Dianggap Kakak dan Sahabat dalam Keluarga
KUPANG, TIMEXKUPANG.FAJAR.CO.ID- Di balik kisah sukses Dokter Christian Widodo, seorang dokter penuh prestasi, ada sosok yang kerap terlupakan, Marthelda Ba’un. Perempuan asal Fatukoto, Timor Tengah Selatan, ini bukan hanya seorang pengasuh, tetapi juga kakak, penjaga, dan sahabat bagi keluarga Theo Widodo.
Datang dengan harapan sederhana untuk membantu, Marthelda awalnya hanya seorang asisten rumah tangga. Namun, sebuah momen kecil mengubah perannya secara besar, ketika bayi bungsu keluarga Theo menangis tanpa henti, naluri keibuannya muncul.
“Mungkin dia tidak cocok dengan yang mengasuhnya. Boleh saya coba gantikan?” katanya. Sejak saat itu, ia menjadi bagian tak tergantikan dalam keluarga.
Setiap pagi, Marthelda bangun lebih awal. Ia menyiapkan bubur, memasak telur untuk sarapan, memandikan anak-anak, dan mengantar mereka ke sekolah. Rutinitas ini ia jalani bukan sekadar tugas, melainkan bentuk cinta yang tulus. “Beta mandikan dong, suap bubur, lalu antar sekolah,” katanya mengenang.
Dokter Chris, anak kedua keluarga Theo, memiliki hubungan yang sangat erat dengan Marthelda. Sejak kecil, ia memanggilnya “Kakak Te.” Pada usia tiga tahun, Dokter Chris sudah menunjukkan kecerdasan luar biasa mengenali bendera negara dan nama presiden. Hubungan mereka layaknya kakak dan adik kandung, tanpa sekat.
Marthelda juga menjadi penjaga kesehatan dan kebahagiaan anak-anak. Saat si bungsu sakit, ia adalah orang pertama yang dipanggil. Bagi keluarga Theo, Marthelda lebih dari sekadar pengasuh. Ia adalah sosok yang hadir di setiap momen penting.
Di bawah atap keluarga Theo, Marthelda belajar tentang kedisiplinan dan kasih sayang. Anak-anak dididik untuk hidup teratur, belajar setiap sore hingga malam, tetapi tetap memiliki waktu bermain. Marthelda kerap menjadi bagian dari momen-momen bahagia tersebut, menghidupkan suasana rumah.
Ia juga mengenang makanan favorit Dokter Chris: terong balik kecap, ikan asam manis, dan daging makao. “Apa saja yang beta masak, pasti dia makan,” katanya dengan bangga. Momen sederhana seperti melihat anak-anak menikmati makanannya menjadi kebahagiaan tersendiri bagi Marthelda.
Ketika Dokter Chris melanjutkan pendidikan ke Malang, rumah terasa sepi bagi Marthelda. “Kami sudah seperti saudara,” ujarnya lirih. Meski waktu dan jarak memisahkan mereka, rasa kasihnya tidak pernah luntur. “Beta rindu suasana rumah yang ramai seperti dulu,” tambahnya.
Baginya, salah satu hal yang paling ia kagumi dari Dokter Chris adalah kerendahan hatinya. “Dia tidak pernah merasa diri anak bos atau bos,” katanya. Hubungan mereka didasari cinta dan penghormatan, tanpa sekat antara majikan dan pekerja.
Foto-foto perjalanan keluarga ke Dili, Soe, atau Atambua menjadi bukti bahwa kasih seorang pengasuh bisa melampaui perbedaan apa pun. “Saya mungkin bukan bagian dari keluarga ini secara darah,” tuturnya, “tetapi hati saya selalu ada untuk mereka.”
Kisah Marthelda Ba’un adalah cerita tentang cinta dan pengorbanan yang tulus. Ia bukan hanya pengasuh, tetapi bagian penting dari keluarga besar yang ia cintai. Di balik kesuksesan Dokter Chris, ada tangan lembut Marthelda yang membimbing dan menjaganya dengan kasih tanpa pamrih. (thi/sps)