Uskup Agung Ende Keluarkan Seruan Moral, Jelang Pilkada Serentak

  • Bagikan
Mgr Paulus Budi Kleden, SVD

ENDE, TIMEXKUPANG.FAJAR.CO.ID - Menjelang pesta demokrasi pemilihan gubernur dan wakil gubernur NTT dan pemilihan bupati dan wakil bupati Kabupaten Ende, 27 November 2024 mendatang, Uskup Keuskupan Agung Ende, Mgr Paulus Budi Kleden, SVD melalui Vikjen, RD Yosef Moang Kabu mengeluarkan seruan moral bagi umat Keuskupan Agung Ende (KAE).

Seruan moral tersebut dibacakan  saat misa suci disemua gereja di wilayah Keuskupan Agung Ende, Minggu (17/11).

Seperti di Gereja Kristus Raja Katedral Ende, seruan moral tersebut dibacakan oleh pastor rekanan RD Damianus Dionisius Nuwa saat memimpin misa pertama.

Dalam seruan disebutkan, pemilihan bupati serentak tahun 2024 sudah di depan pintu. Sebagai umat Katolik, dipanggil untuk menggunakan hak  sebagai warga negara yang baik dengan terlibat secara bertanggung jawab dalam proses pemilukada.

Gereja, lanjut Uskup, memandang pemilihan pemimpin politik dalam sistem demokrasi sebagai satu hal yang amat penting. Karena itu, gereja mempunyai kewajiban moral untuk mendukung pemilihan umum pada berbagai tingkatan sebagai wujud konkret dari demokrasi.

Katekismus Gereja Katolik, kata Mgr Budi, setiap orang Katolik sejatinya mematuhi aturan pemerintah dan menggunakan hak untuk memilih (2240). Begitu juga, Paus Fransiskus di dalam dokumen Evangelii Gaudium menulis: "Rakyat di setiap negara meningkatkan dimensi sosial dari hidup mereka dengan bertindak sebagai warga negara yang terlibat dan bertanggung jawab" (220).

"Hal ini didasarkan pada keyakinan gereja bahwa kesejahteraan umum merupakan bagian utuh dari keselamatan yang dikehendaki dan diprakarsai Tuhan," kata dia.

Menurut Uskup, Tuhan memanggil semua orang, termasuk para pemimpin politik untuk membawa semua bangsa bersatu dan hidup sejahtera sebagai putra dan putri-Nya.

Melalui para pemimpin, lanjutnya,  Tuhan mewujudkan kehendak-Nya untuk mengumpulkan seluruh anak-anak-Nya dari segala penjuru (Markus 13:27), agar mereka saling menghormati dan menjaga kasih persaudaraan demi kebaikan bersama.

"Oleh karena itu, pemilihan umum pemimpin politik harus ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan umum," ungkapnya.

Untuk menghadapi pemilihan kepala daerah serentak tahun ini, Uskup Agung Ende menyampaikan beberapa pokok pikiran.

Pertama, karena sistem pemilihan umum di Indonesia menghadirkan calon gubernur atau bupati serta wakilnya dalam satu paket, maka hendaknya kita memperhatikan komposisi paket yang dicalonkan sebagai pemimpin.

Selain itu, latar belakang serta kesanggupan mereka untuk saling melengkapi, sangat menentukan keberhasilan mereka sebagai pemimpin.

Kedua, memilih paket calon yang membantu mengatasi permasalahan yang dihadapi bersama sebagai kabupaten atau provinsi, bukan mereka yang menjadi sebab dari persoalan baru. Pemimpin haruslah mempersatukan, bukan menimbulkan perpecahan dan saling curiga di antara warga.

"Karena itu, sebagai pemilih yang bertanggungjawab kita perlu mencari informasi tentang seorang calon gubernur/bupati dan wakilnya. Kita memperhatikan sejauhmana, dalam tugas dan peran sebelumnya, mereka menunjukkan komitmennya untuk melayani kepentingan seluruh masyarakat dan tidak mengutamakan diri atau kelompoknya sendiri," kata Uskup KAE.

Menurut dia, tekad memberantas korupsi hanya dapat diwujudkan oleh seseorang yang tidak terlibat dalam kasus penyalahgunaan uang dan kewenangan.

Ketiga, persoalan kemiskinan, kesulitan akses dan kian rendahnya mutu pendidikan, stunting dan masalah perdagangan manusia merupakan tantangan besar yang dihadapi masyarakat di provinsi kita, termasuk di ketiga kabupaten kita.

Sebab itu, kesungguhan, kemampuan dan pengalaman seorang calon pemimpin dalam mengatasi persoalan-persoalan di atas sejatinya menjadi bagian penting dari pertimbangan dalam menentukan pilihan.

"Selain itu, kita memerlukan pemimpin yang mempunyai sikap yang jelas menghadapi soal pengelolaan kekayaan alam. Misalnya, seluruh proses terkait pemanfaatan gas alam harus dilakukan secara terbuka dan jujur serta melibatkan seluruh masyarakat daerah terdampak," kata Mgr Budi.

Menurut dia, sikap yang jelas dari seorang calon pemimpin dalam kaitan dengan masalah ini merupakan sebuah keharusan.

Keempat, lanjut Mgr Budi, memilih para pemimpin untuk menentukan arah pembangunan di seluruh provinsi atau kabupaten kita selama lima tahun ke depan.

Sebab itu, pertimbangan kita mesti didasarkan pada kepentingan provinsi atau kabupaten dan bukan terutama ditentukan oleh keuntungan yang kita peroleh secara pribadi atau kelompok.

Kelima, sebuah proses pemilihan umum yang berkualitas ditentukan oleh kecerdasan para pemilih, profesionalisme para penyelenggara, dan komitmen berdemokrasi dari para calon.

Sebab itu, para pemilih diimbau untuk menggunakan pertimbangan yang rasional dengan berorientasi pada kebaikan bersama.

Untuk memperoleh sosok pemimpin yang ideal sebut mantan Superior General SVD se-Dunia ini, mengharuskan pemilih untuk bertanggung jawab pada pilihannya. Pemilih menjamin bahwa pilihannya adalah insan yang terbaik dan merupakan pejuang bonum commune (kebaikan bersama).

Para penyelenggara juga diingatkan akan perannya yang amat penting dalam menentukan keberhasilan sebuah pemilihan dengan menjadi penyelenggara yang berpegang pada aturan yang berlaku.

Posisi ini menurut dia, menuntut integritas moral yang tinggi sehingga tidak tergoda untuk melakukan berbagai bentuk kecurangan. Tanggung jawab ini sekaligus menjadi kesempatan untuk mewartakan kebenaran dengan mengajak semua pihak untuk memperjuangkan kebaikan bersama.

Begitu juga para calon yang berkontestasi diharapkan untuk menunjukkan kedewasaannya dalam berdemokrasi dengan menghadirkan moralitas publiknya yakni tidak menggunakan money politic dan berbagai cara yang memecah belah demi memperoleh dukungan dan dalam kesediaan untuk menerima hasil pemilihan umum.

"Setiap pemilihan umum merupakan momentum yang menguji kedewasaan kita dalam hidup bersama. Kemampuan untuk menerima perbedaan pilihan politik dan hasil sebuah proses pemilihan, adalah bukti kematangan dalam berdemokrasi," katanya.

Sebagai warga gereja yang mendukung penyelenggaraan kekuasaan politik dalam sistem demokrasi, kedewasaan tersebut adalah ungkapan kedalaman iman kita. Di tengah segala perbedaan, kita tetap memelihara kasih persaudaraan. (kr4/ays/dek)

  • Bagikan

Exit mobile version