Alasan Subjektif, Tersangka KDRT Dipulangkan
Ahli Pidana: Preseden Buruk Penegakan Hukum di Kota Kupang
KUPANG, TIMEXKUPANG.FAJAR.CO.ID – Setelah terkatung-katung selama 11 tahun 11 bulan, kasus kematian Linda Maria Bernadine Brand akhirnya mencapai tahap P21. Berkas perkara dan tersangka Erikh Benydikta Mella, 52 dilimpahkan ke Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri (Kejari) Kota Kupang, Kamis (20/3).
Sebelum dilimpahkan, kepolisian terlebih dahulu mengamankan tersangka sekira pukul 22.00 Wita, Rabu (19/3). “Iya, kita amankan untuk kepentingan pelimpahan,” jawab Kapolresta Kota Kupang, Kombes Pol Aldinan RJH Manurung.
Ia menjelaskan, setelah melalui rangkaian penyidikan panjang, akhirnya kasus dugaan tindak pidana KDRT dengan tersangka Erikh Benydikta Mella dinyatakan lengkap oleh JPU.
“Hari ini kami menyerahkan berkas dan barang tersangka kepada jaksa untuk selanjutnya disidangkan di pengadilan,” katanya.
Dikatakan, pasal yang dikenakan adalah Pasal 44 ayat (3) KUHP dengan ancaman 15 tahun penjara.
Penyidikan ini, sebut Aldinan terbilang lama karena penyidik mesti melengkap hal-hal perlu dilengkapi sebab sebelumnya belum bisa dilengkapi penyidik. “Kami membangun koordinasi dengan beberapa pihak lalu melengkapi petunjuk-petunjuk dari JPU,” ungkapnya.
Kajari Kota Kupang, Hotma Tambunan mengatakan tidak ditahannya tersangka Erikh merupakan kewenangan subjektif dari kuasa hukum. “Penuntut umum berpikir orang ini tidak perlu ditahan tapi kami segera limpahkan ke pengadilan untuk disidangkan,” katanya.
Ia juga menegaskan bahwa tidak ada yang kebal atau kuat terhadap hukum, maka setelah dilimpahkan ke jaksa, pihaknya langsung mendaftarkan perkara tersebut ke pengadilan. “Hari ini langsung kami limpahkan ke pengadilan. Artinya proses ini sudah lama dan setelah dikoordinasikan ternyata sudah memenuhi syarat formil maupun materilnya karena yang dicari adalah kepastian hukum jadi tidak ada yang terlewatkan,” katanya.
Sementara, kuasa hukum tersangka, Paulus Seran Tahu mengatakan, setelah kliennya dilimpahkan oleh penyidik Polresta Kupang Kota ke JPU, pihaknya mengajukan penangguhan penahanan dan diterima jaksa.
Ia menyebut alasan penangguhan penahan diterima karena yang bersangkutan merupakan ASN aktif, memiliki tanggung jawab terhadap empat orang anak dan kooperatif selama penyidikan.
“Kami menyampaikan terima kasih kepada pak Kejari yang sudah mengabulkan permohonan penangguhan dari penasehat hukum,” katanya.
Paulus mengaku tidak mengetahui alasan kenapa penyidikan kasus tersebut sangat lama. Tetapi bagi pihaknya akan selalu mematuhi setiap proses hukum yang berlangsung.
“Kasus yang sama juga terjadi pada tahun 2008 dan terakhir putusan Mahkamah Agung menyatakan klien kami bebas. Ini kasus lama, kenapa dibuka kembali. Dari hasil autopsi juga tidak ada kekerasan,” terangnya.
Ia menerangkan bahwa kliennya saat itu hendak menolong korban yang merupakan istrinya di kamar mandi. Bukan korban dianiaya lalu meninggal. “Klien kami berniat menolong dan disaat itu ada keluarganya semua. Soal penahanan ini merupakan kewenangan penyidik, jaksa dan pengadilan. Semoga sampai pengadilan juga tidak ditahan,” pungkasnya.
