Pemda Harus Optimalkan Sumber Daya Lokal

  • Bagikan
Frits Fangidae

Penurunan Harga Saham Berdampak pada Investasi Sektor-sektor Vital di NTT

KUPANG, TIMEXKUPANG.FAJAR.CO.ID - Awal tahun 2025, Indonesia menghadapi beberapa tantangan ekonomi. Pemerintah mencatat defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sebesar Rp 31,2 triliun hingga 28 Februari 2025.

“Penurunan penerimaan negara terutama dari sektor pajak, menjadi salah satu penyebab utama defisit,” kata Koordinator Program Studi dan Staf Pengajar Administrasi Bisnis, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Nusa Cendana (Undana) Kupang, Ricky Ekaputra Foeh kepada timexkupang.fajar.co.id, Rabu (19/3).

Ricky mengatakan, selain defisit, pasar saham Indonesia mengalami penurunan signifikan dengan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) turun 7,1 persen pada Selasa lalu.

Hal ini, kata dia, memicu penghentian perdagangan sementara selama 30 menit. Penurunan dipengaruhi oleh kekhawatiran investor terhadap defisit fiskal dan pemangkasan peringkat saham Indonesia oleh Goldman Sachs dari 'overweight' menjadi 'neutral'.

"Menanggapi situasi ini, pemerintah mengambil langkah efisiensi anggaran dengan memotong belanja pemerintah pusat dan daerah sebesar Rp 306,69 triliun. Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati memastikan bahwa efisiensi ini tidak akan mengganggu target defisit APBN 2025 yang dipatok sebesar 2,53 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB)," ungkapnya.

Dikatakan, langkah efisiensi diharapkan dapat mengalihkan dana menuju aktivitas yang lebih produktif dan merangsang perekonomian lokal.

Dia menilai bahwa semua hal tersebut berdampak di Provinsi NTT. Menurutnya, sebagai bagian integral dari Indonesia, NTT juga merasakan dampak dari dinamika ekonomi nasional.

"Efisiensi anggaran pemerintah pusat kemungkinan akan mempengaruhi alokasi dana ke daerah, termasuk NTT. Proyek-proyek infrastruktur dan program pembangunan di NTT mungkin mengalami penyesuaian atau penundaan akibat pengurangan anggaran," ungkapnya.

Selain itu, kata dia, penurunan harga saham dapat mempengaruhi investasi di sektor-sektor vital di NTT, seperti pariwisata dan pertanian.

Namun, kata Ricky, pemerintah daerah dapat mengambil langkah proaktif untuk memitigasi dampak tersebut dengan mengoptimalkan sumber daya lokal, meningkatkan efisiensi belanja daerah dan mendorong partisipasi sektor swasta dalam pembangunan.

"Kolaborasi antara pemerintah pusat dan daerah menjadi kunci untuk memastikan bahwa efisiensi anggaran tidak menghambat pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat di NTT," bebernya.

Secara keseluruhan, kata dia, meskipun Indonesia menghadapi tantangan ekonomi, langkah-langkah strategis yang tepat dapat membantu menjaga stabilitas dan mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan, baik di tingkat nasional maupun di NTT.

Dia menjabarkan bahwa saat ini, Indonesia menghadapi beberapa isu ekonomi yang signifikan, yaitu tekanan pasar keuangan. Bank Indonesia (BI) berada di bawah tekanan akibat ketidakpastian ekonomi terkait rencana pengeluaran pemerintah, pemotongan anggaran dan pembatalan kenaikan pajak yang diusulkan oleh Presiden Prabowo Subianto.

"Investor asing mulai menarik diri, menyebabkan penurunan saham dan nilai rupiah di tengah suku bunga tinggi dan kekhawatiran terhadap kesehatan fiskal," ungkapnya.

Menurutnya, penurunan indeks saham, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) anjlok hampir 4 persen pada Selasa kemarin, mencapai titik terendah dalam empat tahun terakhir. Penurunan dipicu oleh kekhawatiran atas menurunnya belanja konsumen dan tingginya biaya program sosial pemerintah.

Selain itu rumor pengunduran diri  Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati membantah rumor tentang pengunduran dirinya di tengah penurunan tajam saham Indonesia. Ia menekankan komitmennya untuk menjaga disiplin fiskal dan memastikan fundamental ekonomi Indonesia tetap kuat.

Dia menilai, intervensi pasar oleh pemerintah, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengizinkan perusahaan tercatat untuk melakukan pembelian kembali saham tanpa persetujuan pemegang saham, sementara BI melakukan intervensi di pasar valuta asing untuk menstabilkan rupiah yang melemah.

