Dosen FPIK UKAW Dorong Kolaborasi Pengelolaan Sumber Daya Ikan

  • Bagikan
KULIAH UMUM. Dr. Beatrix M. Rehatta, Ahli Manajemen Sumber Daya Perikanan dan dosen FPIK UKAW Kupang tengah memberikan kuliah umum di UNITAL Dili, Timor Leste, Jumat (15/11).

Gelar Kuliah Umum di Unital Timor Leste

KUPANG, TIMEXKUPANG.FAJAR.CO.ID – Dalam upaya mempererat kerja sama antara Indonesia dan Timor Leste di bidang pengelolaan sumber daya perikanan, dosen Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK) Universitas Kristen Artha Wacana (UKAW) Kupang menggelar kuliah umum di Universidade Oriental Timor Lorosa’e (UNITAL) Dili, Timor Leste, Jumat (15/11).

Kuliah umum dihadiri para dosen dan mahasiswa Fakultas Teknologi Perikanan dan Ilmu Kelautan UNITAL dengan menghadirkan tiga pakar FPIK UKAW diantaranya Dr. Beatrix M. Rehatta, S.Pi, M.Si., Dr. Fanny Ginsel, S.Pi, M.Si., dan Dr. Ir. Welma Pesulima, MP.

Kegiatan ini bertujuan memperkuat kolaborasi dalam penelitian dan pendidikan guna mendukung pengelolaan sumber daya ikan secara berkelanjutan di wilayah perairan kedua negara.

Dalam paparannya, Dr. Beatrix M. Rehatta, ahli Manajemen Sumber Daya Perikanan, mengulas pentingnya kerja sama lintas batas untuk menjamin keberlanjutan sumber daya ikan dan pemanfaatannya.

“Sumber daya ikan ini melintasi perairan Indonesia dan Timor Leste. Dengan pengelolaan bersama, kita dapat menjaga keberlanjutan ekosistem laut dan mendukung kesejahteraan nelayan di kedua negara,” ujar Dr. Beatrix.

Doktor lulusan Program Studi Pengelolaan Sumber Daya Pesisir dan Laut, Institut Pertanian Bogor, menyampaikan topik kuliah umum tentang prospek kolaborasi pengelolaan perikanan lintas batas antara Indonesia dan Timor Leste di Selat Ombai.

Ia menyebut potensi sumber daya ikan di Selat Ombai dan dinamika pemanfaatannya memiliki peran yang penting sebagai jalur perlintasan sumber daya ikan yang melakukan ruaya dari perairan Laut Banda dan Laut Flores menuju ke Laut Sawu dan terus hingga ke Samudera Hindia, atau sebaliknya.

Dalam perjalanan ruaya, sumber daya ikan tersebut melintasi perairan Indonesia dan Timor Leste, dan dimanfaatkan oleh nelayan setempat. “Untuk itu perlu adanya kerjasama antara Indonesia dan Timor Leste dalam pengelolaan bersama guna menjamin keberlanjutan sumber daya ikan dan pemanfaatannya,” ungkapnya.

Dr.Fanny Ginsel, ahli bidang Biologi Perikanan ini juga membeberkan terkait ikan sebagai sumber daya yang dapat dipanen oleh manusia.

Menurut doktor lulusan Universitas Diponegoro Semarang itu, berdasarkan hasil kajian sumber daya ikan pelagis kecil di alur ruaya lintas batas antara Indonesia dan Timor Leste di Selat Ombai, diketahui bahwa ikan terbang merupakan salah satu jenis ikan yang penting dan menjadi target penangkapan nelayan di wilayah perbatasan Indonesia dan Timor Leste.

Ikan terbang termasuk ikan dengan keanekaragaman jenis yang tinggi, di perairan dunia terdapat sekitar 71 jenis dan hal ini mengakibatkan kesulitan dalam proses identifikasi secara morfologi karena memiliki kemiripan yang hampir sama.

Hasil penelitian ikan terbang yang tertangkap di perairan Selat Ombai dan diidentifikasi menggunakan penanda COI, terdapat 4 jenis.

Lebih lanjut Dr. Fanny Ginsel menegaskan bahwa karena berada dalam satu perairan yang sama biasanya terjadi transfer genetik atau konektivitas genetik dalam individu ikan terbang.

Ahli Teknologi Pengolahan Ikan dan juga alumni doktoral Universitas Padjajaran Bandung, Dr. Welma Pesulima, menyampaikan topik kuliah umum tentang Food Safety and Security.

Dalam paparannya Welma Pesulima menyampaikan bahwa Food Safety and Security khususnya untuk hasil perikanan, harus menjadi perhatian khusus mulai dari pasca penangkapan maupun pasca panen, karena hasil perikanan termasuk jenis makanan yang mudah mengalami kerusakan (perishable food).

Selain mengandung protein hewani yang cukup, ikan segar memiliki kadar air kurang lebih 70-80%, sehingga ketika ikan mati dengan kondisi kadar air yang tinggi, akan mempercepat proses perubahan biokimiawi, dan aktivitas bakteri yang mengubah protein menjadi senyawa yang mudah menguap dan menyebabkan penurunan kualitas atau mutu ikan segar.

Untuk itu, upaya awal penanganan ikan setelah mati, adalah menurunkan suhu ikan dengan pengesan, hal ini sangat penting karena dengan menurunkan temperatur ikan segar setelah ditangkap atau dipanen menjadi 0-4.4ºC, maka proses pertumbuhan mikroba dapat dihambat.

Lebih lanjut Dr. Welma Pesulima menyampaikan bahwa upaya penurunan temperatur ikan harus menjadi perhatian khusus baik oleh para nelayan, pembudidaya, pengecer, pengumpul maupun para distributor ikan segar, sehingga ketika tiba di tangan konsumen, atau industri pengolahan, ikan masih tetap berada pada kualitas prima.

“Food safety and security diterapkan pada industri pengolahan skala rumah tangga maupun pada skala industri menengah dan besar, maka produk hasil perikanan dalam bentuk segar, maupun olahan, akan menjadi makanan yang sehat, aman untuk dikonsumsi, sehingga motto “Prime Quality From Sea /Field to Table” menjadi kenyataan, sekaligus merupakan upaya perlindungan konsumen, dalam hal mengkonsumsi produk hasil perikanan yang sehat, aman dan berkualitas,” terangnya.

Dekan Fakultas Teknologi Perikanan dan Ilmu Kelautan UNITAL, Dr. Mateus Salvador dalam sambutannya saat membuka kegiatan kuliah umum menyambut baik terlaksananya kuliah umum tersebut.

Ia menyebut bahwa kuliah umum ini menjadi penting dalam berbagi ilmu pengetahuan dan membangun kemitraan antara UNITAL dan UKAW Kupang. Kegiatan kuliah umum ini sebagai tindak lanjut MoU antara UNITAL dan UKAW yang telah disepakati bersama.

“Harapannya semoga kerjasama riset, pengabdian dan pendidikan yang melibatkan dosen dan mahasiswa UNITAL dan UKAW dapat ditingkatkan di masa yang akan datang,” pungkasnya. (cr6/thi/dek)

  • Bagikan