DPR Tunda Pembahasan Efisiensi Anggaran

  • Bagikan
Budi Sadikin

JAKARTA, TIMEXKUPANG.FAJAR.CO.ID - Pemerintah sedang melaksanakan penghematan anggaran. Salah satunya di Kementerian Kesehatan (Kemenkes).

Anggaran kemenkes kini dipangkas Rp 19,6 triliun. Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menyatakan, efisiensi itu mengakibatkan pemotongan anggaran untuk vaksin dan obat. “Tapi kami akan lihat realisasi sampai Juni,” ungkapnya, Senin (10/2).

Direktur Eksekutif Stop TB Partnership Indonesia Henry Diatmo menyayangkan kebijakan efisiensi anggaran belanja di kemenkes. Dia khawatir efisiensi itu berdampak negatif terhadap upaya penanganan tuberkulosis (TBC) di Indonesia dan memperlemah pencapaian target eliminasi TBC pada 2030.

Henry mengungkapkan, bisa saja efisiensi anggara itu mempengaruhi riset dan inovasi TBC, pengadaan alat, pengobatan berbasis Directly Observed Treatment Shortcourse (DOTS), serta kampanye kesadaran masyarakat.

“Sangat disayangkan pemangkasan anggaran yang begitu besar dalam waktu yang singkat, tentu akan berdampak pada banyak sektor pembangunan, termasuk upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia seperti dalam pemberantasan TBC,” ungkapnya.

Dia mengharapkan adanya transparansi dalam pengelolaan anggaran serta pelibatan masyarakat. Harapannya, semua pihak dapat bekerja sama dan berkolaborasi.

Terpisah, Menteri Koordinator Pemberdayaan Masyarakat (Menko PM) Muhaimin Iskandar menegaskan, efisiensi anggaran memang mutlak harus dilakukan. Upaya ini sebagai bagian dari adanya pemborosan anggaran yang tidak tepat sasaran.

“Soal nanti kebutuhannya melakukan berbagai revisi dan revitalisasi, itu proses,” ujarnya ditemui usai meninjau cek kesehatan gratis (CKG) di Puskesmas Ciater, Serpong, Tangerang Selatan, kemarin (10/2).

Dia mengakui, banyak protes yang muncul dari internal maupun eksternal. Karena itu, ia mengibaratkan efisiensi anggaran ini seperti menelan pil pahit. “Pil pahit itu pahit di awal, tapi pasti bermanfaat untuk negara. Semuanya harus terima,” papar pria yang akrab disapa Cak Imin tersebut.

Ia mengaku jadi salah satu pendukung utama kebijakan itu. Meski anggaran kementeriannya dipangkas sampai 50 persen. “Anggaran cuma Rp 130 miliar, kepotong separo. Tapi saya pikir bagus buat kita efisien dalam melangkah,” sambungnya.

Sementara itu, efisiensi anggaran tengah dikaji ulang. Indikasi itu terlihat dari adanya perintah penghentian sementara pembahasan anggaran oleh pimpinan DPR kepada komisi dengan para mitranya di legislatif.

Instruksi itu dikeluarkan Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad kepada pimpinan Komisi I sampai XIII DPR melalui surat bernomor B/1972/PW.11.01/2/2025 tertanggal 7 Februari.

Dalam surat itu, Dasco menyebut ada permohonan penundaan rapat pembahasan efisiensi anggaran dari Kementerian/Lembaga. Sebab, akan ada rekonstruksi anggaran dari pemerintah. "Maka, bersama ini diminta kepada pimpinan Komisi I sampai dengan Komisi XIII DPR untuk menunda pembahasan efisiensi anggaran mitra kerja," kata dia.

Terhadap komisi yang telah melakukan pembahasan efisiensi anggaran bersama mitra kerja, pimpinan DPR meminta melaksanakan rapat ulang. "Setelah mitra kerja mendapat anggaran rekonstruksi terbaru," kata Dasco. Politikus Gerindra itu menyebut, penundaan pembahasan anggaran akan berlangsung sekitar satu pekan.

Sementara itu, Direktur Kebijakan Publik Center of Economic and Law Studies (Celios) Media Wahyudi Askar memandang, adanya penundaan pembahasan efisiensi anggaran mencerminkan upaya pemerintah yang kurang matang dalam pengambilan kebijakan. ’’Jadi, akan ada kemungkinan nanti ke depan kebijakan yang diambil bisa kembali berubah. Dinamika kebijakannya terlalu cepat,’’ ujarnya dalam diskusi di Jakarta, kemarin (10/2).

Media melanjutkan, ketidakmatangan perumusan dan pengambilan kebijakan itu tentu akan membawa dampak. Salah satunya adalah kepercayaan investor yang akan menanamkan modalnya ke Indonesia. ’’Kalau kebijakannya tidak matang soal efisiensi anggaran, ini tentu akan melahirkan ketidakpastian,’’ imbuhnya.

Padahal, pemangkasan anggaran yang tidak efektif melalui Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2025 sebesar Rp 306,7 triliun merupakan langkah baik. Tetapi, jika tujuan utamanya adalah untuk memperbaiki struktur fiskal. Langkah itu juga membuka ruang untuk pembenahan kebijakan fiskal dengan mengarahkan anggaran kepada sektor-sektor yang lebih efektif dan tepat sasaran, serta mendorong efisiensi dalam sistem pemerintahan.

Menurutnya, efisiensi anggaran harus melalui proses akademik, teknokratik,  serta proses rasionalisasi yang jelas. Dia menyinggung anggaran pos-pos seperti DPR/MPR, maupun lembaga-lembaga penegak hukum. "Banyak anggaran DPR/MPR yang nggak masuk akal. Gorden, fasilitas, dan banyak lainnya. Kalau mau fair ya harusnya melakukan penghematan di DPR/MPR maupun lembaga-lembaga penegak hukum itu,’’ jelas Media. (far/dee/lyn/mia/oni/jpg/ays/dek)

  • Bagikan