Burnout atau kelelahan mental akibat pekerjaan telah menjadi isu kesehatan mental yang serius di era modern. Di tengah tekanan untuk terus produktif, banyak karyawan merasa terjebak dalam siklus kerja yang tak berkesudahan. Fenomena ini tidak hanya memengaruhi kesehatan individu, tetapi juga produktivitas organisasi secara keseluruhan.
dr.Alce Apri Feranita Suki, yang kini mengabdi di puskesmas Nimasi, Kabupaten TTU, menjelaskan, bahwa menurut laporan terbaru dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), burnout telah dikategorikan sebagai fenomena yang terkait dengan pekerjaan dalam International Classification of Diseases (ICD-11).
Dokter Alce katakan bahwa burnout didefinisikan sebagai sindrom yang muncul akibat stres kronis di tempat kerja yang tidak berhasil dikelola. Sindrom ini ditandai dengan tiga gejala utama:
"Perasaan kelelahan fisik dan emosional yang berlebihan, Sikap sinis atau merasa terpisah dari pekerjaan, dan Penurunan kemampuan profesional atau kinerja kerja," ujarnya.
Dia mengatakan, adapun beberapa faktor pemicu burnout, sebuah survei yang dilakukan oleh lembaga riset independen, Workforce Mindset Research, pada 2024, menunjukkan bahwa 72 persen responden mengaku mengalami tanda-tanda burnout dalam setahun terakhir.
Beberapa faktor utama yang disebutkan meliputi: beban kerja yang berlebihan, Banyak karyawan menghadapi target yang tidak realistis, Kurangnya dukungan sosial, Relasi yang buruk antara karyawan dan atasan memperburuk situasi, Ketidakseimbangan kerja-hidup, Budaya "bekerja kapan saja, di mana saja" menciptakan tekanan konstan.
Dampak Burnout pada Organisasi Dari sisi perusahaan, burnout membawa kerugian yang besar. Data dari Asia Corporate Wellness Forum menunjukkan bahwa perusahaan-perusahaan di Asia kehilangan lebih dari $1 miliar per tahun akibat absensi, rendahnya produktivitas, dan tingginya tingkat pergantian karyawan yang disebabkan oleh burnout.
Beberapa cara mengatasi dan mencegah burnout di tempat kerja antara lain; Menciptakan keseimbangan kerja-hidup, Perusahaan dapat menerapkan kebijakan kerja fleksibel, Memberikan dukungan emosional, Membuka akses konseling dan pelatihan manajemen stres , Meningkatkan komunikasi dimana dialog terbuka antara atasan dan bawahan dapat membantu mengidentifikasi masalah lebih awal.
Burnout di tempat kerja adalah tantangan besar bagi karyawan dan organisasi. Solusi untuk masalah ini membutuhkan pendekatan yang holistik, melibatkan perubahan budaya kerja, dukungan psikologis, dan komitmen dari perusahaan untuk menciptakan lingkungan kerja yang sehat.
"Sebagai masyarakat, kita harus lebih sadar akan pentingnya menjaga kesehatan mental, karena tanpa itu, kesejahteraan fisik dan produktivitas jangka panjang tidak dapat tercapai. Kerja keras boleh, tapi jangan sampai lupa untuk menjaga Kesehatan mental," pungkasnya. (thi/dek)