DPRD NTT Desak Kapolri Copot Kapolda NTT, Dugaan Pencabulan Anak Enam Tahun di Hotel oleh AKBP Fajar Widyadharma Lukman Sumaatmadja

  • Bagikan
LINDA MAKANDOLOE/TIMEX POSE BERSAMA. Wakil Ketua Komisi V, Winston Rondo didampingi anggota, Agustinus Nahak, Yohanes Rumat, Reni Un, Mersi Piwung, Lily Adoe, Ana Waha Kolin yang juga Ketua KPPI NTT, Sekretaris KPPI NTT, Maria Margaretha Bhubhu dan anggota pose bersama usai menyerahkan pernyataan sikap di ruang Komisi V DPRD NTT, Rabu (12/3).

KUPANG, TIMEXKUPANG.FAJAR.CO.ID - Polda NTT membeberkan rangkaian kronologis kasus dugaan pencabulan anak di bawah umur oleh terduga pelaku Kapolres Ngada non-aktif, AKBP Fajar Widyadharma Lukman Sumaatmadja.

Terduga pelaku melakukan pencabulan terhadap seorang anak berusia enam tahun di salah satu hotel di Kota Kupang.

Hal ini disampaikan Direktur Reserse Kriminal Umum Polda NTT, Kombes Pol Patar Silalahi didampingi Kabid Humas Polda NTT, Kombes Pol Henry Novika Chandra dalam konferensi pers, Selasa (11/3).

Patar menyatakan pengungkapan kasus tersebut baru diketahui ketika mendapat surat dari Divisi Hubungan Internasional (Divhubinter) Polri tertanggal 22 Januari.

Isi surat tersebut terkait laporan kasus dugaan kekerasan seksual terhadap anak di bawah umur yang terjadi di salah satu kamar hotel di Kota Kupang. Surat dari Divhubinter tersebut berdasarkan laporan dari Australian Federal Police (AFP) kepada Divhubinter.

"Di situ surat dari Hubinter Mabes Polri menyampaikan tentang adanya dugaan kekerasan seksual terhadap anak di Kota Kupang," kata Patar.

Dengan merujuk data-data dari Divhubinter Polri dalam surat, pihaknya melakukan penyelidikan ke salah satu hotel di Kota Kupang dan melakukan klarifikasi di hotel tersebut. "Beberapa rangkaian saksi-saksi kami yang periksa ada tujuh saksi yang kami klarifikasi di tataran penyelidikan," ujarnya.

Kemudian pada 14 Februari 2025, Polda NTT merangkumkan seluruh hasil penyelidikan terkait dengan dugaan tindak pidana kekerasan seksual anak di bawah umur. Dari hasil penyelidikan ditemukan dugaan peristiwa pidana tersebut di salah satu hotel di Kota Kupang yang terjadi pada 11 Juni 2024.

"Dari hasil penyelidikan tersebut benar terduga pelaku memesan kamar dengan identitas yang tidak terbantahkan lagi yaitu foto copy SIM di resepsionis hotel tersebut atas nama FWLS," ucap Patar.

Setelah dilakukan pengecekan, FWLS diketahui salah satu anggota Polri yang memiliki jabatan sebagai pimpinan Polri di wilayah Polda NTT, yang tak lain adalah AKBP Fajar.

Temuan itu dipastikan lagi di data Biro Sumber Daya Manusia Polda NTT sehingga diketahui secara pasti bahwa FWLS adalah anggota Polri yang memiliki jabatan sebagai Kapolres Ngada.

Karena Fajar saat itu merupakan anggota aktif dan memiliki jabatan sebagai Kapolres, maka pada tanggal 19 Februari 2025, Ditreskrimum lantas melaporkannya ke Bidang Propam Polda NTT dan secara berjenjang melaporkannya ke Kapolda NTT untuk ditindaklanjuti.

"Yang melaporkan ke Kapolda adalah saya dan Kabid Propam tentang hasil penyelidikan tersebut," ujarnya.

Pada 20 Februari 2025, Fajar dipanggil ke Kupang untuk diinterogasi oleh Bidang Propam Polda NTT.

"Dari interogasi tersebut, FWLS ini mengakui perbuatannya secara terbuka dan lancar sesuai surat yang kami terima dari Divhubinter Mabes Polri," kata Patar.

Selanjutnya pada 24 Februari 2025, atas perintah dari Kepala Divisi Propam Mabes Polri, FWLS dibawa ke Jakarta untuk menjalani pemeriksaan di Mabes Polri. Fajar hingga saat ini masih diamankan di Mabes Polri.

