Saya Harap Ico Tahu Mamanya Tak Pernah Berhenti Mencari Dia

  • Bagikan
HILMI SETIAWAN/JAWA POS TERUS BERJUANG. Angelia Susanto (tiga kanan) dan Imelda Berwanty Purba (dua kiri) bersama ibu-ibu lain yang melaporkan kasus mereka ke layanan Lapor Mas Wapres di Jakarta, Selasa (11/2).

Lima Bulan setelah Pertimbangan Hukum MK, Angelia Susanto Belum Juga Bertemu sang Anak

Lima tahun setelah Ico diambil paksa sang ayah dan lima bulan setelah pertimbangan hukum MK memberi secercah harapan, Angelia Susanto tetap tak tahu di mana sang buah hati berada. ’’Red notice dari Interpol macet, apa saya harus ketemu Presiden Prabowo dulu ya,” katanya.

M HILMI SETIAWAN, Jakarta

ENRICO Johannes Susanto Carluen berusia 11 tahun pada 2025 ini. Tapi, sang ibu, Angelia Susanto, hanya bisa mereka-reka seperti apa buah hatinya tersebut sekarang.

Bahkan, dia tak bisa memastikan apakah Ico –sapaan akrab Enrico– masih hidup. Itu terjadi setelah lima tahun silam si buyung diambil paksa sang ayah yang merupakan warga Filipina, Teodoro Fernandez Carluen.

Kala itu, Ico menuju ke sekolah bersama sopir. Dalam perjalanan, mobil yang mereka naiki dipepet seseorang menggunakan motor besar. Pintu mobil dibuka paksa, lalu Ico dibawa lari. Saat itu Angel –panggilan Angelia– sudah bercerai dengan Teodoro dan pengadilan memberinya hak asuh anak.

Padahal, sebelumnya Angel tak pernah menutup akses Teodoro ke Ico. Sepekan atau dua pekan sekali, dia pasti mengajak Ico menemui sang ayah.

Sejak penculikan itu, Angel yang justru kehilangan jejak Ico. Secara berkala, dia mengecek ke kantor imigrasi untuk mengetahui apakah ada catatan perjalanan lintas negara atas nama anaknya.

’’Data-data anak saya (akta kelahiran) ada di saya. Tetapi, tidak tahu sekarang posisinya di mana,’’ tuturnya saat berkumpul di Kebon Sirih, Jakarta, bersama sejumlah ibu lain yang bernasib serupa setelah melaporkan kasusnya melalui layanan Lapor Mas Wapres, Selasa (11/2).

Proses di MK

Tahun lalu, Angel mengajukan gugatan uji materi Pasal 330 ayat (1) KUHP ke Mahkamah Konstitusi (MK). Gugatan itu dia ajukan bersama empat ibu lain yang bernasib serupa: Aelyn Hakim, Shelvia, Nur dan Roshan Kaish Sadaranggani.

Pasal 330 mengatur, barang siapa dengan sengaja mengambil anak dari pihak yang diputus berhak atas hak asuhnya akan dipidana penjara paling lama tujuh tahun. Angel meminta agar frasa ’’barang siapa’’ ditafsirkan tanpa terkecuali untuk ’’ayah dan ibu”.

Pelaporannya ke Polda Metro Jaya juga membuahkan nama sang suami masuk daftar pencarian orang (DPO).

MK dalam putusannya menolak karena menganggap bukan normanya yang salah, melainkan implementasi oleh aparat yang keliru. Dalam pertimbangan hukumnya, MK menegaskan, ibu atau ayah yang melakukan pengambilan paksa anak dapat dianggap sebagai tindak pidana. Sebab, frasa ’’barang siapa’’ dalam Pasal 330 KUHP sudah bersifat umum. Mencakup semua orang, termasuk ayah atau ibu kandung anak.

Dalam hal ini, kata hakim MK Arief Hidayat, sepanjang perbuatan tersebut memenuhi unsur pidana, pengambilan paksa oleh ayah atau ibu termasuk dalam Pasal 330 ayat (1) KUHP. ’’Harus terdapat bukti bahwa kehendak untuk mengambil anak tanpa seizin orang tua pemegang hak asuh benar-benar datang dari pelaku,’’ imbuhnya.

Pertimbangan hukum MK itu memberikan secercah harapan kepada Angel. Apalagi, laporannya ke Polda Metro Jaya juga berbuah masuknya nama sang suami dalam daftar pencarian orang.

’’Tetapi, sampai sekarang red notice Interpol (peringatan internasional untuk mencari dan menahan sementara seseorang yang dicari, red) masih macet. Apa saya harus ketemu Presiden Prabowo (Subianto) dulu ya,’’ tuturnya.

Pengalaman Ibu Lain

Anak Imelda Berwanty Purba juga pernah mengalami parental abduction atau penculikan oleh suami/istri atau mantan suami/istri serupa Ico. Jelang Natal 2015, dalam kondisi dia mengandung anak kedua, sang suami yang pernah melakukan kekerasan dalam rumah tangga kepadanya menculik anak pertama yang ketika itu berumur 13 bulan.

Setelah melalui perjuangan berliku selama dua tahun, termasuk lewat jalur hukum, akhirnya sang buah hati kembali ke pelukannya. Meski demikian, dampak peristiwa itu membekas.

’’Anak saya tadinya bocah yang periang. Tapi, setelah dua tahun hidup bersama si ayah, dia jadi cenderung pendiam dan kerap ketakutan ketika ada suara-suara asing. Saya terharu di malam pertama bisa tidur dengan dia, saya langsung dipeluk,’’ tuturnya secara virtual para ibu yang anaknya mengalami parental abduction.

Dalam acara yang sama, Ketua Lembaga Perlindungan Anak di Indonesia Seto Mulyadi mengatakan kerap membantu para ibu yang senasib Angel dan Imelda.

’’Dampak pengambilan paksa itu sangat negatif pada anak. Psikologis maupun emosional,” katanya.

Angel mengaku tak akan pernah menyerah mencari Ico. Bagi Angel, buah hatinya itu mukjizat dari Tuhan. Dia mengandung Ico setelah menunggu usia pernikahan 12 tahun dan melalui dua kegagalan program bayi tabung.

’’Saya berharap Ico tahu mamanya tak pernah berhenti berjuang mencari dia,” katanya. (c7/ttg/jpg/ays/dek)

  • Bagikan

Exit mobile version