KUPANG, TIMEXKUPANG.FAJAR.CO.ID - Kepala Ombudsman RI Perwakilan Nusa Tenggara Timur (NTT), Darius Beda Daton, mengkritisi praktik pungutan uang komite di sejumlah SMA dan SMK negeri yang dianggap tidak sejalan dengan aturan yang ditetapkan pemerintah.
Hal ini disampaikan Darius dalam acara Pelatihan Advokasi di Aula Fakultas Hukum Universitas Nusa Cendana (Undana), Jumat (8/11).
Menurutnya, pungutan komite yang tidak sesuai aturan berpotensi menimbulkan praktik korupsi di lingkungan sekolah. “Pungutan komite yang melanggar aturan bisa membuka peluang terjadinya korupsi di sekolah,” ungkap Darius, Selasa (12/11).
Acara pelatihan ini diikuti oleh mahasiswa semester VII Fakultas Hukum Undana dengan tujuan untuk meningkatkan kemampuan advokasi hukum mereka. Pelatihan ini, menurut Darius, diharapkan dapat memperkuat pemahaman para mahasiswa mengenai praktik advokasi, sehingga mereka lebih siap menghadapi dunia kerja.
Dalam sesi diskusi, Darius juga menyinggung sejumlah persoalan pelayanan publik di berbagai sektor di NTT, termasuk pendidikan, kesehatan, perhubungan, dan pertanian-peternakan.
Salah satu isu yang menjadi perhatian adalah kebijakan pemerintah pusat yang melarang guru honorer di sekolah swasta mengikuti seleksi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK), yang menurut Darius kurang berpihak kepada guru honorer.
Di sektor kesehatan, ia menyoroti berbagai hambatan, seperti keterbatasan obat Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) di rumah sakit, kurangnya tenaga kesehatan berkualifikasi, serta pembatasan hari rawat bagi pasien.
“Permasalahan ini perlu segera diatasi untuk meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan bagi masyarakat NTT,” ujarnya.
Selain itu, Darius menyinggung tingginya tarif peti kemas yang berdampak pada harga barang kebutuhan pokok di NTT. Ia mendesak agar tarif tersebut lebih adil dan infrastruktur pengujian kendaraan ditingkatkan.
Menurutnya, mahalnya biaya transportasi turut menyumbang tingginya tingkat inflasi di daerah.
Pada sektor pertanian dan peternakan, ia menyoroti keluhan petani terkait kuota pupuk bersubsidi yang masih kurang dan distribusinya yang sulit dijangkau.
Darius juga menyinggung tata niaga sapi yang dinilai belum berpihak pada peternak karena harga dan distribusi yang kurang menguntungkan.
Diskusi ini diharapkan mampu memotivasi mahasiswa Fakultas Hukum Undana untuk meningkatkan kapasitas advokasi mereka dan ikut berperan aktif dalam perbaikan layanan publik di NTT.
Darius mengapresiasi Fakultas Hukum Undana atas pelaksanaan pelatihan ini. “Semoga kegiatan ini membawa manfaat nyata bagi mahasiswa dan membantu memperbaiki kualitas layanan publik di NTT,” pungkasnya. (cr6/thi/dek)