Patar mengakui jika Divisi Hubinter Polri mendapat laporan dari Australian Federal Police (AFP) tentang adanya video asusila yang beredar di salah satu situs porno luar negeri yang diduga dilakukan oleh Fajar.

“Kami menegaskan bahwa proses penyidikan terhadap kasus ini akan dilakukan secara profesional, transparan dan akuntabel sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. Kami juga meminta kepada seluruh pihak untuk menghormati proses hukum yang sedang berlangsung dan menghindari spekulasi yang dapat mengganggu jalannya penyidikan,” tegasnya.

Copot Kapolda NTT

Ketua Kaukus Politik Perempuan Indonesia (KPPI) Provinsi NTT, Ana Wahi Kolin bersama sekretaris, Maria Margareta Bhubhu dan anggota melakukan pertemuan dengan gabungan komisi DPRD NTT di ruang Komisi V, membahas persoalan Kapolres Ngada non-aktif yang terlibat kasus narkoba. Dan juga diduga melakukan pencabulan pada anak di bawah umur dan menyebar video pencabulan melalui situs porno pemerintah Australia.

Hadir dalam pertemuan itu, Wakil Ketua Komisi V, Winston Rondo bersama anggota, Agustinus Nahak, Yohanes Rumat, Reni Un, Mersi Piwung, Lily Adoe, Ana Waha Kolin yang juga Ketua KPPI  NTT, Sekretaris KPPI NTT, Maria Margaretha Bhubhu dan anggota di ruang Komisi V DPRD NTT, Rabu (12/3).

Yohanes Rumat dengan tegas mendesak Kapolri segera mencopot Kapolda NTT, karena dianggap tidak mampu mengawasi anggotanya, hingga ada yang melakukan kejahatan tidak saja menggunakan narkoba, tetapi melakukan kejahatan asusila transnasional yang melibatkan korban anak di bawah umur.

“Kapolri harus mencopot Kapolda NTT. Karena ia tidak mampu mengawasi anggotanya dengan baik. Sehingga melakukan kejahatan transnasional. Dan yang mengungkap kasus ini bukan dari Polda NTT sendiri tetapi dari negara luar,” tegas Yohanes.

Begitu pula pemecatan terhadap pelaku Kapolres Ngada non-aktif, AKBP Fajar Widyadharma Lukman Sumaatmadja dan juga pemberian hukuman pidana seberat-beratnya setimpal dengan perbuatannya.

Pertanyaan keras yang sama disampaikan Ana Waha Kolin, Merci Piwung, Reni Un, Lily Adoe dan Agustinus Nahak. Mereka mengatakan, pelaku harus dicopot dari kepolisian dan juga harus mendapat hukuman pidana seberat-beratnya sesuai dengan hukum yang berlaku. Karena perbuatannya adalah kejahatan transnasional. Juga para korban yang masih di bawah umur tentu mengalami trauma berat.

Dari hasil pertemuan, KPPI NTT menyerahkan pernyataan sikap ke DPRD NTT yang diterima Wilston Rondo dan Agustinus Nahak untuk ditindaklanjuti.

Isi pernyatan sikap merujuk pada kronologis yang diambil dari berbagai sumber, maka KPPI NTT menuntut dan mendesak, pertama, segera adili pelaku dengan hukuman maksimal karena tindakan pelaku sudah berakibat trauma berkepanjangan bagi korban.

Kedua, mendesak DPRD Provinsi NTT sebagai wakil rakyat untuk memanggil Kapolda NTT untuk memberikan penjelasan terkait penanganan kasus kekerasan seksual dan eksploitasi anak di bawah umur oleh Kapolres Ngada serta dugaaan penggunaan narkoba oleh sejumlah aparat kepolisian di tubuh Polda NTT termasuk Polres Ngada, di mana pelaku sebelumnya menjadi pimpinan di sana.

Ketiga, mendesak DPRD Provinsi NTT sebagai wakil rakyat untuk meminta Kapolda NTT membongkar tuntas semua jaringan mafia perdagangan orang termasuk perdagangan anak yang ada di Kota Kupang dan seluruh wilayah Provinsi NTT dan diproses sesuai ketentuan hukum yang berlaku.

Keempat, mendesak Kapolda NTT dan Mabes Polri untuk segera melimpahkan berkas pelaku ke kejaksaan agar segera dihukum maksimal sesuai ketentuan hukum yang berlaku.

Kelima, meminta DPRD Provinsi NTT untuk memberi perhatian terhadap ruang yang nyaman dan fasilitas yang memadai bagi korban yang sedang didampingi oleh Unit Pelayanan Korban di Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak di Kota Kupang.