Terpisah, ahli pidana, Mikhael Feka ketika dimintai tanggapannya menyampaikan apresiasi kepada Polresta Kupang Kota dan Kejari Kota Kupang yang sudah mau P21 kasus ini karena sesuai Pasal 78 KUHP, perkara pidana dengan ancaman hukuman diatas tiga tahun kedaluwarsa 13 tahun.
Terhadap penahanan, akademisi Universitas Katolik Widya Mandira Kupang ini menyebut ada dua hal yang menjadi alasan seorang tersangka ditahan yakni subjektif dan objektif. Alasan subjektif berkaitan dengan penangguhan, berkelakuan baik, kooperatif tidak menghilangkan barang bukti dan lain-lain. Sedangkan alasan objektif berkaitan dengan ancaman pidananya diatas 15 tahun harusnya ditahan.
“Jadi alasan tersangka merupakan ASN aktif merupakan alasan yang tidak masuk akal karena seorang ASN atau pejabat seharusnya memberikan teladan sehingga tidak terkesan penegakan hukum itu tebang pilih,” katanya.
“Kalau kejaksaan menggunakan alasan objektif dan menahan tersangka, itu terobosan luar biasa sehingga tidak ada preseden buruk diluar bahwa ASN dan pejabat tidak bisa ditahan,” ungkapnya menambahkan.
Setiap tindakan hukum yang diambil haruslah proporsional untuk keseimbangan. “Jadi kasus KDRT yang menyebabkan orang meninggal, maka secara objektif harusnya ditahan,” katanya.
Ia menilai dengan keputusan ini akan memberikan presiden buruk dalam penegakan hukum di Kota Kupang. Mestinya, kata dia, asas persama dalam penegakan hukum itu ditegakkan. Jangan karena seorang ASN aktif, pejabat lalu diperlakukan beda.
“Banyak orang di Rutan yang memiliki tanggungan. Harus berlaku adil bagi semua orang, maka alasan objektif yang diambil bukan subjektif,” ujarnya.
Sementara, Ricky Brand mewakili keluarga besar Brand, kuasa hukum keluarga mengungkapkan rasa syukur atas perkembangan kasus yang sudah berlangsung lebih dari satu dekade.
Ia berterima kasih kepada Kapolresta Kupang Kota, Kombes Pol Aldinan Manurung beserta Kasat Reskrim dan Kanit yang telah menuntaskan proses penyidikan dalam waktu relatif cepat hingga memenuhi petunjuk penuntut umum.
Kuasa hukum keluarga Brand berharap bahwa proses persidangan kali ini berjalan sesuai koridor hukum, berbeda dari sidang sebelumnya pada tahun 2008 yang dinilai penuh kejanggalan. Saat itu, Erikh Benydikta Mella dinyatakan bebas dalam sidang yang dipimpin oleh hakim tunggal, meskipun seharusnya dipimpin oleh majelis hakim.
Menurut kuasa hukum yang juga kakak kandung korban, dalam persidangan 2008, pemeriksaan saksi, termasuk saksi yang menguntungkan terdakwa, dilakukan oleh hakim anggota II, Rizet Benyamin Rafael saat ketua majelis hakim, FX Soegiharto sedang cuti tahunan di Jawa. Sementara itu, hakim anggota I, Marice Dillak hanya menyaksikan jalannya persidangan dari lantai dua tanpa memberikan intervensi.
Lebih lanjut, kata Ricky, Oscar Douglas Riwu selaku penuntut umum saat itu, juga disebut tidak mengajukan keberatan atas jalannya persidangan. Bahkan dalam kasasi, ia tidak mencantumkan keberatan terhadap pemeriksaan saksi yang dilakukan oleh hakim tunggal. Hal ini menyebabkan Mahkamah Agung menolak permohonan kasasi penuntut umum, sehingga Erikh Benydikta Mella tetap bebas.
