Diduga Rumah Sakit Paksa Pulangkan Pasien Gegara Batas Waktu Rawat Inap Habis

  • Bagikan
IST DISKUSI. Kepala Ombudsman Perwakilan NTT, Darius Beda Daton mengunjungi Kepala Bagian SDM, Umum dan Komunikasi BPJS Kesehatan Cabang Kupang, Zakarias Rhewa di ruang kerjanya, Rabu (30/10)

KUPANG, TIMEXKUPANG.FAJAR.CO.ID- Kepala Ombudsman Perwakilan Nusa Tenggara Timur (NTT), Darius Beda Daton mengunjungi Kepala Bagian SDM, Umum dan Komunikasi BPJS Kesehatan Cabang Kupang, Zakarias Rhewa di ruang kerjanya, Rabu (30/10).

Kunjungan tersebut antara lain membahas beberapa keluhan pasien terkait pembatasan hari rawat pasien di rumah sakit. Sebagaimana informasi sebelumnya, kata Kepala Ombudsman Perwakilan NTT, Darius Beda Daton, bahwa adanya keluhan terkait pembatasan hari rawat.

Hal ini, kata dia, perlu dikomunikasikan bersama BPJS Kesehatan dan diambil langkah koordinasi ke semua rumah sakit. Tujuannya agar hal tersebut tidak terus terjadi dan mematuhi Perjanjian Kerja Sama (PKS) yang telah dilakukan bersama.

"Protes keras atau ribut dengan manajemen rumah sakit kerap terjadi karena dipulangkan rumah sakit saat opname, meski pasien merasa masih sakit dan masih sangat lemah. Pasien terpaksa pindah ke rumah sakit lain untuk lanjut opname," ungkapnya.

Dia mengungkapkan bahwa salah satu janji layanan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) adalah tidak ada pembatasan hari rawat pasien.

"Kepada kami dijelaskan bahwa Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan sudah menghitung paket biaya perawatan bagi pasien atau anggota BPJS sesuai kebutuhan perawatan pasien, termasuk perawatan untuk periode 1-5 hari," jelasnya.

Dan hal itu, kata dia, berpedoman pada perjanjian dengan rumah sakit (RS). Apalagi, dalam perjanjian sudah diatur bahwa pasien harus dirawat hingga kondisinya benar-benar membaik dan semua biaya paket, termasuk obat, jasa medis, serta pelayanan sudah dihitung pemerintah.

BPJS Kesehatan, sambungnya, menganut prinsip gotong royong dan subsidi silang. Permenkes juga telah mengatur bahwa meski ada biaya yang kurang dari pihak rumah sakit untuk beberapa kasus, tetapi juga ada yang melebihi plafon yang telah ditetapkan.

"Rumah sakit tidak perlu membahas kekurangan biaya tersebut, karena prinsip subsidi silang mengatasi perbedaan ini. Dengan demikian tidak ada istilah plafon untuk setiap kasus," ungkapnya.

Karena itu, demikian Darius, tidak dibenarkan adanya plafon atau batasan biaya yang bisa menyebabkan pasien dipulangkan sebelum waktunya. Semua pembiayaan telah diatur berdasarkan paket yang sesuai dengan Permenkes Nomor 3 Tahun 2023 tentang Standar Tarif Pelayanan Kesehatan dalam Penyelenggaraan Program Jaminan Kesehatan.

Pertemuan ini menyepakati beberapa hal antara lain akan dilakukan diskusi dan kunjungan ke beberapa rumah sakit yang keluhan pasien dengan substansi yang sama terus berulang. (thi/gat/dek)

  • Bagikan

Exit mobile version