Kepedulian Masyarakat bagi Para Mahasiswa Terdampak Erupsi Gunung Lewotobi di Kota Kupang
Dampak Erupsi Gunung Lewotobi Laki-laki di Kabupaten Flores Timur (Flotim) sangat besar. Tidak hanya di sekitar lokasi bencana, melainkan sampai ke luar lokasi bencana.
IMRAN LIARIAN, Kupang
SEORANG mahasiswi di salah satu Perguruan Tinggi (PT) di Kota Kupang yang berasal dari salah satu desa terdampak erupsi Gunung Lewotobi Laki-laki tak bisa berbuat banyak. Pasalnya, saat kejadian ia masih menimba ilmu di Kota Kupang.
Mahasiswi tersebut bernama Katarina Helena Wolor. Ia berasal dari RT 02/RW 01, Desa Nawakote, Kecamatan Wulanggitang. Perempuan berusia 21 tahun itu mengaku desanya berada di bawah kaki gunung Lewotobi Laki-laki sehingga sangat terdampak erupsi.
Anak dari pasangan suami istri Mikhael Dare Wolor dan Maria Assumpta ini sementara menginjak semester III di Politani Kupang.
"Orang tua saya semuanya sudah mengungsi," jelas Katarina saat ditemui media ini di kos-kosan milik Max Sabaat yang beralamat di Dusun II RT 07/RW 04 Desa Penfui Timur, Kabupaten Kupang, Rabu (13/11).
Kos Max Sabaat ini memiliki 24 kamar yang dibangun dengan konstruksi permanen. Harga per kamar pun bervariasi. Kamar kos yang ada kamar mandi dalam harga per bulan sebesar Rp 350 ribu. Sedangkan, kamar kos yang tak memiliki kamar mandi dalam perbulannya Rp 250 ribu.
Max Sabaat, 34, merasa terpanggil untuk membantu para mahasiswa, khususnya yang terdampak erupsi gunung Lewotobi Laki-laki. Caranta yakni menggratiskan biaya sewa kos selama 3 bulan. Artinya, mahasiswa-mahasiswi bisa tinggal gratis. Saat ini, jumlah kamar kos milik Max Sabaay yang masih kosong sebanyak 5 kamar.
Informasi dari pemilik kos ini pun sampai kepada Katarina melalui grup WhatsApp. Setelah mendapatkan informasi itu, Katarina langsung bergegas pergi mencari tahu alamat kos dan bertemu dengan Max Sabaat selaku pemilik kos.
Hal ini dilakukan karena Katarina tak lagi mendapatkan kiriman uang dari orang tua pasca kejadian bencana alam yang melanda kampung halamannya itu.
"Saya bersyukur sekali karena pemilik kos gratiskan biaya kos. Saya sampaikan kepada orang tua saya pun bersyukur dan berterimakasih kepada pemilik kos," sebut Katarina.
Untuk biaya kos, katarina tidak banyaj berpikir lagi. Sehingga, saat ini ia hanya fokus untuk belajar. Sedangkan untuk makanan dan minuman sehari-hari, Katarina dibantu oleh teman kuliahnya yanh lain.
"Setelah erupsi, bapak tidak kirim uang lagi. Biasanya bapak kirim 2 minggu sekali. Bapak saya kerja sebagai petani. Kondisi kampungnya juga rusak total. Bapak-mama saya lari dari rumah ke tempat pengungsi hanya bawa pakaian di badan," jelas Katarina yanh merupakan anak bungsu dari 7 bersaudara.
Sementara Max Sabaat selaku pemilik kos mengaku awal pertama mengikuti berita lewat Tiktok terkait Erupsi Gunung Lewotobi Laki-laki di Kabupaten Flores Timur.
"Saya merasa prihatin. Saya punya niat untuk bagaimana membantu. Saya langsung kontak anak kos lalu buat edaran di kos untuk mahasiswa yang menuntut ilmu di Kota Kupang yang terdampak erupsi bisa tinggal kos selama tiga bulan," kata Max.
Edaran disebarkan ke grub WhatsApp. Alhasil, ada beberapa orang yang mengontak dirinya untuk menanyakan tentang kos, namun baru Katarina yang datang untuk tinggal di kos miliknya.
Dalam edaran itu tertulis persyaratan mahasiswa yang datang tinggal di kos miliknya itu wajib menunjukkan KTP dari daerah asal yang terdampak erupsi.
"Saya lihat, KTP Katarina memang berasal dari desa yang terdampak erupsi sehingga saya sampaikan untuk tinggal di kos saya tanpa bayar," ungkapnya.
Max Sabaat mengaku bagi siapapun mahasiswa yang terdampak erupsi bisa datang ke kosnya untuk tinggal selama 3 bulan tanpa membayar biaya kos alias gratis.
"Sekarang, tinggal 5 kamar kos yang masih kosong," ujarnya.
Max mengaku terpanggil untuk membantu sesama yang membutuhkan. Untuk sementara tiga bulan dulu sambil melihat situasi ke depannya. Jika situasi masih darurat maka bisa pembebasan biaya sewa kos bisa diperpanjang lagi. (gat/dek)