Koalisi Masyarakat Sipil Antikorupsi Laporkan Dugaan Korupsi

  • Bagikan
SALMAN TOYIBI/JAWA POS BERI KETERANGAN. Divisi Korupsi Politik Indonesia Corruption Watch Seira Tamara (kiri), Perwakilan Themis Indonesia Feri Amsari (tengah), perwakilan Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi Kahfi Adlan Hafiz (kanan).

Terkait Pelaksanaan Retret Kepala Daerah

JAKARTA, TIMEXKUPANG.FAJAR.CO.ID - Koalisi Masyarakat Sipil Antikorupsi melaporkan dugaan korupsi terkait pelaksanaan pembekalan atau retret kepala daerah di Lembah Tidar, Akademi Militer, Magelang, Jawa Tengah. Pelaksanaan retret kepala daerah di Akmil Magelang dinilai tidak sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Dasar dan Undang-undang Pemerintahan Daerah.

"Kita menduga bentuk pembinaan dan pendidikan kepala daerah tidak sesuai dengan apa yang ditentukan Undang-undang Pemerintahan Daerah, karena tidak ada nuansa semi militernya. Itu kecurigaan awalnya," kata aktivis antikorupsi, Feri Amsari di gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Jumat (28/2).

Feri mengungkapkan, pihaknya melakukan penelusuran terkait dugaan kejanggalan retret kepala daerah. Ia menyebut, adanya konflik kepentingan dari penyelenggaraan tersebut.

"Teman-teman peneliti dilakukan penelusuran, penelitian yang memperlihatkan beberapa kejanggalan. Salah satunya penunjukkan PT Lembah Tidar Indonesia yang merupakan perusahaan yang punya korelasi dengan kekuasaan," ucap Feri.

Feri juga mengungkapkan bahwa proses pengadaan barang dan jasa retret kepala daerah juga tidak mengikuti standar tertentu yang sebenarnya. Padahal, pengadaan itu harus dilakukan secara terbuka.

"Kita merasa janggal misalnya perusahaan PT Lembah Tidar Indonesia ini perusahaan baru. Dan dia mengorganisir program yang sangat besar se-Indonesia. Padahal dalam proses pengadaan barang dan jasa ada prinsip kehati-hatian," tegas Feri.

Sementara, peneliti KontraS Ahmad Sajali menyatakan, rentret kepala daerah merupakan bentuk-bentuk yang meninggalkan semangat-semangat reformasi. Ia menyebut, pelaksanaan retret kepala daerah merupakan remilitarisasi.

"Karena secara geografis lokasinya berada di pos-pos militer yang sangat erat kaitannya dengan apa yang kita sebut dulu Orde Baru gitu ya," ungkap Sajali.

Ia menuturkan, selain ada fenomena mengumpulkan kepala daerah juga ada rencana untuk mengumpulkan hakim agung. Ia menenkankan, itu juga merupakan bentuk-bentuk untuk konsolidasi kekuasaan yang tujuannya bertentangan dengan keperluan-keperluan atau kepentingan rakyat.

"Kemudian juga kita bisa melihat bahwa bentuk-bentuk dari adanya sentralisasi ya, melawan amanat reformasi yakni desentralisasi autonomi daerah di sejak reformasi 98. Ini juga menunjukkan bagaimana inginnya, hasratnya sangat tinggi dari pemerintahan Prabowo Subiyanto dan Gibran Rakabumingraka untuk akhirnya bisa melaksanakan program-program mereka," pungkasnya. (jpc/ays/dek)

  • Bagikan