Rawat Lingkungan Perkotaan dengan Teknologi

  • Bagikan
Hamza Wulakada

KUPANG, TIMEXKUPANG.FAJAR.CO.ID- Akademisi Ilmu Lingkungan Universitas Nusa Cendana (Undana) Kupang, Hamza Wulakada, mengapresiasi KPU Kota Kupang bersama tim pendukung, rim perumus dan panelis yang sudah menyajikan topik menarik tentang isu lingkungan.

"Terima kasih kepada para kontestan yang mulai menempatkan isu lingkungan sebagai hal prioritas," kata Hamza, sapaan akrabnya, Minggu (3/11).

Tema debat para pasangan calon (Paslon) Wali Kota dan Wakil Wali Kota Kupang tentang smart city dan green city, sementara sub-tema turunannya tentang desain tata Kelola perkotaan modern, inovasi dan percepatan pembangunan, green and clean, SDM unggul dan merawat keragaman.
Menurut Hamza, memperbincangkan komponen lingkungan fisik maka tidak bisa bicara lokus batas otoritas belaka, tapi harus ada keterkaitan relasi antarruang dan wilayah.

Dalam debat itu tidak mendengar satu paslon pun yang berpikir tentang masalah lingkungan di kota ini berkorelasi dengan wilayah disekitarnya, tak ada sebutan keterkaitan ruang Kota Kupang dengan Kabupaten Kupang.

Air, udara, tanah dan segala potensi pencemarannya punya keterkaitan langsung maupun tidak langsung dengan wilayah dan ruang sekitar. Seberapa derasnya menabur hijaunya kota ini dengan pepohonan, kata Hamza, itu hanya bicara jangka pendek, jika bicara jangka panjang maka harus mengait-pautkan dengan komponen ruang disekitar Kota Kupang.

"Air yang kita minum dan hirup udara di Kota Kupang ada keterkaitannya dengan wilayah terdekat di sekitar kita," ujarnya.

Dikatakan, bicara mengenai banjir dan drainase itu urusan di hilir. Persoalannya adalah penataan dan pemanfaatan ruang di wilayah hulu dan itu ada kait-pautnya dengan daerah hinterland (daerah pinggiran) Kota Kupang, termasuk wilayah Kabupaten Kupang.

"Mereka masih bicara sebagai warga Kota Kupang di saat tuntutan masa depan mengharuskan kita bicara soal masyarakat dunia (global society). Warga kota harus hadir dalam pergumulan dunia," ungkapnya.

Para Paslon sedang merencanakan Kota Maju dalam dimensi smart city, kata Hamza, tapi mereka lupa mengait-pautkan segala sesuatu yang mereka lakukan adalah untuk mewujudkan pencapaian target SDGs atau tujuan pembangunan berkelanjutan.

Dia mengaku tidak mendengar satu katapun SDGs/tujuan pembangunan berkelanjutan dalam perdebatan.

"Ini menunjukan bahwa kita masih berpikir sebagai warga Kota Kupang, bukan sebagai global society," sebut Hamza.

Paradigma green city itu hadir setelah kota layak huni (livable city) dan kota tangguh (resilient city), setelahnya baru smart city. Jika ingin bicara Kota Maju maka memadukan semuanya, lalu masuk dengan agenda baru perkotaan (new urban agenda) untuk wujudkan Kota Berkelanjutan (sustainable city).

Mempersoalkan banjir hanya karena tata kelola drainase, tapi lupa ancaman alih fungsi lahan di daerah hulu. Bicara soal kerusakan pesisir karena pembangunan dan sampah, tapi lupa menata aktivitas dan permukiman masyarakat pesisir.

Selain itu, bicara soal waterfront city tapi lupa membangun relasi antar kepulauan agar laut tidak tercemari limbah dan sampah laut.

"Secanggih apapun teknologi yang dihasilkan, tidak akan bisa hasilkan oksigen untuk menutup lubang ozon bila tanpa produksi dari mekanisme ekologis, jadi gunakanlah teknologi untuk mengelola dan merawat lingkungan perkotaan melalui tangan kekuasaan," tegasnya.

Terkait tata ruang, kata Hamza, harus berketerimaan bahwa 10 tahun terakhir ekspansi ruang untuk aktivitas pembangunan fisik di Kota Kupang cukup massif karena ancaman alih fungsi lahan.
Menurutnya, tetap berkomitmen untuk memastikan 30 persen RTH, tapi harus realistis tuntutan pembangunan perkotaan ke depan sehingga calon pemimpin harus lebih cerdas memahami dan melakukan efisiensi ruang perkotaan untuk mengakomodir fungsi ekologis terhadap tuntutan perekomian.

Pastikan saja semua SIMBG (Sistem Informasi Manajemen Bangunan Gedung) untuk kebutuhan privat maupun publik serta pembangunan fasilitas publik harus terstandar mematok rasio ruang terbuka, memanfaatkan bahan dan alat yang ramah lingkungan untuk semua urusan pembangunan fisik.

Revie RTRW (Rencana Tata Ruang Wilayah) dan RDTR (Rencana Detail Tata Ruang) sebuah keniscayaan kalau sudah menetapkan Kota Kupang menjadi Kota Industri dan Jasa 20 tahun kedepan maka harus ada kearifan mengkomparasikan dimensi ekonomi dan ekologis.

"Kita bersyukur satu periode terakhir sudah ada kebijakan yang membuka ruang publik di pesisir untuk diakses oleh masyarakat, tapi di daerah hulu sepertinya belum menjadi perhatian. Kedepan, kita berharap tidak hanya pantai yang diperhatikan tapi juga urusan pembangunan di daerah hinterland juga diperhatikan," ungkapnya.

Siapapun Wali Kota-Wakil Wali Kota Kupang terpilih, sebut Hamza, maka harus mampu menata, merawat dan melestarikan kota ini jangan berjalan sendirian. Selain itu, dipelajari baik-baik RPJPD (Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah) Kota Kupang, Rantek (Rancangan Teknokratik) RPJMD (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah) NTT beserta berbagai dokumen perencanaan lainnya agar program yang ditawarkan harus sinergis sebagai masyarakat dunia.

Transformasi sosial, ekonomi, tata Kelola dan ketahanan sosial, budaya, ekologi kini menjadi agenda pembangunan nasional. Karena itu, lakukanlah tata Kelola transportasi perkotaan yang terintegrasi, cerdas dan ramah lingkungan.

"Salah satu ciri kota maju itu semakin meningkatnya mobilitas manusia dan barang, sepanjang waktu tapi tetap tidak merusak lingkungan," pungkasnya. (r1/gat/dek)

  • Bagikan

Exit mobile version