Berikan Insentif untuk Mulai Bisnis
JAKARTA, TIMEXKUPANG.FAJAR.CO.ID- Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Esther Sri Astuti mengusulkan pemberian subsidi kredit hingga insentif usaha guna mengurangi efek tekanan masyarakat dari kebijakan PPN 12 persen.
"Agar perekonomian tidak terkontraksi, maka harus insentif untuk mulai bisnis," kata Esther, dikutip Senin (18/11).
Secara rinci, dia mengusulkan tiga cara yang dapat dilakukan pemerintah untuk meredam dampak kenaikan tarif PPN. Pertama, memberikan subsidi tingkat suku bunga kredit di bank.
Kedua, memberikan subsidi atau beasiswa sekolah. Ketiga, memberikan peluang lebih banyak untuk berusaha. Hal ini contohnya yaitu memberikan insentif untuk memulai usaha baru.
Senada Esther, Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede juga mendorong pemerintah untuk mempertebal bantuan sosial (bansos) dan insentif guna membantu kelas menengah hingga miskin dari tekanan kenaikan PPN 12 persen. Menurutnya, kebijakan bansos dapat membantu mengimbangi penurunan daya beli masyarakat akibat kenaikan harga barang dan jasa.
Di samping itu, penerapan bantuan tunai bagi kelompok kelas menengah ke bawah juga bisa mengurangi dampak inflasi yang timbul akibat kenaikan PPN.
"Melalui program-program seperti Program Keluarga Harapan (PKH) dan Kartu Sembako, masyarakat berpenghasilan rendah dapat memperoleh bantuan tambahan yang bisa membantu menjaga konsumsi dasar mereka meski terjadi kenaikan harga barang karena PPN," kata Josua.
Sementara pemberian insentif pajak atau pengurangan pajak untuk usaha kecil, mikro, dan menengah (UMKM) bisa membantu pelaku usaha dalam menyesuaikan diri dengan peningkatan beban pajak. Dia meyakini insentif seperti ini dapat mendukung daya saing UMKM dan mencegah penurunan produktivitas akibat biaya tambahan.
"Melalui langkah-langkah ini, pemerintah dapat membantu menjaga stabilitas ekonomi dan kesejahteraan masyarakat di tengah kebijakan kenaikan PPN yang direncanakan akan diberlakukan tahun 2025," ujar dia.
Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan rencana kenaikan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen pada 1 Januari 2025 bakal tetap dijalankan sesuai mandat undang-undang (UU).
Salah satu pertimbangannya adalah anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) yang harus dijaga kesehatannya, dan pada saat yang sama, juga mampu berfungsi merespons berbagai krisis.
Namun, dalam implementasinya nanti, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) akan berhati-hati dan berupaya memberikan penjelasan yang baik kepada masyarakat. "Sudah ada UU-nya. Kami perlu menyiapkan agar itu (PPN 12 persen) bisa dijalankan tapi dengan penjelasan yang baik," tuturnya. (jpc/thi/dek)