JAKARTA, TIMEXKUPANG.FAJAR.CO.ID – Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Mabes Polri akhirnya menetapkan satu tersangka kasus pengurangan takaran minyak goreng merek Minyakita. Langkah itu diambil sebagai tindak lanjut laporan Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman yang menemukan penyunatan takaran Minyakita.
Satu tersangka yang sudah diamankan adalah pemilik yang merangkap sebagai kepala cabang dan pengelola PT Aya Rasa Nabati, Depok. ”Penyidik telah menetapkan satu orang tersangka, yaitu inisial AWI,” kata Ketua Satgas Pangan Polri sekaligus Direktur Tipideksus Bareskrim Polri Brigjen Pol Helfi Assegaf di Mabes Polri, Jakarta, Selasa (11/3).
Dia menjelaskan, setelah menemukan barang bukti, Minggu (9/3) lalu pihaknya mendatangi lokasi di jalan Tole Iskandar nomor 75 Sukamaju, Cilodong, Depok. Di situ, tim mendapat konfirmasi terkait kebenaran salah satu perusahaan yang menyalahi takaran minyak. Yakni, PT Artha Eka Global Asia, Depok yang belakangan mengubah namanya menjadi PT Aya Rasa Nabati.
Tim melakukan penggeledahan dan menemukan barang bukti berupa Minyakita yang sudah diproduksi dalam kemasan botol maupun pouch yang ukurannya berbeda dengan yang tertera di label. Penyidik juga menemukan mesin yang digunakan untuk memproduksi, termasuk drum-drum penyimpanan bahan baku.
”Di mesin tersebut tertera volume yang akan dimasukkan ke dalam botol sudah di-setting, yang satu 802 mililiter, yang satu lagi 760 mililiter,” imbuhnya.
Tersangka mendapatkan bahan baku minyak curah itu dari PT ISJ melalui trader bernama D di daerah Bekasi dengan harga Rp 18.100 per kilogram. Kemudian, tersangka mendapatkan kemasan botol dan pouch dari trader PT MGS di daerah Kota Bekasi, Jawa Barat, dengan harga Rp 930 per botol, pouch Rp 680 per piece dan kemasan 2 liter Rp 870 per piece.
Tersangka menjalankan usaha tersebut sejak Februari 2025 dengan kapasitas produksi 400 sampai 800 karton sehari dalam bentuk kemasan botol maupun pouch. Polri juga memeriksa enam saksi. Selanjutnya, penyidik mengamankan 450 dus Minyakita kemasan pouch dari truk yang akan menjalankan distribusi.
Penyidik juga menyita 180 minyak pouch bag di dalam gudang, 250 krat kemasan botol, 30 unit alat produksi untuk jenis pouch bag, 40 unit mesin pengisian botol serta tiga unit heavy bag, mesin sailor dan empat timbangan. Ditemukan juga 80 drum penampung dalam keadaan kosong kapasitas 1.000 liter.
Tersangka terancam pidana dengan pasal berlapis. Yakni, UU Perlindungan Konsumen, UU Pangan, UU Perindustrian, UU Standardisasi dan Penilaian Kesesuaian, UU Perdagangan, hingga KUHP. ”Kita juga usulkan pencabutan izin usaha dan pencabutan izin mereknya di Kemendag,” ungkapnya.
Terkait dua perusahaan lain yang sempat dicurigai, yakni Koperasi Produsen UMKM Kelompok Terpadu Nusantara Kudus dan PT Tunas Argo Indolestari Tengerang, Helfi mengaku sudah bertindak. Untuk PT Tunas, sudah diklarifikasi dan tidak ada masalah. Sementara yang di Kudus masih dalam pengembangan karena UMKM tersebut sudah tutup dan ada pihak yang menggunakan mereknya untuk produksi.
Temuan Meluas
Minyakita yang tidak sesuai takaran juga ditemukan di Solo, tepatnya di Pasar Gede. Temuan itu terungkap saat Mentan Andi Amran Sulaiman melakukan inspeksi di sana, Selasa (11/3). Dalam inspeksi tersebut, Amran menyampaikan, dari sisi harga, Minyakita sudah sesuai harga eceran tertinggi (HET) Rp 15.700 per liter. Namun, Amran mengaku menemukan masalah takaran yang tidak sesuai. Temuan tersebut mengerucut pada dua produsen Minyakita.
Pertama, Minyakita produksi PT Kusuma Mukti Remaja yang seharusnya 1 liter, tapi hanya berisi 900 mililiter. Lalu, Minyakita produksi PT Salim Ivomas Pratama volumenya kurang 50 mililiter dari seharusnya. Amran menegaskan bahwa praktik pengurangan takaran ini harus dihentikan. Meskipun kondisinya tidak separah temuan pelanggaran di Jakarta.
”Kemarin (di Jakarta) kita temukan ada yang kurang 25 persen. Sekarang tinggal 5–10 persen. Tapi, ini tetap harus diperbaiki,” kata Amran.
Dia mengatakan, Satgas Pangan harus menelusuri kenapa masih ada pengurangan takaran Minyakita. (far/wan/agf/oni/jpg/ays/dek)