"Langkah-langkah ini diambil setelah IHSG mengalami penurunan signifikan dan rupiah terus melemah," ungkapnya.

Dia mengatakan, kebijakan ekspor minyak sawit juga berpengaruh. Indonesia berencana menaikkan pungutan ekspor minyak sawit menjadi antara 4,5 persen hingga 10 persen dari harga referensi minyak sawit mentah, naik dari tarif saat ini sebesar 3 persen hingga 7,5 persen. Kenaikan ini bertujuan untuk mendanai peningkatan penggunaan minyak sawit dalam biodiesel.

Selain itu, pemotongan anggaran dan austerity. Presiden Prabowo Subianto menerapkan pemotongan anggaran signifikan dan langkah-langkah penghematan untuk mendanai program ambisius seperti program makan bergizi gratis senilai $32 miliar dan mencapai target pertumbuhan ekonomi tahunan 8 persen. "Langkah-langkah ini memicu protes dan kekhawatiran tentang stabilitas ekonomi dan politik," jelasnya.

Menurutnya, isu-isu ini mencerminkan tantangan yang dihadapi Indonesia dalam menjaga stabilitas ekonomi dan pertumbuhan di tengah kebijakan domestik yang ambisius dan ketidakpastian global.

Transfer ke Daerah Dipotong, Berdampak pada Konsumsi Rumah Tangga

Sementara itu, Pengamat Ekonomi dari Universitas Kristen Artha Wacana (UKAW) Kupang, Frits O Fangidae menjelaskan tentang kondisi ekonomi secara nasional dan dampaknya terhadap ekonomi di Provinsi NTT.

Secara nasional, Frits mengatakan bahwa perekonomian sedang mengalami gangguan. Periode bulan Januari dan Februari 2025 terjadi deflasi masing-masing 0,76 persen dan 0,48 persen.

Deflasi mengindikasikan turunnya permintaan masyarakat (aggregat demand). Hal ini bisa disebabkan oleh menurunnya pendapatan masyarakat, meningkatnya pengangguran akibat PHK yang cukup banyak dan akibat langsung dari efisiensi atau pemotongan anggaran (APBN dan APBD) yang berakibat injeksi uang ke dalam masyarakat berkurang.

Menurut dia, karena hal tersebut, sehingga yang terjadi pada sektor riil saat ini adalah, ada barang tetapi uang sedikit, mengakibatkan deflasi. Ini kondisi pertama.

Kondisi kedua, sambungnya, yaitu berkaitan dengan penurunan IHSG sekitar 6,52 persen tanggal 17 Maret 2025 mengakibatkan keluarnya modal dari Indonesia.

"Sementara pada pasar uang dunia IHSG tumbuh positif, mengindikasikan bahwa penyebab terjadi penurunan IHSG di Indonesia adalah menurunnya kepercayaan investor terhadap berbagai aspek seperti defisit APBN, penerimaan pajak menurun, penanganan korupsi yang tidak konsisten dan lain-lain," ungkapnya.

Jadi, kata dia, ada kondisi domestik yang menurunkan tingkat kepercayaan investor. Diharapkan kondisi ini tidak berlangsung lama. Jika berlangsung lama akan berdampak sistemik terhadap perekonomian.

Dia juga melihat kondisi tersebut dan dampaknya pada Provinsi NTT. Diungkapkan bahwa tahun 2023, pertumbuhan ekonomi 3,52 persen, kemudian sedikit meningkat menjadi 3,73 persen di 2024. Tetapi secara keseluruhan masih rendah dari pertumbuhan ekonomi nasional yang mencapai sekitar 5,2 persen.

Artinya, kata Frits, dalam kondisi normal, kemampuan perekonomian NTT untuk tumbuh jauh lebih rendah dari rata-rata nasional.

Menurutnya, sumber utama pertumbuhan ekonomi NTT adalah konsumsi rumah tangga. Pada tahun 2025 dalam kondisi fiskal yang terbatas akibat pemotongan dana transfer ke NTT, injeksi uang yang mengalir ke dalam masyarakat semakin kecil, berakibat konsumsi rumah tangga menurun dan akan berdampak pada penurunan laju pertumbuhan ekonomi yang biasanya diikuti dengan meningkatnya pengangguran, terutama pengangguran terselubung dan angka kemiskinan.

Jadi, kata dia, jika kondisi ini terus berlangsung, maka kondisi perekonomian NTT tahun 2025 akan lebih rendah dibanding tahun 2024. (thi/ays/dek)

  • Bagikan

Exit mobile version