KUPANG, TIMEXKUPANG.FAJAR.CO.ID- Direktorat Intelkam Polda NTT menggelar kegiatan Focus Group Disscussion tentang Literasi Digital Pemilih Milenial dalam Pemanfaatan Media Sosial untuk Menjaga Pemeliharaan Keamanan Ketertiban Masyarakat (Harkamtibmas) menjelang Pilkada serentak tahun 2024.
Dirintelkam Polda NTT, Kombes Pol. Surisman berkesempatan membuka kegiatan tersebut yang berlangsung di Ballroom Sylvia Hotel, Rabu (16/10).
Pada kesempatan kegiatan itu, Kombes Pol. Surisman menegaskan bahwa Pilkada 2024 semakin menarik dengan meningkatnya partisipasi pemilih dari kelompok usia muda, terutama generasi Z dan milenial.
Karena itu, kata Kombes Pol. Surisman, kegiatan FGD yang digelar ini bertujuan untuk menyatukan pandangan dan gagasan terkait pemanfaatan media sosial oleh pemilih muda untuk menciptakan kondisi kamtibmas yang aman menjelang Pilkada.
"Di era digital saat ini, media sosial telah menjadi kebutuhan utama. Jadi, bukan hanya bagi anak muda, tapi juga bagi orang tua. Dengan adanya platform seperti YouTube, WhatsApp, Facebook, Instagram, dan TikTok, kita memiliki kesempatan untuk berinteraksi secara luas," ungkapnya.
Karena itu, katanya, pentingnya literasi digital di kalangan pemilih muda, dengan akses informasi yang luas melalui media sosial, pemilih dapat belajar dengan lebih efisien dan mengeksplorasi informasi dari sumber yang tepercaya. Kendati demikian, potensi dampak negatif dari media sosial, terutama dalam hal penyebaran berita palsu.
"Penting bagi pemilih untuk memiliki kemampuan memilah informasi agar tidak terpengaruh oleh hoaks yang dapat menyesatkan," tegas Kombes Pol. Surisman.
FGD ini juga diharapkan dapat memberikan arahan bagi pemilih muda dalam memanfaatkan media sosial secara bijak, serta meminimalisir penyebaran informasi yang tidak akurat menjelang Pilkada serentak di NTT.
"Kita dapat memastikan pemilu yang aman dan damai, baik di dunia nyata maupun maya," ujarnya.
Untuk diketahui, dalam FGD ini menghadirkan influencer Kota Kupang , OKP Cipayung dan media. Kegiatan FGD ini menghadirkan pemateri dari Anggota Divisi Hukum dan penyelesaian Sengketa Bawaslu NTT, Magdalena Yuanita Wake, Dosen Universitas Muhammadiyah Kupang, Susiani Kanaha, Komisioner KPU NTT Baharudin Hamzah dan dari Dinas Kominfo NTT Sylvia C. Francis.
Jalannya FGD dipandu oleh Amir Kiwang.
Pada kesempatan kegiatan itu, anggota Divisi Hukum dan penyelesaian Sengketa Bawaslu NTT Magdalena Yuanita Wake, menjelaskan tentang konsekuensi hukum penyebar hoaks, fitnah dan ujaran kebencian atau Hate Speech.
Dikatakan, penyebar hoaks yaitu setiap orang yang dengan sengaja menyebarkan informasi dan/atau dokumen elektronik yang diketahuinya memuat pemberitahuan bohong yang menimbulkan kerusuhan di masyarakat sebagaimana dimaksud dalam pasal 28 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 tahun dan/atau denda paling banyak Rp 1 miliar.
Kemudian, Fitnah dijerat dengan pasal 311 ayat (1) KUHP dipidana penjara empat tahun. Sementara ujaran kebencian yaitu setiap orang yang dengan sengaja dan tanpa hak mendiskusikan dan atau mentransmisikan informasi elektronik dan atau dokumen elektronik yang sifatnya menghasut, mengajak, atau orang lain sehingga menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan terhadap individu dan atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan ras/kebangsaan, etnis, warna kulit, agama, kepercayaan, jenis kelamin, disabilitas mental atau disabilitas fisik, sebagaimana dimaksudkan dalam pasal 28 ayat (2) dengan pidana penjara paling lama 6 tahun dan atau denda paling banyak Rp 1 miliar.
"Marilah kita bijak dalam bermedia sosial," pungkasnya. (r1/gat/dek)