JAKARTA, TIMEXKUPANG.FAJAR.CO.ID– Defisit anggaran Indonesia yang melebar pada awal tahun menjadi sorotan. Namun pemerintah memastikan bahwa target belanja tetap sesuai dengan yang telah dipetakan di awal tahun.
Secara keseluruhan, Senior Economist DBS Bank Radhika Rao menyatakan, target defisit fiskal tahun ini yang sebesar -2,5 persen dari produk domestik bruto (PDB) mungkin perlu direvisi lebih tinggi 30-40 basis poin jika tren pendapatan yang lemah terus berlanjut.
Meskipun demikian, otoritas akan tetap berusaha menjaga defisit di bawah ambang batas yang ditetapkan -3 persen dari PDB untuk mencegah tekanan pada pasar utang. Selain itu, prospek ekonomi juga dibayangi oleh alokasi dukungan anggaran, termasuk pendapatan, untuk lembaga investasi baru, dengan pasar yang menunggu kejelasan lebih lanjut.
Meskipun ada kekhawatiran yang berkembang, imbal hasil obligasi hanya sedikit lebih tinggi, didorong oleh permintaan kuat dari peserta lokal. Termasuk bank sentral yang saat ini memegang seperempat dari total penerbitan yang beredar, dibandingkan dengan 10 persen pada akhir 2019. Rupiah tidak dapat menguat meskipun terjadi koreksi tajam pada dolar Amerika Serikat (AS) global.
"Rupiah terhadap USD tetap berada di kisaran Rp 16.400 pekan ini. Mempertahankan posisinya sebagai salah satu mata uang dengan kinerja terburuk di kawasan. Mengingat ekspektasi kami bahwa bias penguatan dolar akan berlanjut bulan ini dan kuartal berikutnya, rupiah kemungkinan akan tetap tertekan.," ungkap Radhika, Sabtu (15/3).
Chief Economist Bank Mandiri Andry Asmoro menuturkan, kekhawatiran terkait defisit fiskal lebih banyak disebabkan oleh noise yang muncul seiring dengan pembahasan efisiensi anggaran dalam beberapa bulan terakhir.
"Yang menarik dalam pembahasan kita adalah terkait efisiensi anggaran. Pemerintah biasa melakukan realokasi anggaran, terutama untuk pos-pos yang tidak terkait langsung dengan layanan publik, seperti perjalanan dinas dan lainnya," ujar Andry saat ditemui di bilangan Menteng, Kamis (13/3).
Menurut dia, saat ini pemerintah tengah mempersiapkan rincian lebih lanjut mengenai realokasi anggaran. Yang diharapkan akan dialihkan ke pos-pos yang lebih prioritas.
Meskipun ada pembicaraan tentang efisiensi, dia meyakini risiko fiskal dari sisi pengelolaan belanja cukup kecil. Mengingat pemerintah tetap berpegang pada target nominal yang sudah disampaikan.
Terkait alokasi anggaran untuk program makan bergizi gratis, Andry telah mengonfirmasi ke Menteri Keuangan Sri Mulyani bahwa tidak akan kenaikan anggaran lebih lanjut. Pemerintah sudah memastikan bahwa dana sebesar Rp 171 triliun sudah mencakup asumsi jumlah penerima yang sudah dihitung dengan matang.
Terkait kondisi penerimaan perpajakan Indonesia yang tercatat rendah pada awal tahun, hal tersebut tidak serta-merta menjadi indikasi buruk bagi perekonomian Indonesia. Andry menjelaskan bahwa penurunan penerimaan pajak pada bulan-bulan awal tahun ini disebabkan oleh kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan insentif tarif efektif.
"Jika kita bandingkan dengan tahun lalu, kebijakan tarif efektif pemerintah memang sedikit mengurangi penerimaan pajak kita," ujarnya.
Meskipun penerimaan pajak kurang memuaskan, Andry menilai belum bisa dijadikan sebagai indikasi bahwa ekonomi Indonesia sedang mengalami penurunan signifikan. Perlu melihat trajektorinya setelah kuartal I 2025.
"Jadi, ini terlalu awal untuk menyatakan bahwa ekonomi Indonesia langsung memburuk. Kita harus melihat bagaimana kinerja penerimaan pajak di beberapa bulan mendatang," imbuhnya.
Andry juga menekankan bahwa dinamika penerimaan perpajakan di Indonesia memang membutuhkan waktu untuk pulih. Prediksi kinerja ekonomi harus dilakukan secara lebih hati-hati.
"Penerimaan pajak yang rendah di awal tahun ini bukanlah sebuah tanda pasti bahwa ekonomi Indonesia sedang dalam kondisi buruk. Kita perlu menunggu beberapa data selanjutnya untuk bisa melihat arah yang lebih jelas," tandasnya. (jpg/thi/dek)