Jangan Bawa Visi-Misi Institusi Asal

  • Bagikan
HANUNG HAMBARA/JAWA POS KONFERENSI PERS. Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata bersama pegawai KPK lainnya menyampaikan konferensi pers di gedung KPK, Kuningan, Jakarta, Jumat (22/11).

Pimpinan Baru KPK dari Penegak Hukum dan Lembaga Auditor

JAKARTA, TIMEXKUPANG.FAJAR.CO.ID – Pimpinan baru Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang didominasi dari institusi penegak hukum disorot. Bahkan, pimpinan KPK yang akan digantikan menyampaikan pesan untuk tidak membawa visi dan misi dari institusi asal.

Jumat (22/11) kemarin, pimpinan KPK menggelar konferensi pers untuk merespons terpilihnya pimpinan KPK yang baru. Mereka memberikan ucapan selamat atas terpilihnya pimpinan yang baru meskipun terdapat pro dan kontra.

”Ini menjadi momentum penting pemberantasan korupsi dalam memastikan pimpinan baru KPK memiliki integritas dan profesional,’’ ucap Wakil Ketua KPK, Alex Marwata yang mewakili pimpinan KPK.

Berdasar pengalamannya sebagai pimpinan KPK selama sembilan tahun, problematika pemberantasan korupsi justru berasal dari lembaga penegak hukum. Padahal, empat pimpinan KPK yang baru berasal dari institusi penegak hukum dan satu berasal dari lembaga auditor.

”Jangan membawa visi dan misi dari institusi asal. Profesional saja saat menangani kasus terkait penegak hukum,’’ urainya.

Alex juga mengakui bahwa kepemimpinannya gagal dalam memberantas korupsi. Terutama bila menengok menurunnya indeks persepsi korupsi di Indonesia. ”Apalagi, ada salah satu pimpinan KPK yang sejak awal tidak disukai dan apa pun yang dilakukan selalu salah. Hingga mengundurkan diri,’’ tuturnya.

Sementara itu, Ketua Dewan Nasional SETARA Institute Hendardi menilai keputusan DPR memilih pimpinan KPK tanpa perwakilan masyarakat sipil secara politik telah mengikis sifat independensi Komisi Pemberantasan Korupsi. Padahal, lembaga itu dibentuk sebagai lembaga negara yang masuk kategori constitutional important body dan independen.

”DPR RI secara sengaja memilih calon-calon yang memiliki afiliasi organisasi yang memungkinkan pengendalian sikap, tindakan dan pengendalian kehendak-kehendak tertentu,’’ ujarnya.

Secara normatif, lanjut dia, mereka yang dipilih memiliki hak yang sama untuk menduduki jabatan di KPK. Namun, seharusnya DPR memahami bahwa Komisi Pemberantasan Korupsi itu dibentuk sebagai antitesis atas kinerja ordinary state institution, yakni kepolisian dan kejaksaan yang sebelumnya dianggap tidak akuntabel.

”Calon perwakilan masyarakat sipil sebagai penanda dan variabel penjaga independensi KPK sama sekali tidak ditimbang oleh DPR,’’ jelasnya. (idr/far/c6/dio/jpg/ays/dek)

  • Bagikan