KUPANG, TIMEXKUPANG.FAJAR.CO.ID- Kelompok makanan, minuman, dan tembakau memainkan peranan penting dalam menentukan tingkat inflasi di NTT.
Di bulan November kelompok ini memberikan andil inflasi sebesar 0,16% (mtm) dari inflasi 0,19% (mtm). Bahan makanan, seperti beras, hortikultura, dan ikan termasuk ke dalam kelompok ini, sehingga pergerakan harganya turut dipengaruhi produksi lokal yang dihasilkan petani di NTT.
Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTT, Agus Sistyo Widjajati, mengatakan, berdasarkan Nilai Tukar Petani (NTP) November 2024, sebagai salah satu indikator pendapatan petani, NTP pada sub sektor tanaman pangan sebesar 99,22, hortikultura sebesar 97,28, dan penangkapan ikan sebesar 89,07 atau masih berada di bawah 100.
"Hal ini mengindikasikan pendapatan petani berada di bawah kebutuhan konsumsinya, sehingga pentingnya mendorong produktivitas pertanian untuk meningkatkan pendapatan petani," jelasnya.
Seiring dengan profil angkatan kerja NTT yang mencapai 49,91 persen pada sektor pertanian, peningkatan produktivitas akan berpengaruh terhadap daya beli dan tingkat inflasi.
Dia menyebut, bahwa berangkat dari kondisi tersebut, BI NTT berupaya mendorong peningkatan produktivitas petani di sisi hulu, melalui penyerahan bantuan sarana pertanian kepada kelompok Tani We-Babotok di Atambua, Kabupaten Belu.
Dia mengatakan, pemberian bantuan berupa traktor roda empat juga dilengkapi dengan pemberian pelatihan operator traktor dan Good Agricultural Practices (GAP), kepada kelompok yang difasilitasi oleh Dinas Pertanian Kabupaten Belu.
"Tidak terbatas pada pemberian bantuan, BI NTT juga turut memberikan motivasi kepada generasi muda NTT melalui Seminar bertajuk Petani Muda Keren Canggih Kelola Pertanian (Panen Cakep), " katanya
Seminar ini, kata dia, menghadirkan penggiat pertanian muda profesional yang telah sukses mendorong produktivitas pertanian melalui penggunaan teknologi modern.
Dia berharap, generasi muda yakin terhadap prospek pertanian ke depan dan tergerak untuk memajukan pertanian NTT. Penguatan kerja sama dengan distributor untuk memperbaiki tata niaga.
"Produksi yang berlimpah di sisi hulu dapat menyebabkan penurunan harga yang menguntungkan bagi konsumen di sisi hilir, tetapi belum tentu menguntungkan bagi petani," ungkapnya.
Dia menjelaskan, kerja sama juga terus dilakukan dengan distributor untuk melakukan penyerapan produksi maupun pemasaran produk lokal dapat menjadi solusi.
Kerja sama dengan distributor melalui kesepakatan Kerjasama Antar Daerah (KAD) perlu senantiasa didorong di NTT. KAD yang terjalin secara berkelanjutan melalui sistem pelaporan yang sistematis, juga akan berdampak pada perbaikan tata niaga perdagangan komoditas, dengan semakin jelasnya arus barang keluar masuk.
Di samping aktif mendorong KAD, BI NTT juga memberikan penguatan TPID mengenai model bisnis dan kisah sukses berbagai daerah, dalam perbaikan tata niaga komoditasnya melalui Capacity Building TPID dan Rakor tim pengendalian inflasi pusat (TPIP) dan daerah (TPID).
"Kegiatan ini menghadirkan pelaku usaha, Pemda, dan K/L untuk terus meningkatkan sinergi dalam pengendalian inflasi, " ungkapnya.
Inflasi NTT pada November tercatat sebesar 0,83% (yoy), lebih rendah dari nasional sebesar 1,55% (yoy) dan di bawah sasaran 2,5±1% (yoy).
Kondisi ini menunjukkan pengelolaan harga yang efektif, namun penguatan hulu dan hilir perlu ditingkatkan agar tingkat inflasi berada dalam sasaran, menguntungkan bagi produsen dan konsumen, serta stabil untuk mendukung pertumbuhan ekonomi berkelanjutan. (thi/dek)