Kasus Besar, Lembaga Anti Rasuah Bisa Tangani Bersama Kejagung
JAKARTA, TIMEXKUPANG.FAJAR.CO.ID - Persoalan pagar laut di Pantai Indah Kapuk 2 (PIK 2) makin berkembang. Jumat (31/1) mantan pimpinan KPK dan Koalisi Masyarakat Sipil melaporkan dugaan korupsi dalam penetapan proyek strategis nasional (PSN) PIK 2.
Mereka tiba pukul 10.20 di gedung KPK, jalan Rasuna Said. Tampak dua mantan pimpinan KPK yakni, Abraham Samad dan Mochammad Jasin. Selain itu, mantan sekretaris BUMN Said Didu, Ketua Riset LBH-AP Muhammadiyah Ghufron dan Ketua Perhimpunan Hukum dan Hak Asasi Manusia PBHI Julius Ibrani.
Setelah hampir satu jam, mereka keluar dari gedung KPK. Mereka ditemui oleh Wakil Ketua KPK Fitroh Rochyanto, Ibnu Basuki dan Ketua KPK Setyo Budiyanto. Abraham Samad menuturkan, telah berdiskusi dengan pimpinan lembaga antirasuah terkait dugaan korupsi penetapan PSN PIK 2.
“Kami minta KPK lebih serius melakukan investigasi proyek ini karena kuat dugaan terjadi korupsi dalam penetapannya,” tuturnya.
Bahkan, lanjut dia, telah dilakukan collecting data terhadap dugaan korupsi tersebut. Kalau memang KPK membutuhkan, pihaknya akan memberikan kepentingan penanganan kasus korupsi.
Menurut Samad, komisi anti korupsi tidak perlu takut untuk memanggil orang yang selama ini merasa paling kuat, yakni Aguan. “Tidak boleh ada orang yang secara individu mengatur negara ini, secara individu mengatur presiden,” terangnya.
Kasus tidak hanya soal penetapan PSN PIK 2, namun juga penerbitan sertifikat tanah di laut.
Sementara, Mantan Wakil Ketua KPK, M Jasin mengatakan, PSN PIK 2 itu merupakan kerugian negara. Sebab, sesuai Undang-Undang Dasar (UUD) 1945, tanah, air dan udara dikuasai negara sebesar-besarnya untuk kesejahteraan rakyat. “Bukan hanya pelanggaran UUD, bisa juga Pasal 2 UU Tipikor, di mana koruptor dihukum mati dengan kondisi tertentu. Misalnya, karena melampaui batas," tegasnya.
Apalagi, lanjut Jasin, Kejagung telah melakukan penyidikan kasus tersebut. Namun, kondisi itu tidak masalah. KPK bisa melakukan penyidikan di titik lainnya. “Dengan kasus besar semacam ini, tentu bisa ditangani bersama-sama. Kami akan terus mengawasi," paparnya.
Sementara itu, Koordinator Masyarakat Anti Korupsi (MAKI) Boyamin Saiman menuturkan, pihaknya mendukung proses hukum yang dilakukan Kejagung dalam kasus penerbitan sertifikat tanah di laut. “Bahkan saya menemukan orang yang mengetahui bagaimana proses lahan itu menjadi sertifikat,” terangnya.
Menurut dia, awalnya lahan di Desa Kohod itu tanah timbul. Lalu, masyarakat membuat surat hak garap. “Nah, beberapa waktu lalu, surat hak garap itu dibeli borongan oleh seorang bos. Ada yang menolak, tapi surat hak garap itu malah sudah berpindah tangan. Yang akhirnya bisa menjadi sertifikat tanah,” ujarnya.
Sebelumnya, Menteri ATR/BPN Nusron Wahid menyebutkan, telah melakukan audit investigasi terkait penerbitan sertifikat tanah di laut tersebut. Hasilnya direkomendasikan mencabut lisensi kantor jasa survei berlisensi (KJSB). “Lalu, terdapat enam pegawai BPN yang dihentikan dari jabatannya dan dua pegawai mendapat sanksi berat," ujarnya. (idr/dio/jpg/ays/dek)