL Bulog gizi ini menyasar 175 balita stunting dan gizi buruk di Desa Oinlasi berupa pemberian Beras bervitamin (Beras Fortivit Bulog) sebanyak 10kg, dan susu formula per bulan dengan total pemberian bantuan selama 3 bulan.
Bantuan simbolis diserahkan oleh Direktur Human Capital Bulog, Sudarsono Hardjosoekarto,
bersama Pj Bupati Timor Tengah Selatan, Siperius Sipa dan Tim dokter dari Universitas Trisakti.
Direktur Human Capital Bulog, Sudarsono Hardjosoekarto, menyatakan, kehadiran Bulog diharapkan dapat dirasakan manfaatnya. Bulog berperan dalam stabilisasi pasokan pangan dan harga pangan atau SPHP.
"Produksi beras yang diserap dari Kabupaten TTS sebanyak 9.000 ton, sementara kebutuhannya 1.200 ton, jadi memang secara kurun waktu Kabupaten TTS membutuhkan suplai dari dari daerah lain, baik melalui Bulog atau melalui pedagang bebas," jelasnya.
Peran Bulog, kata dia, adalah mendampingi masyarakat untuk mendapatkan beras dengan kualitas tertentu, bahkan premium untuk stabilisasi harga dan pasokan termasuk untuk stabilisasi inflasi.
Sebenarnya bisa juga melakukan pengendalian stok pangan dan harga pangan melalui pengendalian konsumsi, yaitu pengurangan secara signifikan terhadap konsumsi beras.
"Tentu harus bisa dimanfaatkan pangan lokal disini, seperti jagung, dan menjadi pendamping dari beras. Konsumsi beras kita secara nasional sudah sangat tinggi, data BPS menjelaskan bahwa setiap orang mengkonsumsi 81 kilogram beras per tahun, jadi memang sangat tinggi," ungkapnya.
Saatnya, kata dia pemerintah dan masyarakat berpikir untuk mendayagunakan makanan lokal atau sayur mayur yang ada bisa diperbanyak.
"Tetapi tentu saja kita perlu memberikan asupan makanan yang bergizi dan sehat kepada anak-anak kita," jelasnya.
Bulog, kata dia, saat ini juga melakukan intervensi peduli gizi, program untuk membantu anak-anak keluar dari stunting dan gizi buruk.
"Diharapkan dengan intervensi ini, tiga bulan kemudian sudah ada hasilnya, angka stunting bisa berkurang, dengan tinggi badan, berat dan status gizi anak yang diintervensi itu bisa naik," jelasnya.
Sementara itu, Penjabat (Pj) Bupati Timor Tengah Selatan (TTS), Seperius Edison Sipa, membeberkan sejumlah kendala dalam penanganan stunting di wilayahnya. Sipa menyebut kendala itu bervariatif, di antaranya pola pengasuhan anak yang belum maksimal dari orangtua.
"Misalkan anaknya dititipkan di nenek dan opanya, sementara orangtuanya pergi merantau ke Kalimantan dan Malaysia. Sehingga perhatian terhadap anaknya tidak maksimal apalagi yang berusia kecil seharusnya membutuhkan penangan yang serius," ungkap Sipa.
Menurut Sipa, asupan gizi terhadap anak juga sangat berpengaruh. Sebab, masih banyak anak-anak di perkampungan yang mengonsumsi jagung, ubi dan beras yang tidak punya nilai gizi. Sehingga hal tersebut mempengaruhi tumbuh kembang anak.
"Kalau tradisi sosial masyarakat juga berpengaruh, tetapi saat ini sudah masuk zaman modern sehingga perubahan sosial turut disesuaikan dan masyarakat tidak lagi berada dalam fase tradisional karena sudah mendapat edukasi dan mengakses informasi yang baik," kata Sipa.
Sipa mengklaim prevalensi stunting di TTS dari tahun ke tahun mengalami penurunan yang drastis, hanya karena terlalu tinggi, maka jumlah sasarannya banyak. Sehingga presentasinya walaupun turun sebanyak 5000 sampai 6000, itu tetap saja kecil.
"Tetapi, kami sudah lakukan intervensi serentak terhadap 70 ribu lebih anak yang masuk kategori stunting. Saya perintahkan setiap kepala dinas untuk bertanggungjawab di setiap kecamatan," jelas Sipa.
Dalam penanganan stunting, Pemda TTS melakukan intervensi melalui dana dari dinas konvergensi stunting dan Anggaran dari Dana Desa (ADD). Menurut Sipa, ADD yang dialokasikan pada 2025, akan difokuskan untuk pemberian beras fortivit. (thi/dek)