KUPANG, TIMEXKUPANG.FAJAR.CO.ID- Ikatan Bidan Indonesia (IBI) Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) bersama Unicef Wilayah NTT dan NTB serta Pemerintah Kota (Pemkot) Kupang menggelar pertemuan diseminasi TB anak dengan tokoh masyarakat. Kegiatan ini digelar di Hotel Sotis, Senin (20/1).
Kegiatan ini dihadiri oleh Penjabat (Pj) Wali Kota Kupang, Linus Lusi, Kepala Kantor Unicef Perwakilan NTT dan NTB, Yudistira Yewangoe dan 13 Kepala UPTD Puskesmas serta para camat dan lurah se-Kota Kupang.
Pada kesempatan itu, Linus Lusi menjelaskan bahwa sebaran kasus TBC di Kota Kupang, berdasarkan kecamatan, untuk Kecamatan Maulafa sebanyak 171 kasus, Kelapa Lima 167 kasus, Oebobo sebanyak 166 kasus, Alak 134 kasus, Kota Raja 93 kasus dan Kecamatan Kota Lama sebanyak 68 kasus.
Linus Lusi mengatakan bahwa kegiatan yang digelar ini merupakan momen yang sangat penting. Terutama dalam upaya meningkatkan kesadaran masyarakat tentang penyakit TBC. Sebab, TBC adalah sebuah masalah kesehatan yang memerlukan perhatian serius dari seluruh pihak.
"Sebagai salah satu kota yang terus berkembang, Kupang menghadapi tantangan kesehatan yang kompleks, termasuk penanganan dan pencegahan TBC. TBC adalah penyakit menular yang disebabkan oleh kuman mycobacterium tuberculosis," ujarnya.
Dia menjelaskan, hingga saat ini, penyakit ini masih menjadi tantangan besar, baik di tingkat nasional maupun global. Berdasarkan global TB report 2022, insidensi TBC di Indonesia mencapai 354 per 100.000 penduduk. Data ini jauh di atas target 321 per 100.000 penduduk.
Bahkan, Indonesia menempati peringkat kedua setelah India, dengan 969.000 kasus TBC dan 144.000 kematian per tahun. Kondisi ini turut meningkatkan risiko infeksi laten TBC (ILTB) di tengah masyarakat.
Di Provinsi NTT, kata dia, kasus TBC juga menjadi perhatian serius. Berdasarkan data terbaru, Kota Kupang menduduki peringkat kedua dengan jumlah kasus TBC anak terbanyak setelah kabupaten Sumba Barat Daya. Sehingga, tantangan ini memerlukan kolaborasi dari semua pihak, terutama tokoh masyarakat yang memiliki peran strategis dalam memberikan edukasi dan mendorong deteksi dini di komunitasnya.
Linus Lusi mengatakan, Pemkot Kupang melalui Dinas Kesehatan terus berkomitmen dalam program penanggulangan TBC. Upaya yang telah dilakukan pemerintah Kota Kupang, antara lain, pelatihan skrining TBC bagi tenaga pendidik di satuan Paud, SD, dan SMP, kerja sama dengan Unicef dan IBI Provinsi NTT untuk meningkatkan pengetahuan tentang TBC pada anak.
"Perlu penguatan peran Puskesmas dalam deteksi dini dan pengobatan TBC. Namun demikian, upaya pemerintah tidak akan berhasil tanpa ada dukungan dari semua pihak, termasuk tokoh masyarakat. Karena itu, saya mengajak kita semua untuk terus meningkatkan kepedulian terhadap penanganan TBC, karena penanggulangan TBC bukan hanya tanggung jawab pemerintah, melainkan tanggung jawab kita bersama," ungkapnya.
Apalagi, sambungnya, masih ada tantangan yang harus dihadapi bersama, seperti stigma terhadap penderita TBC dan rendahnya cakupan skrining TBC pada anak.
Sementara Kepala Kantor Unicef Perwakilan NTT dan NTB, Yudistira Yewangoe mengatakan, TBC merupakan masalah yang sangat serius. Secara global, TBC sudah membunuh banyak orang dan Indonesia merupakan negara kedua dengan kasus TBC tertinggi di dunia.
Yudistira menjelaskan, di Provinsi NTT, Kota Kupang menjadi nomor dua dengan kasus TBC tertinggi. Masalah TBC bukan hanya menjadi perhatian dari Dinasti Kesehatan saja, tetapi menjadi perhatian semua.
"Apa anak-anak merupakan kelompok rentan, apalagi anak-anak dengan kondisi gizi kurang, kurang gizi, HIV dan lainnya, itulah kenapa Unicef sebagai lembaga PBB, mendapatkan mandat untuk menjamin pemenuhan gak anak, untuk bisa hidup dan tumbuh besar dalam lingkungan yang sehat dan aman," kata dia.
Unicef juga memberikan dukungan terhadap program Presiden Prabowo Subianto. Tentunya deteksi dini menjadi sangat penting, deteksi dini dapat dilakukan jika semua paham caranya. TBC bukan suatu penyakit di suatu lingkungan tertentu, di usia tertentu atau di kalangan masyarakat dengan ekonomi tertentu, tetapi siapa saja bisa kena TBC.
"Kalau kita tidak tahu cara untuk mengidentifikasi dan mengenali gejala TBC, baik untuk diri sendiri dan orang lain, hal ini akan membahayakan orang-orang di sekitar dan yang kita sayangi. Unicef juga membantu untuk melakukan skrining di sekolah-sekolah, termasuk melatih guru untuk meng skrining anak didik, yang menunjukan gejala," jelasnya.
Yudistira menjelaskan bahwa upaya kolaborasi menjadi sangat penting dalam penanganan dan pencegahan TBC, termasuk para lurah, camat dan tokoh masyarakat, ini adalah salah satu upaya bersama, untuk lebih dini menemukan dan menangani anak-anak yang terkena TBC.
"Dengan bekerja bersama-sama, kita memastikan bahwa generasi penerus kita bisa hidup dan tumbuh dalam lingkungan yang sehat dan aman," pungkasnya.
Sedangkan itu, Ketua IBI Provinsi NTT, Damita Pelalangan mengatakan, tujuan kegiatan ini adalah untuk bersama-sama dengan pemerintah untuk memberikan perhatian kepada masyarakat yang terkena TBC, untuk ditangani. Masalah ini bukan hanya masalah orang kesehatan saja, namun masalah semua yang terkait.
"Kita meminta dukungan dari Pemkot Kupang karena Kota Kupang merupakan daerah ke dua di NTT dengan kasus TB pada anak terbanyak," jelasnya.
Dia menjelaskan, pertemuan ini berbicara tentang penemuan kasus, deteksi dini dan pengobatan. Para camat dan lurah juga dilibatkan, agar dalam penganggaran juga diperhatikan, agar dapat dilakukan monitoring.
"Karena yang paling dekat dengan masyarakat adalah para lurah dan camat. Mereka adalah mata, telinga dan yang paling dekat dengan masyarakat, jadi diharapkan mereka yang bisa memantau, agar penemuan kasus bisa lebih banyak, untuk diobati," jelasnya.
Jika diobati sampai tuntas, maka risiko untuk menularkan ke orang lain lebih ditekan atau diminimalisir. Pemateri dalam acara ini adalah Penjabat Wali Kota Kupang, Dinas Kesehatan Kota Kupang, Ikatan Dokter Anak Indonesia Wilayah Provinsi NTT dan pemateri lainnya. (thi/gat/dek)