KUPANG, TIMEXKUPANG.FAJAR.CO.ID - Mantan Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Provinsi NTT, Maksi Yaen Ertich Nenabu diperiksa penyidik Kejaksaan Tinggi (Kejati) NTT terkait dugaan korupsi pada proyek rehabilitasi jaringan irigasi DI Wae Ces I-IV di Kabupaten Manggarai.
Pembangunan menggunakan dana dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Provinsi NTT, diduga belum selesai dikerjakan namun proses pembayaran sudah 100 persen.
Maksi Nenabu diperiksa dalam kapasitasnya sebagai Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) sejak pukul 10.00 Wita oleh penyidik Lutfi Kusumo Akbar, Senin (21/10).
Pemeriksaan berlangsung hingga siang hari. Sempat jeda untuk istirahat makan siang dan dilanjutkan kembali pukul 14.00 Wita. Selain Maksi Nenabu, tim penyidik juga memeriksa saksi lainnya, yaitu Yohanes Gomeks selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dan AS Umbu Dangu dalam kapasitasnya sebagai PPK pertama, kemudian Yohanes Gomeks selaku PPK lanjutan hingga proyek selesai.
Kepala Seksi Penyidikan Bidang Tindak Pidana Khusus Kejati NTT, Mourest A Kolobani mengungkapkan bahwa pemeriksaan saksi-saksi terus berlanjut dan minggu ini ada sekitar 20 orang yang dijadwalkan untuk dimintai keterangan.
“Diharapkan seluruh saksi dapat kooperatif dalam proses penyidikan ini,” katanya.
Kasus dugaan korupsi ini menyangkut proyek rehabilitasi irigasi dengan luas cakupan 2.750 hektare di Kabupaten Manggarai oleh PT Kasih Sejati Perkasa dengan nilai kontrak sebesar Rp 3,8 miliar.
Pekerjaan diduga tidak sesuai dengan rencana anggaran dan spesifikasi teknis. Bahkan, sebagian pekerjaan, yang seharusnya mencakup pembangunan fisik, hanya dilakukan melalui plesteran dan acian, sehingga mengakibatkan kelebihan pembayaran.
Untuk diketahui, proyek pada Bidang Wilayah Sungai Dinas PUPR Provinsi NTT yang dibiayai DAK dengan pagu anggaran senilai Rp 4.638.900.000 dan ditenderkan pada tanggal 31 Januari 2021/Februari 2022, di mana terdapat lima peserta yang memasukan penawaran. Hasilnya, pemenang tender adalah PT Kasih Sejati Perkasa dengan penawaran senilai Rp 3.848.907.512,28.
Penandatangan kontrak dilakukan pada tanggal 18 Maret 2021 antara Dionisius Wea dan AS Umbu Dangu selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK).
Dalam pengerjaan, kemudian dilakukan addendum I pada tanggal 24 Maret 2021 dan juga terjadi pergantian PPK kepada Johanes Gomehs.
Kornelis Ebot selaku subkon menggunakan sejumlah buruh untuk melakukan pengerjaan rehabilitasi saluran. Sementara itu, indikasi dugaan tindak pidana korupsi diketahui pada pekerjaan yang tidak dikerjakan sesuai Rencana Anggaran Biaya (RAB), yang mana seharusnya dilakukan pembangunan, namun hanya dilakukan plester dan acian. Sehingga akibatnya terjadi kelebihan pembayaran.
Perencanaan semula untuk ruas BC 4–BC-5, BC 5-BC 6, BC 6-BC 7 namun diubah menjadi ruas BC 2-BC 3, BC 3-BC 4 dan BC 4-BC 5 (tetap). Ruas BC 2-BC 3 dan BC 3-BC 4 semula tidak ada dalam perencanaan dan tidak ada hasil analisa kerusakan dalam justifikasi.
Kemudian, tidak ada foto 0 persen atas pekerjaan sehingga diduga benar sesuai keterangan buruh, sebagian besar pekerjaan hanya plester dan acian, kemudian terdapat kelebihan pembayaran pekerjaan pasangan dan pembongkaran.
Sebelumnya, Kejati NTT juga telah melakukan penggeledahan di kantor Dinas PUPR NTT dan Biro Pengadaan Barang dan Jasa guna mengumpulkan dokumen-dokumen terkait proyek tersebut.
Berdasarkan hasil pemeriksaan di lapangan, estimasi kerugian negara diperkirakan mencapai Rp 2,5 miliar.
Penyidikan kasus ini semakin mengerucut ke arah penetapan calon tersangka yang dinilai bertanggung jawab atas dugaan korupsi dalam proyek tersebut. (cr6/ays/dek)