KUPANG, TIMEXKUPANG.FAJAR.CO.ID- Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Kupang, melibatkan berbagai komponen masyarakat, relawan, komunitas dan Klasis Kota Kupang Timur bahkan hingga kelompok rentan dan disabilitas serta unsur satuan tugas dalam kegiatan gladi posko. Hal ini dimaksudkan untuk memperkuat rencana kesiapan kontijensi bencana cuaca ekstrem.
Kepala Pelaksana (Kalak) BPBD Kota Kupang, Ernest Ludji mengatakan, kegiatan di hari kedua simulasi penanganan bencana, yaitu gladi posko untuk penanggulangan bencana cuaca ekstrem, di Kelurahan Oebufu, Jalan Amanuban, Rabu (20/10).
Ernest mengatakan, tahapan gladi posko merupakan salah satu rangkaian dalam tahapan yang harus dilakukan sebelum masuk dalam tahap akhir yakni simulasi atau gladi lapang sebagai puncak persiapan uji coba rencana kontijensi yang telah disusun bersama seluruh unsur tugas dan pemangku kepentingan, tujuannya agar seluruh komponen mengetahui sejauh mana rencana kontijensi itu betul seperti kejadian nyata.
"Diharapkan nanti, simulasi ini bisa menggambarkan sejauh mana kesiapan masyarakat ketika terjadi bencana, karena pemerintah pasti tidak mungkin langsung hadir di lokasi bencana," katanya.
Sementara itu, Ketua Klasis Kota Kupang Timur, Pdt. Mercy Pattikawa mengatakan bahwa dari klasisnya mengirimkan relawan sebanyak 39 orang, dari hampir keseluruhan jemaat yang ada dalam wilayah Klasis Kota Kupang Timur.
Dia mengaku bahwa program ini merupakan program Klasis juga. Sehingga, ketika Pemkot Kupang dalam hal ini BPBD Kota Kupang juga melaksanakan program ini, maka langsung diajak untuk kolaborasi.
Pdt. Mercy menjelaskan bahwa program ini dilakukan karena berkaca dari pengalaman bencana Seroja, beberapa jemaat yang berdomisili di wilayah bantaran sungai, laut dan lainnya, menjadi sangat rentan.
Karena itu, kata dia, melalui badan pembantu pelayanan kebencanaan di klasis merumuskan program ini. Dan kegiatan dari BPBD ini sangat menyambut baik kegiatan ini.
Kepala Bidang Pencegahan dan Kesiapsiagaan BPBD Kota Kupang, Elsje W. A. Sjioen mengatakan, uji lapang rencana kontijensi BPBD Kota Kupang dilaksanakan selama 3 hari sejak 29 Oktober - 1 November dengan beberapa tahapan yakni hari pertama telah dilakukan persiapan teknis, dihari kedua dilaksanakan edukasi 3 standar pelayanan minimal yakni sosialisasi komunikasi, informasi, edukasi rawan bencana perihal jenis-jenis bencana yang ada disekitar oleh Kalak BPBD Kota Kupang.
Edukasi terkait cuaca ekstrem dari perwakilan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) dan edukasi layanan pencarian, pertolongan dan evakuasi dari tim Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan (Basarnas) NTT.
"Rangkaian gladi posko hari ini, ada 3 layanan pelayanan pemerintah yakni standar pelayanan minimal oleh BPBD, BMKG dan Basarnas, ini merupakan paket lengkap hingga hari ketiga nanti uji lapang," ungkapnya.
Selama pelaksanaan gladi posko juga sekaligus melatih skenario ketika terjadi bencana, apa yang dilakukan jika terjadi bencana dan bagaimana agar selamat dari bencana.
Khusus bagi kelompok rentan dan disabilitas yang juga ikut terlibat, dibekali simulasi peringatan dini disabilitas saat terima informasi awal dari BMKG dan diolah hingga sampai ke komunitas para difabel khususnya difabel buta dan tuli, sedangkan kelompok rentan, khusus untuk pendamping atau relawan dilatih untuk pendataan siapa saja di tiap rumah warga terdapat kelompok rentan agar menjadi prioritas evakuasi.
Termasuk kelompok rentan dan disabilitas, mereka juga mempunyai hak yang sama untuk selamat ketika terjadi bencana,"ujar Elsje.
Ketua Persatuan Tuna Netra Indonesia (Pertuni) Kota Kupang, Made Astika, mengapresiasi dan menyampaikan terima kasih atas dilibatkannya kelompok disabilitas khususnya buta dan tuli dalam edukasi keselamatan dalam bencana.
"Ini pertama kali kami dilibatkan, Pertuni sampaikan terima kasih telah ikut dilibatkan dalam kegiatan simulasi kebencanaan ini. Bencana bisa datang kapan saja dan kita bisa tahu tindakan apa yang bisa kita lakukan saat ada bencana,"kata Astika.
Menurut dia, berdasar pengalaman sebelumnya saat ada bencana Seroja, para difabel merasa sangat kesulitan mengakses informasi, panik dan tidak tahu harus berbuat apa, sehingga melalui edukasi dan kolaborasi saat ini menjadi langkah mengolah setiap informasi peringatan dini dari BPBD maupun BMKG yang akan diolah menjadi audio untuk selanjutnya diteruskan ke komunitas-komunitas difabel.
Edukasi lainnya yakni pertolongan pertama dilakukan dengan mekanisme rujukan, mekanisme penanganan pengungsi, bagaimana menangani depresi oleh psikolog dan melatih penanganan hingga hal-hal teknis seperti posko dapur umum, bagaimana pola pembagian antrian makan dan lain-lain. (thi/gat/dek)