Kini, dengan berkas perkara yang sudah dinyatakan lengkap, keluarga korban dan kuasa hukum berharap persidangan yang akan datang berjalan lebih transparan dan sesuai prosedur hukum. Mereka percaya bahwa keadilan bagi Linda Maria Bernadine Brand akan ditegakkan setelah bertahun-tahun terkatung-katung.
“Kami percaya bahwa kali ini persidangan akan berjalan di atas rel hukum yang benar, tidak seperti yang terjadi pada tahun 2008,” tegas kuasa hukum keluarga Brand.
Terkait tidak ditahanya tersangka, ia berpendapat bahwa ini menunjukkan preseden buruk karena kasus menghilangkan nyawa orang lain tapi tidak ditahan sedangkan kasus kecil-kecil, pelaku malah hajar habis-habisan.
“Ada kasus yang melibatkan orang kecil dan memiliki tanggung jawab tapi tetap ditahan. Ini preseden buruk penegakan hukum di Kejati dan Kejari,” katanya dengan nada kecewa.
Ricky menjelaskan, alasan anak-anak tidak tepat karena mereka sangat terganggu secara psikis. “Kita minta keadilan. Ini kejadian yang sama seperti tahun 2009. Ini tidak masuk logika padahal secara hukum ancaman hukuman 15 tahun ditahan apalagi ini menghilangkan nyawa orang bukan membunuh ayam,” ujarnya.
Ia juga mengaku sudah mengecek ke pengadilan namun perkara tersebut belum dilimpahkan. Ia menduga adanya tarik ulur dari kejaksaan agar kasus ini kedaluwarsa. “Masa kedaluwarsa kasus ini tanggal 26 April 2025, kalau mereka terlambat daftarkan ke pengadilan maka dianggap kedaluwarsa,” ujarnya.
Dalam proses ini, kata dia, dalam petunjuk jaksa juga terkesan mengada-ngada agar kasus ini tidak dinaikan. Ia juga membeberkan contoh kasus pembunuhan yang mana ada anak-anak kecil yang mestinya mendapat perhatian dari orang tua atau pelaku namun pelaku tetap ditahan.
“Kami sangat kecewa. Ini mencerminkan bahwa penegakan hukum semau-maunya saja dan menegaskan bahwa penegakan hukum tumpul ke atas, tajam ke bawah,” cetusnya.
Pengadilan, kata Ricky yang juga kakak kandung korban, merupakan pintu harapan terakhir bagi keluarga. Untuk itu, ia berharap agar pengadilan bisa memberikan keadilan dengan menahan tersangka. “Pengadilan adalah pintu harapan kami yang terakhir dalam mencari keadilan. Semoga hakim sebagai representasi Tuhan bisa mengadili perkara ini seadil-adilnya,” harapnya. (cr6/ays/dek)
Grafis
Kronologis Penyelidikan
- Korban Meninggal 26 April 2013
- LP/B/299/IV/2013/SPKT tertanggal 28 April 2013 oleh Jhon Brand
- Autopsi 1, tanggal 14 Juni 2023 oleh dr Theresia Lindawati, SpF
- Autopsi 2, tanggal 20 September 2013 oleh dr Ida Bagus Putu Alit, SpF, DFM
- Saksi 26 Orang (5 keluarga, 8 saksi netral, 4 saksi keluarga tersangka dan 7 ahli)
- Tetapkan tersangka tanggal 23 Maret 2019
- Olah TKP dan rekonstruksi 21 November 2021
- Barang bukti 15 foto, akta nikah dan pakaian korban
- Lie detector tanggal 10 Februari 2025 (akurasi alat 93 persen dan kesimpulan bohong)
Administrasi
- 9 Kali SP Sidik
- 5 Kali Berkas
- 5 Kali P19
- 1 Kali P21 tanggal 12 Maret 2025
- Tahap 2 tanggal 20 Maret 2025
Nama Korban yang benar Linda Maria Bernadine Brand
TSK Erikh Benydikta Mella (52 Tahun)