ALOR, TIMEXKUPANG,FAJAR.CO.ID- Ibarat pulau yang tak pernah melupakan lautan, Calon Gubernur Nusa Tenggara Timur (NTT) Yohanis Fransiskus Lema atau lebih dikenal sebagai Ansy Lema datang berkunjung menemui keluarga kandung muslim di Kalabahi, Kecamatan Teluk Mutiara, Kabupaten Alor pada Jumat (25/10/24).
Di sela-sela aktivitas politiknya, Politisi PDI Perjuangan ini kembali ke Alor untuk merajut kembali ikatan darah keluarganya dalam balutan keberagaman agama. Dalam perjumpaan tersebut, pria kelahiran Kota Kupang itu mengatakan bahwa apapun posisi dan kedudukan seseorang, tidak boleh membuat ia lupa akan asal-usul dan leluhurnya. Harus selalu menghormati adat dan keluarga sebagai bagian dari jati diri.
“Kita boleh merantau ke mana-mana, sampai ke manapun juga, tapi tidak boleh lupa asal-usul leluhur kita. Saya yakin saya bisa ada di sini juga karena tuntunan para leluhur,” ucap Calon Gubernur NTT dengan tagline “Manyala Kaka” itu.
Dalam pertemuan tersebut, Mantan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI ini mengungkapkan cerita yang belum banyak diketahui orang, yakni keluarga besarnya terdiri dari kaum nasrani (katolik) dan muslim. Garis keturunan keluarga muslim Ansy Lema yang bermukim di Alor berasal dari ibu kandungnya, Katharina Wake. Ayah dari Katharina Wake, Frans Feo Wake memiliki sepupu kandung beragama Islam yang bernama Haji Dala. Keduanya berasal dari Desa Pemo Wolosoko, Kabupaten Ende.
Latar belakang keluarga yang beragam inilah yang menjadi fondasi kuat Calon Gubernur NTT nomor urut satu itu tumbuh menjadi sosok pemimpin yang terbuka dan cinta akan kerukunan umat beragama. Hal ini jugalah yang menjadi salah satu alasan Ansy Lema yang dalam kunjungannya ke setiap kabupaten di NTT selalu mengunjungi lembaga ataupun tokoh-tokoh keagamaan. Baginya, Katolik, Islam, hingga Kristen Protestan dan agama apa pun sejatinya adalah saudara.
Di hadapan keluarga besar muslimnya di Alor, satu-satunya Calon Gubernur NTT yang berpasangan dengan perempuan ini berpesan untuk terus menjaga ikatan keluarga dan bersama-sama membangun NTT.
“Saya ketika ingin ke Kalabahi, dipesan oleh orang tua saya harus sampai ke keluarga di sini. Mari kita jaga ikatan darah ini, mari kita jaga tali persaudaraan ini, dan bersama-sama bangun NTT karena NTT adalah milik kita bersama,” ucap Alumni Pascasarjana Universitas Indonesia (UI) tersebut.
Sementara itu, rasa haru dan kebahagiaan keluarga muslim di Alor pecah menyambut kedatangan Ansy Lema di Pulau Kenari ini. Salah seorang anak dari Almarhum Haji Dala bernama Ali Hamzah menyampaikan kebahagiaannya atas kedatangan Ansy Lema bersama istri.
“Saya kemarin dengar cucu (Ansy Lema) mau ke sini, saya langsung telpon keluarga semua. Cucu sudah datang ke sini pasti berhasil sudah, dan kalau berhasil harus datang kembali ke sini,” tutur Ali Hamzah.
Kepada Ansy Lema, lelaki lanjut usia itu berpesan untuk selalu mengamalkan nilai-nilai luhur dari Suku Ende Lio yang selalu menjaga sikap dan perilakunya terhadap orang lain. Dirinya juga menyampaikan bahwa jika menjadi seorang pemimpin kelak, Ansy Lema harus mampu merangkul seluruh kelompok, terutama umat muslim.
Ende sebagai leluhur adalah tempat lahirnya Pancasila. Pancasila adalah simbol dari persatuan dan kesatuan Indonesia, termasuk bagi NTT.
“Leluhur kita (Ende Lio) mengatakan bahwa Tuhan ada di bulan dan pemimpin ada di bumi, makanya lahirlah Pancasila di Ende. Makanya di Ende itu orang Katolik, orang Islam baku rangkul, hidup rukun, tidak boleh macam-macam,” tutupnya. (*/sps/yl)