Tuntutan Setengah Miliar Jadi Rp 10 Juta, Tergugat Tetap Tolak Bayar

  • Bagikan
JAWA POS HARMONI RETAK. (dari kanan) Wiyono, Sumarno, Yuni Setiawan, Mulyono dan Gondo di PN Magetan, Rabu (5/2).

Dari Gugatan terhadap Kades, Ketua BPD, Ketua RT dan Dua Bakul Sayur di Magetan

Para tergugat bersikukuh tak membayar tuntutan karena menganggap gugatan tidak lewat prosedur yang benar. Harmoni antartetangga jadi retak akibat kasus ini.

APRILITA SARI, Magetan

DULU hubungan Sulasmini sekeluarga dengan keluarga Bitner Santuri erat sekali. Tapi, gugatan yang dipicu perkara jualan sayur meretakkan harmoni itu.

”Dulu hubungan kami seperti keluarga. Kalau kami sesekali membeli dari pedagang sayur keliling, jumlahnya tidak seberapa dibandingkan saat berbelanja di toko istri Bitner,” jelas Sulasmini kepada Jawa Pos Radar Magetan (grup Timex), Senin (10/1).

Sulasmini ibu dari Yuni Setiawan, ketua RT 07 Desa Pesu, Kabupaten Magetan, Jawa Timur, satu di antara lima orang yang digugat Bitner. Empat tergugat lain adalah Kepala Desa Pesu Gondo, Ketua BPD Pesu Mulyono dan dua bakul (pedagang) sayur keliling, Sumarno serta Wiyono.

Bitner menggugat karena merasa dirugikan dengan aktivitas bakul sayur keliling yang mangkal dekat kios sayur tempat istrinya berjualan di desa yang masuk wilayah Kecamatan Maospati tersebut.

Dia meminta mereka mematuhi kesepakatan yang dibuat pada 2022. Gondo, Yuni dan Mulyono ikut digugat karena dianggap membiarkan pelanggaran.

Dalam sidang sebelumnya, Rabu (5/2) di Pengadilan Negeri Magetan, kedua pihak sama-sama mempertahankan pendapat. Bitner menyebut, dirinya sebenarnya tak pernah melarang semua pedagang sayur berjualan di lingkungannya.

Hanya Sumarno dan Wiyono yang digugatnya. Sebab, Bitner merasa keberatan dengan aktivitas berdagang sayur mereka yang menggunakan mobil pikap sehingga mengganggu usaha. Tapi, menurut dia, pendapatnya itu justru disalahartikan.

Menurut Bitner, Sumarno dan Wiyono ngetem di sekitar lingkungan tempat tinggalnya sejak pagi hingga siang. Kondisi tersebut tentu membuatnya merugi. ”Saya tidak pernah melarang. Hanya minta dituruti surat pernyataan bersama tahun 2022 yang berisi boleh berdagang di Desa Pesu, tapi pakai etika. Artinya, tidak mangkal. Tetapi, ternyata kesepakatan itu tidak mereka laksanakan,” paparnya.

Jangan Melebar ke SARA

Dalam sidang Rabu (5/2) pekan lalu, ratusan bakul sayur berdemonstrasi di depan Pengadilan Negeri (PN) Magetan untuk menunjukkan dukungan kepada kawan mereka yang digugat. Senin (10/2) Pemuda Batak Bersatu (PBB) Magetan Raya juga menyampaikan dukungan di hadapan Gondo.

Ketua PBB Magetan Raya Jaken Benediktus Sinurat menegaskan bahwa pihaknya prihatin atas kasus ini dan berharap sengketa dapat diselesaikan secara damai. ”Kedatangan kami ini untuk menyampaikan sikap resmi kepada Pemerintah Desa Pesu sekaligus memberikan dukungan kepada pedagang sayur yang digugat,” ujarnya.

PBB Magetan Raya juga berencana memberikan arahan kepada Bitner Sianturi agar mencabut gugatannya. Tapi, di sisi lain, dia juga memohon agar polemik ini tidak dikaitkan dengan isu SARA (suku, agama, ras dan antargolongan). ”Kasus ini murni permasalahan individu. Jangan sampai melebar ke isu lain yang dapat memperkeruh suasana,” katanya.

Gondo mengapresiasi dukungan tersebut dan menegaskan bahwa pihaknya tetap menghormati proses hukum yang sedang berjalan. Sidang selanjutnya dijadwalkan hari ini, Selasa (12/2) di PN Magetan.

”Kami tidak menyiapkan hal tambahan apa pun. Jalani saja sesuai prosedur,” katanya.

Gondo mengungkapkan, dalam mediasi sebelumnya, pihaknya tetap pada pendirian untuk tidak membayar tuntutan yang diajukan Bitner. Awalnya, penggugat menuntut kompensasi Rp 540 juta yang dihitung berdasar kerugian selama lima tahun terakhir.

Namun, dalam mediasi, tuntutan tersebut turun drastis menjadi Rp 10 juta. ”Meski tuntutan turun signifikan, kami tetap tidak akan membayar karena sejak awal tuntutan ini tidak melalui prosedur yang benar,” katanya.

Awan Subagyo, kuasa hukum Sumarno dan Wiyono, mengatakan, masyarakat atau Pemdes Pesu tidak pernah membuat aturan-aturan tentang berjualan.

”Jadi, memang sudah menjadi haknya jika orang mau berdagang. Sah-sah saja,” ungkap Awan seusai sidang pekan lalu.

Heru Riyadi Prasetyo, kuasa hukum tergugat lainnya, menyampaikan hal senada. ”Tidak ada peraturan desa yang melarang pedagang sayur keliling berjualan (di Desa Pesu),” ujarnya.

Sulasmini berharap ada jalan damai yang bisa ditempuh. ”Kalau bisa, lebih baik diselesaikan secara damai agar semuanya tenang,” katanya. (her/c19/ttg/jpg/ays/dek)

  • Bagikan

Exit mobile version