Perlu Kewaspadaan Lebih dari Masyarakat

  • Bagikan
IST BUAYA. Tampak seekor buaya jantan dengan panjang 2,4 meter yang muncul diperairan Desa Manusak, Kecamatan Kupang Timur dan sempat meresahkan warga sekitar namun telah ditangkap tim BBKSDA NTT pada Selasa(25/2)

Ketika Konflik Manusia dan Buaya di Wilayah Kabupaten Kupang Terus Terjadi

Baru berselang dua minggu sejak kejadian konflik buaya di Suaka Margasatwa Danau Tuadale, Desa Lifuleo, Kecamatan Kupang Barat, Kabupaten Kupang. Konflik kali ini menimpa Jiky Orlando Benu, 27, yang terjadi pada 10 Februari lalu. Kini, kejadian yang sama kembali terulang.

IMRAN LIARIAN, Kupang

KORBAN akibat konflik buaya dengan manusia kali ini yakni Yafet Maak. Pria kelahiran Batululi pada 22 Desember 1974 silam ini diserang buaya saat dirinya sedang asyik memanah ikan.

Kronologisnya kejadian ini terjadi pada Jumat (28/2) sekira pukul 23.55 Wita. Korban keganasan reptil buas ini ternyata merupakan warga Desa Sumlili tepatnya di RT 11/RW 06, Kecamatan Kupang Barat, Kabupaten Kupang.

Saat itu, Yafet Maak sedang memanah ikan di Danau Tuadale. Tiba-tiba saja ia diserang oleh seekor buaya. Saat berjalan di tepi danau dengan kedalaman air setinggi betis orang dewasa, tiba-tiba seekor buaya sepanjang kurang lebih 4 meter muncul di depannya dan langsung menyerangnya.

Korban sempat ingin melarikan diri, namun buaya tersebut langsung menggigit tumit, betis, lalu paha kanan bagian belakang, korban sempat berusaha melepaskan gigitan buaya. Namun, pergelangan tangan kanan korban juga digigit.

Korban bahkan sempat diseret ke dalam danau yang airnya lebih dalam, namun korban terus melawan dan berteriak minta tolong.

"Beruntung dia (korban) berhasil lepas dari gigitan buaya setelah teman korban yang berada sekitar 20 meter dari lokasi kejadian tiba dan memukul kepala buaya tersebut dengan kayu," kata Kepala Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) NTT, Arief Mahmud pada Minggu (2/3).

Selanjutnya, korban dilarikan ke permukiman warga di Desa Sumlili oleh temannya dan pihak keluarga korban langsung membawa korban ke Rumah Sakit Ben Mboi, Kupang. Suaka Margasatwa Danau Tuadale merupakan habitat lahan basah yang merupakan danau, hutan bakau, hutan pantai.

Selain pada bagian danau, area berair terdapat bagian lokasi yang merupakan saluran air yang terhubung ke laut. Sehingga, terdapat lokasi berair yang terjadi saat musim hujan atau kondisi pasang dengan kondisi area yang bervegetasi.

Buaya masuk pada lokasi ini dan tinggal di wilayah berair, namun dapat dengan mudah berpindah tempat ke lokasi lain melalui saluran air ke laut.

"Dalam catatan BBKSDA NTT, Yafet Maak merupakan korban ke-60 selama 6 tahun terakhir sejak tahun 2019 hingga awal tahun 2025," ungkapnya.

Catatan BBKSDA NTT hingga saat ini, sebanyak 31 orang telah meninggal dan 29 orang luka hingga cacat akibat diserang buaya.

Terdapat beberapa lokasi danau, maupun daerah berair lain, baik pada bagian kawasan hutan Suaka Margasatwa Danau Tuadale, merupakan wilayah Desa Lifuleo, maupun pada lokasi di sekitar Suaka Margasatwa yang termasuk dalam wilayah Desa Sumlili Kecamatan Kupang Barat.

Angka korban konflik manusia dengan buaya di wilayah ini cukup tinggi. Sejak tahun 2019 tercatat setidaknya 9 kejadian yang menyebabkan jatuhnya korban.
Pertama, tanggal 17 Maret 2021, Donald Loudowic Fattu, 27, digigit buaya saat memotong pohon bakau yang menyebabkan korban harus dilakukan enam jahitan pada pergelangan kaki.