Nyatakan Keprihatinan dan Kemarahan

Aliansi Perlindungan Kekerasan Terhadap Anak (PKTA) Provinsi NTT dalam press release, Rabu (12/3) yang diterima Timexkupang.fajar.co.id, mendesak tindakan tegas Mabes Polri terhadap kasus pelecehan anak oleh eks Kapolres Ngada.

Aliansi PKAT Provinsi NTT yang terdiri dari Veronika Ata (Lembaga Perlindungan Anak NTT), Conny Tiluata (Perkumpulan Tabua Tafena), Yahya Ado (Yayasan Rumah Solusi Beta Indonesia), Reny Rebeka (ChildFund International di Indonesia), Benny Giri (Save the Children) dan Mercilina (Wahana Visi Indonesia) menyatakan keprihatinan dan kemarahan yang mendalam atas dugaan kasus pelecehan seksual terhadap anak yang diduga dilakukan oleh Kapolres Ngada non-aktif, AKBP Fajar Widyadharma Lukman Sumaatmadja.

Kasus ini mencoreng institusi penegak hukum dan mengkhianati kepercayaan masyarakat, khusus di NTT.

PKTA Provinsi NTT menuntut agar proses hukum yang transparan dan tegas.

“Kami mendesak Mabes Polri untuk melakukan proses hukum yang transparan, akuntabel dan memberikan hukuman maksimal sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Tindakan pelaku tidak hanya melanggar hukum tetapi juga mencederai kepercayaan masyarakat terhadap institusi kepolisian,” tulis PKTA Provinsi NTT.

PKTA Provinsi NTT juga menuntut agar hukuman yang dijatuhkan memberikan efek jera bagi pelaku dan menjadi peringatan bagi siapa pun yang berniat melakukan tindakan serupa. Hal ini penting untuk mencegah terulangnya kasus serupa di masa mendatang.

“Kami meminta Polri, pemerintah dalam hal ini UPTD PPA  (Perlindungan Perempuan dan Anak) provinsi dan kabupaten  dan lembaga terkait seperti Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) untuk memberikan perlindungan dan pendampingan psikologis dan kesehatan kepada para korban dan keluarga  serta menjamin keamanan korban dan keluarga, mengingat pelaku adalah  pengguna narkoba dan pemimpin aparat penegak hukum. Hal ini sangat penting agar anak-anak korban dapat pulih dari trauma, sehat jasmani dan aman untuk melanjutkan kehidupan serta meraih cita-cita mereka. Segala konsekuensi pembiayaan yang  timbul dari proses perawatan/pemulihan dibebankan ke Polri sebagai pihak yang  harus bertanggungjawab,” tambahnya. (cr6/dek/ays)

Grafis

Berawal dari Laporan Polisi Australia

- Kronologis

22 Januari 2025

Divhubinter Polri menyurati Ditreskrimum Polda NTT berdasarkan laporan Polisi Federal Australia terkait video dugaan kekerasan seksual anak di sebuah kamar hotel di Kota Kupang. Videonya diunggah di sebuah situs porno yang berbasis di Australia.

14 Februari 2025

Ditreskrimum Polda NTT mendapatkan hasil penyelidikan dan mengidentifikasi pelaku sebagai anggota Polri.

19 Februari 2025

Ditreskrimum Polda NTT kembali berkoordinasi dengan Bidpropam Polda NTT untuk menindaklanjuti indikasi pelanggaran oleh anggota Polri.

20 Februari 2025

Terduga pelanggar, belakangan diidentifikasi sebagai Kapolres Ngada AKBP Fajar Widyadharma Lukman Sumaatmadja, dipanggil Bidpropam Polda NTT untuk dilakukan pemeriksaan awal.

24 Februari 2025

Kasus ini ditarik dan ditangani langsung oleh Divpropam Mabes Polri.

3 Maret 2025

Ditreskrimum Polda NTT membuat laporan polisi model A dan melakukan penyelidikan. Hasilnya, diyakini telah terjadi tindak pidana sehingga pada 4 Maret 2025 perkara ini dinaikkan ke penyidikan, meskipun belum ada penetapan tersangka.

11 Maret 2025

Per 11 Maret 2025 sudah 9 saksi diperiksa. AKBP Fajar sudah dinonaktifkan dari jabatannya dan telah berada di Mabes Polri, Jakarta.

- Korban

Terduga korban berusia 14 tahun, 12 tahun dan 3 tahun.

- Pasal yang dikenakan

Pasal 6 huruf c dan Pasal 14 Undang-undang Nomor 12/2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual.

SUMBER: Konferensi pers Dirreskrimum Polda NTT Kombespol Patar Silalahi, Selasa (11/3).

  • Bagikan