Tanggap Bencana, Oebufu Bentuk Relawan “Omwartana”

  • Bagikan
IST PELATIHAN. Komunitas Warga Tanggap Bencana (Omwartana) sementara mengikuti pelatihan kontigensi bencana cuaca ekstrim yang digelar oleh BPBD Kota Kupang di kampung Amanuban, RW 03 Kelurahan Oebufu, belum lama ini

KUPANG, TIMEXKUPANG.FAJAR.CO.ID- Wilayah Nusa Tenggara Timur (NTT) telah menuju Pancaroba atau peralihan musim kemarau ke musim hujan. Karena itu, warga yang tinggal dilokasi rawan bencana mesti waspada terhadap bencana hidrometeorologi seperti banjir, longsor dan lainnya.

Lurah Oebufu, Zet Batmalo, kepada media ini, Rabu (6/11) mengaku telah mengimbau warga agar selalu waspada terhadap perubahan iklim yang saat ini terjadi.

"Jika terjadi indikasi adanya bencana maka warga diharapkan untuk melakukan langkah-langkah antisipasi dini," jelasnya.

Khusus lokasi RW 03, kata Zet Batmalo, adalah area rawan bencana tanah longsor dan banjir.

Karena itu, dirinya telah membentuk relawan yaitu Komunitas Warga Tanggap Bencana (Omwartana) dan telah diangkat dengan SK Lurah Oebufu.

"Kepada para koordinator Komunitas warga tanggap bencana telah dilatih oleh BPBD Kota Kupang beberapa waktu lalu sehingga saya berharap warga sudah siap dalam menghadapi kejadian, baik sebelum dan apabila telah terjadi bencana," ungkapnya

Menyikapi musim pancaroba ini, Akademisi Ilmu Lingkungan Universitas Nusa Cendana (Undana), Hamza H. Wulakada, mengaku hari-hari ini cukup mengkhawatirkan masyarakat NTT, selain erupsi Gunung Ile Lewotobi Laki-laki sehingga bagian barat Pulau Timur juga menerima dampak anomali cuaca.

Sebelumnya, pada pertengahan September 2024 terjadi hujan mendadak karena dipicu kondisi El Nino yang berubah menjadi fase La Nina lemah. Beberapa pekan lalu bahkan suhu udara di Kota Kupang malah meningkat hingga lebih dari 38 derajat, itu puncaknya terjadi fenomena El Nino dan hari ini justru hujan meski tidak merata dengan intensitas rendah, namun cukup mengagetkan.

Kemungkinan, terjadi turbulensi atmosfer yang secara teknis dapat dijelaskan oleh pihak berwenang yang terus memantau pertumbuhan awan dan kecepatan angin.

"Masyarakat diimbau agar tidak panik dan harus tetap tingkatkan kewaspadaan terhadap kondisi ekstrim dan dampak bencana hidrometeorologi yang dapat terjadi banjir dan tanah longsor," ungkapnya.

Untungnya, kata Hamza, kecepatan angin relatif stabil pada posisi 18Km/jam dari timur dan kelembaban 66 persen sehingga masih pada taraf toleran karena siklus cuaca.

Grafik tekanan udara terpantau relatif stabil beberapa hari ini sehingga tidak berpotensi terjadi angin muson yang berdampak pada aktivitas pelayaran, sepertinya masih normal.

"Para petani dan nelayan kemungkinan mulai memperhitungkan segala kemungkinan tapi disarankan untuk mempertimbangkan informasi teknis dari BMKG sebelum merencanakan berbagai kegiatan rutin musimannya," jelas Hamza.

Pelaku perjalanan kiranya masih normal, hujan belum disertai angin sehingga belum berdampak mengganggu jadwal pelayaran dan penerbangan.

Mungkin kepada masyarakat perkotaan, disarankan untuk antisipasi berbagai kemungkinan banjir yang dalam seketika terjadi hujan dengan intensitas tinggi sehingga meningkat genangan air pada cekungan yang tersumbat.

"Disarankan untuk memperhatikan selokan, dan Pemda sudah mengantisipasi kondisi drainase agar tidak terjadi genangan," ujarnya.

Menurut Hamza, faktor kecepatan angin mungkin belum mengancam tapi tetap antisipasi, beberapa pohon dijalanan diharapkan sudah dirapikan agar jika terjadi perubahan ekstrim tidak menimbulkan patahan dan pohon tumbang. Demikian juga beberapa titik yang berpotensi longsor, tetap mawas dengan kondisi ini.

"Kepada kita sekalian, tetap jaga stamina tubuh menghadapi kondisi anomalis ini," sebut Hamza.

Kondisi lingkungan sekitar pun diharapkan tetap bersih. Selain itu, melakukan mitigasi mandiri dan komunitas pun memperhatikan lingkungan sekitarnya karena terjadi peningkatan populasi nyamuk Aedes Aegypti yang menyebabkan demam berdarah dengue (DBD).

Kurangnya kebersihan lingkungan dan sanitasi dapat meningkatkan risiko genangan air dan menjadi tempat bertelurnya nyamuk , hingga terjadi anomali suhu maka potensi nyamuk aedes aegepty meningkat dapat terjadi wabah DBD.

"Disarankan kepada pemerintah untuk mengantisipasi berbagai kemungkinan yang berdampak lanjutan dari kondisi anomali ini," pesannya.

Hari-hari ini juga bersamaan menjadi topik perdebatan para Calon Kepala Daerah, karena itu mohon para Paslon juga memikirkan kondisi ini.

"Anomali iklim tidak memandang batas teritori sehingga harus ada scenario kebijakan yang ditawarkan bersama antar daerah terkait hal teknis dari kehidupan social kemasyarakatan yang resiliens terhadap perubahan iklim," pungkasnya. (r1/gat/dek)

  • Bagikan