KUPANG, TIMEXKUPANG.FAJAR.CO.ID- Ternak sapi dalam beberapa tahun belakangan mengalami degradasi mutu genetik, terutama di Nusa Tenggara Timur (NTT). Kemerosotan mutu genetik sapi tersebut salah satu indikatornya adalah tubuhnya semakin mengecil.
Untuk mengembalikan mutu genetik dan menjaga populasi, Himpunan Pengusaha dan Peternak Sapi Kerbau (HP2SK) NTT menyiapkan sistem pengelompokan berbasis zonasi.
Desain sistem peternakan ini diyakini meningkatkan kesejahteraan peternak, dan mendongkrak Pendapatan Asli Daerah (PAD) dengan melibatkan kelompok peternak dan pemerintah.
Upaya yang dilakukan ini telah disampaikan kepada pemerintah dan DPRD agar bisa mendukung sistem peternakan ini dengan berbagai kebutuhan dan regulasi sehingga tidak merugikan pihak-pihak yang terlibat.
Hal ini diberikan Pembina HP2SK NTT, Ayub Titu Eki usai berdiskusi dengan anggota DPRD NTT, Senin (9/12).
Menurutnya, desain pengembangan ternak terutama ternak sapi ini jika disetujui pemerintah maka kabupaten kupang menjadi titik awal penerapannya.
Mantan Bupati Kupang dua periode ini menjelaskan asosiasi ini tidak saja memikirkan keuntungan semata namun juga mendesain program kerja kedepan karena selama ini cenderung mengabaikan aspek keberlanjutan. Akibatnya, kualitas dan populasi sapi di daerah NTT dikhawatirkan terus menurun.
Terhadap persoalan-persoalan ini HP2SK terpanggil untuk kembangkan ternak sapi yang ada di Kota Kupang agar stok sapi bisa terus ada.
Zona A akan difokuskan pada perdagangan dan distribusi hasil ternak ke pasar. Zona B, menggunakan teknologi untuk meningkatkan kualitas ternak dan Zona C mengutamakan pengembangbiakan untuk menjaga populasi sapi.
Dijelaskan setiap zona terintegrasi untuk memastikan ternak yang dipasarkan memiliki kualitas unggul, memastikan keberlanjutan populasi ternak dengan membagikan sapi berkualitas kepada kelompok peternak untuk dikembangbiakkan.
Setiap zona, kata dia, akan melibatkan kelompok peternak, pemerintah dan HP2SK. “Kita harapkan agar dengan program ini terjadi hilirisasi agar tidak hanya mengirimkan daging sapi berkualitas tapi menyerap tenaga kerja,” ujarnya.
Titu Eki mengisahkan sejak kepemimpinan Presiden Soeharto menetapkan NTT sebagai lumbung ternak namun uang dikirim adalah sapi yang kualitas bagus namun tidak ada upaya pengembangan.
Menurutnya jika mekanisme pengembangan sapi ini berjalan maka tidak ada sapi yang besarnya seperti kambing lagi. Ini kerangka kerja yang bagus karena melibatkan pengusaha. Pengusaha tidak saja mengambil keuntungan tapi juga berkontribusi kepada masyarakat dan pendapatan PAD.
“Zona atau mekanisme kerja ini harus diterapkan agar memisahkan sapi produktif, sapi potong dan sapi yang kualitasnya rendah. Kalau ini kita bina dan melakukan pemisahan ternak ini tentu sangat positif,” pintanya.
HP2SK merupakan pihak ketiga dan melakukan kerjasama melalui kontrak. Dengan kontrak ini tentu mampu melakukan atau membantu mengeksekusi program-program pemerintah. “Berikan pihak ketiga ini tanggungan jawab agar pemberdayaan masyarakat melalui dana-dana hibah kepada masyarakat bisa dijalankan,” tandasnya.
Ketua HP2SK NTT, Sufari Sutami menambahkan bahwa desain ini akan disampaikan kepada pemerintah daerah untuk didiskusikan dan disepakati. Program ini direncanakan dimulai dari Kabupaten Kupang, yang dikenal sebagai lumbung ternak.
"Kami ingin berkolaborasi dengan pemerintah dan kelompok peternak. Sistem ini tidak hanya mendukung pengembangan peternakan, tetapi juga menciptakan peluang ekonomi yang lebih besar bagi masyarakat," ujar Tono.
Jika sistem ini berhasil diterapkan, HP2SK berharap NTT tidak hanya dikenal sebagai penghasil sapi hidup, tetapi juga sebagai pusat pengolahan daging sapi.
Langkah ini diyakini akan membuka lapangan kerja baru, meningkatkan pendapatan masyarakat, dan mendongkrak PAD. “Program strategis ini sejalan dengan visi besar HP2SK untuk menjadikan NTT sebagai provinsi ternak yang maju dan mandiri. (cr6/gat/dek)