Kedua, tanggal 28 Maret 2021, Hamsah Y. Ndun, 35, diserang buaya saat sedang memanah ikan. Korban mengalami luka pada perut, punggung, tangan dan kepala mendapat 40 jahitan.

Ketiga, tanggal 4 April 2022, Christian Tuy, 62, menjadi korban saat menangkap ikan dengan pukat. Korban menderita 2 luka sobek pada tangan kanan.

Empat, tanggal 7 Desember 2022, Shandra Aprilia Leneng,18, Korban digigit buaya muara saat sedang menangkap ikan dengan pukat di Danau Tudale dengan menggunakan sampan. Korban mengalami luka-luka pada bagain kepala dan punggung.

Lima, tanggal 28 Desember 2023, Jihan Ferdinan Bonar,12, diserang buaya saat menangkap ikan menggunakan panah.

Enam, tanggal 21 Februari 2024, Yermia Fatu,69, diserang buaya saat mencari ikan dengan menggunakan pukat, korban mengalami luka gigitan pada bagian paha belakang.

Tujuh, tanggal 2 Mei 2024, Reza Petrus Manafe,29, diserang buaya saat menangkap ikan menggunakan panah di kedalaman air ±60-70 cm bersama 5 orang rekannya.

Delapan, tanggal 2 Juni 2024, Juan Srio Maak,15, menjadi korban saat menangkap ikan menggunakan panah, Tiba-tiba buaya menerkam kepala korban dari belakang.

Sembilan, tanggal 10 Februari 2025, Jiky Orlando Benu, 27, diserang buaya saat sedang memancing. Berusaha melepaskan gigitan buaya hingga tangan kanan putus.

Korban sempat melarikan diri dari lokasi kejadian namun buaya tersebut sempat mengejar korban.Terakhir, tanggal 28 Februari 2025, Yafet Maak, 51, diserang buaya saat memanah ikan.

Mengapa buaya terus menyerang manusia? IUCN Crocodile Specialist Group, sebuah organisasi internasional yang bergerak dalam bidang konservasi buaya menulis bahwa insiden serangan buaya terhadap manusia dapat terjadi karena buaya yang mencari makan. Semua buaya bersifat oportunis dan mencoba semua jenis mangsa.

"Dengan bertambahnya ukuran tubuh, buaya mencari mangsa yang lebih besar. Manusia memiliki ukuran tubuh yang cocok untuk dijadikan mangsa," jelasnya.

Mempertahan territorial. Artinya, buaya muara sangat bersifat teritorial. Buaya akan mempertahankan wilayahnya dari penyusup termasuk manusia.

Mempertahankan/melindungi sarang atau anak. Hampir semua jenis buaya (kecuali buaya air tawar Australia dan Caiman kecil) memiliki sifat protektif terhadap sarang tempat bertelur maupun tempat anaknya berada.

Kesalahan serangan, dimungkinkan terjadi saat buaya bermaksud menyerang anjing atau binatang lain yang berada dekat manusia.

Karena itu, diimbau kepada seluruh masyarakat bahwa pada musim hujan di mana air sungai meluap telah membuka kesempatan buaya memasuki sungai ke arah daratan/hulu.

Hal tersebut perlu diwaspadai terutama bagi masyarakat yang lebih banyak beraktifitas di perairan sungai maupun perairan dekat muara.

Hal-hal lain yang perlu diwaspadai yakni hidari untuk beraktifitas pada lokasi-lokasi yang selama ini sudah diketahui merupakan tempat hidup buaya, sudah dipasang papan peringatan hati-hati buaya.

Jika terpaksa harus melakukan aktifitas mandi, mencuci di sungai, usahakan membangun pagar di pinggir sungai untuk mencegah buaya mendekat (upaya ini berhasil dilakukan di Afrika dan beberapa negara lain).

Masyarakat yang selama ini bekerja sebagai nelayan, agar lebih berhati-hati terutama yang melakukan penangkapan dengan pukat, tercatat sebagai korban tertinggi.

"Jika masyarakat yang merupakan pemancing atau wisatawan, bertanyalah kepada masyarakat setempat terkait keamanan lokasi, hindari untuk turun pada perairan yang tidak tidak diketahui ada atau tidak ada buaya. Melapor kepada pemerintah atau kepolisian setempat saat melihat buaya pada area publik. Masyarakat dapat menghubungi BBKSDA NTT pada Nomor Call Center : +6281138104999 atau Instagram: @bbksda_ntt," pungkasnya. (gat/dek)

  • Bagikan