KUPANG, TIMEXKUPANG.FAJAR.CO.ID- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dukungan program pemerintah untuk pembangunan dan penyediaan rumah bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR), dan masyarakat luas untuk memiliki rumah, yang sekaligus akan mengerakkan dan meningkatkan pertumbuhan di sektor perumahan dan konstruksi dan berdampak pada peningkatan pertumbuhan ekonomi.
Bentuk dukungan OJK yang telah dilakukan, termasuk menyampaikan surat pada perbankan dan Lembaga Jasa Keuangan (LJK) lainnya, agar dapat mendukung perluasan pembiayaan rumah bagi MBR.
Dalam Konferensi Pers secara online, yang diikuti dari Kantor OJK Provinsi NTT, Selasa (14/1), Ketua Dewan Komisioner OJK, Mahendra Siregar mengatakan,
OJK memberikan ruang bagi LJK untuk mengambil kebijakan pemberian kredit, dan pembiayaan berdasarkan penerapan manajemen resiko, yang sesuai dengan risk appetite dan pertimbangan bisnis.
Mahendra berkata, terkait kebijakan yang mendukung sektor perumahan yakni, kualitas KPR dapat dinilai hanya berdasar ketepatan pembayaran sesuai PJOK 40 tahun 2019, tentang penilaian kualitas aset bank umum, penetapan kualitas aset produktif untuk debitur dengan plafon hingga Rp5 milliar, yang dapat dilakukan berdasar ketepatan pembayaran pokok atau bunga atau dikenal satu pilar, juga dapat diberlakukan untuk KPR, pemberlakuan penilaian kualitas aset bersifat lebih longgar, dibanding kredit lainnya dimana bank menilai dengan tiga pilar yakni prospek usaha, kinerja debitur dan kemampuan membayar.
"Pemanfaat aturan dari PJOK 40 ini, maka pemberian untuk debitur sampai Rp.5 milliar hanya menggunakan satu pilar," kata Mahendra.
KPR dapat dikenakan bobot resiko yang rendah dan ditetapkan secara granular, dalam penghitungan aset tertimbang menurut resiko, untuk resiko kredit atau aktiva tertimbang menurut risiko (ATMR) kredit, sesuai dengan Surat Edaran (SE) OJK nomor 24 tahun 2021 tentang perhitungan ATMR untuk resiko kredit dengan pendekatan standar bagi bank umum.
Kredit untuk properti rumah tinggal, dapat dikenakan bobot resiko ATMR kredit yang rendah dibandingkan kredit lainnya seperti kredit pada korporasi, dalam ketentuan itu bobot resiko ditetapkan secara granular, dengan bobot terendah sebesar 20persen berdasar rasio loan to value, sehingga perbankan memiliki ruang permodalan yang lebih besar untuk menyalurkan KPR selanjutnya.
Sementara untuk dukungan dari sisi pendanaan bagi pengembang perumahan, maka larangan pemberian kredit pengadaan pengolahan tanah telah dicabut sejak 1 Januari 2023, OJK beri keleluasaan bagi pengembang perumahan untuk peroleh pembiayaan dari perbankan, guna melakukan pengadaan atau pengolahan tanah yang sebelumnya dilarang. OJK juga menerbitkan instrumen dukungan likuiditas untuk penyediaan pembiayaan perumahan, Efek Beragun Aset Surat Partisipasi atau EBA SP.
Dengan dicabutnya larangan itu, kaya dia, bank diimbau agar lebih menekankan pada penerapan manajemen resiko yang baik. Selain itu, secara khusus, berkaitan dengan Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK), berisi informasi yang bersifat netral dan bukan merupakan informasi daftar hitam atau black list, SLIK digunakan untuk meminimalisir asimetri information dalam rangka memperlancar proses pemberian kredit dan pembiayaan dan penerapan manajemen resiko oleh LJK.
"SLIK yang kredibel sangat diperlukan dalam menjaga iklim investasi di Indonesia, penggunaan SLIK dalam proses pemberian kredit atau pembiayaan perumahan, merupakan salah satu informasi yang digunakan dalam analisis kelayakan calon debitur, bukan satu satunya faktor yang menentukan dalam pemberian kredit dan pembiayaan itu," ujarnya.
Dia mengungkapkan bahwa tidak terdapat ketentuan OJK yang melarang pemberian kredit atau pembiayaan bagi debitur, yang memiliki kredit dengan kualitas non lancar, termasuk apabila akan dilakukan penggabungan fasilitas kredit atau pembiayaan lain, khususnya dengan nominal kecil.
Hal ini di buktikan dengan praktek yang telah dilaksanakan LJK berdasar angka Nov ember 2024, tercatat 2,35juta rekening kredit baru yang diberikan LJK pada debitur yang sebelumnya memiliki kredit non lancar berdasar hasil dalam SLIK.
OJK juga melakukan persiapan kanal pengaduan khusus kontak 157, berbagai pengaduan terkait dengan proses pengajuan KPR untuk MBR termasuk kemungkinan laporan mengenai adanya surat keterangan lunas dari kredit pembiayaan di LJK lainnya, yang mungkin datanya terlambat.
Dalam penanganan pengaduan juga secara menyeluruh dan efektif akan dibentuk satgas khusus bersama Kementrian Perumahan dan Kawasan Pemukiman dan stakeholder lainnya,
Sementara itu, Kepala OJK NTT, Japermen Manalu menjelaskan, program 3 juta hunian sebagai program pemerintah mendapat dukungan OJK, hal ini khusus di NTT, OJK akan bekerjasama dan berkoordinasi dengan HIMBARA dalam berbagai proses kredit dan pembiayaan jika terdapat kendala atau hal - hal yang merugikan konsumen dari LJK.
"Kami, OJK tetap membuka ruang untuk apabila ada konsumen yang dirugikan, nanti segera kami koordinasikan dengan HIMBARA,"kata Japermen.
Terpisah, Ketua DPD Real Estate Indonesia (REI) Provinsi NTT, Bobby Pitoby, menjelaskan, program nasional 3 juta hunian setiap tahun dibagi menjadi dua fokus yakni 1 juta unit rumah di wilayah perkotaan dan 2 juta unit lainnya di wilayah pedesaan.
"3 juta hunian tiap tahun pada kepemimpinan Presiden RI, Prabowo, difokuskan pada 1 juta unit di perkotaan dan 2juta unit lainnya di wilayah pedesaan," ungkap Bobby.
Untuk 1 juta unit perkotaan melalui program Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan untuk karyawan swasta (FLPP) dan MBR serta program Tabungan Perumahan Rakyat yang digunakan untuk pembiayaan perumahan (Tapera) bagi ASN.
"Namun sejauh ini teknisnya masih dibahas, pada prinsipnya REI NTT siap mendukung program ini, dengan sumber daya yang ada," pungkasnya. (thi/dek)