KUPANG, TIMEXKUPANG – Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Kupang menjatuhkan putusan bebas terhadap Yames Marthen Kornelis Therik, mantan Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (PMD) Kabupaten Rote Ndao, dalam sidang yang digelar pada Jumat (22/3).
Dalam amar putusan perkara nomor 58/Pid.Sus-TPK/2024/PN Kpg, majelis hakim menyatakan bahwa terdakwa tidak terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi terkait pengadaan masker dalam penggunaan dana Covid-19 tahun anggaran 2020, sebagaimana yang didakwakan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri Rote Ndao.
Selain Yames Therik, majelis hakim juga membebaskan Theodora Iriani Rotrida Mandala, penyedia barang (masker) yang menggunakan nama perusahaan CV Marwan Jaya dan CV Sinar Nonoen dalam pengadaan tersebut.
"Majelis hakim memerintahkan untuk membebaskan keduanya dari tahanan," ujar Yanto MP Ekon, kuasa hukum terdakwa, saat ditemui di Rutan Kelas IIB Kupang, Sabtu (23/3).
Dekan Fakultas Hukum UKAW itu menjelaskan bahwa selama persidangan, tidak ada satu pun dakwaan yang dapat dibuktikan oleh JPU.
"Kami berterima kasih kepada majelis hakim yang telah memutus perkara ini berdasarkan fakta-fakta yang terungkap di persidangan," ujarnya.
Menurutnya, ada tujuh dugaan perbuatan melawan hukum yang didakwakan kepada Yames Therik dan Theodora Mandala. Namun, dua poin utama yang dinilai sangat krusial adalah jumlah Masker
dan spesifikasi Masker.
Menurut JPU, untuk jumlah masker yang seharusnya diadakan adalah 185.000 unit, namun terdakwa diduga hanya menyediakan 89.155 unit.
Namun, fakta persidangan menunjukkan bahwa tim pemeriksa menghitung secara langsung dan memastikan jumlah masker yang diterima sesuai dengan dokumen pengadaan, yaitu 185.000 unit.
Perhitungan ulang dilakukan saat penyerahan masker ke camat dan kepala desa, dan hasilnya tetap sesuai dengan jumlah yang ditetapkan.
Terkait spesifikasi masker, Untuk
Pengadaan masker dilakukan berdasarkan rekomendasi dari Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Rote Ndao, yang menetapkan bahwa masker harus terdiri dari dua lapis kain dengan kantong tengah untuk tisu.
Pada 9 April 2020, Dirjen Kesehatan Masyarakat RI mengeluarkan surat edaran yang mengatur bahwa masker untuk masyarakat umum harus memiliki tiga lapis kain.
Dalam persidangan, ahli kesehatan masyarakat Windhu Purnomo dari Universitas Airlangga menjelaskan bahwa masker dua lapis dengan kantong tengah untuk tisu memiliki fungsi yang sama dengan masker tiga lapis.
Berdasarkan fakta ini, majelis hakim berkesimpulan bahwa masker yang diadakan telah sesuai dengan spesifikasi yang berlaku.
Selain dua dakwaan utama tersebut, beberapa tuduhan lain yang bersifat administratif juga dinyatakan tidak terbukti.
Terkait proses pengadaan
, terdakwa didakwa mengajukan telaahan staf sebelum status tanggap darurat Covid-19 ditetapkan di Kabupaten Rote Ndao.
Namun, berdasarkan Peraturan Presiden (Perpres) Pasal 59, tahapan penetapan keadaan darurat dimulai dari siaga darurat, tanggap darurat, hingga pemulihan.
Kabupaten Rote Ndao menetapkan status siaga darurat pada 19 Maret 2020, diikuti dengan status tanggap darurat oleh Bupati.
Dengan demikian, telaahan staf yang dibuat sebelum penetapan tanggap darurat tidak bisa dianggap sebagai pelanggaran hukum.
Terdakwa juga didakwa karena merangkap sebagai Pengguna Anggaran (PA) dan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dalam pengadaan masker.
Namun, sesuai Peraturan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) Pasal 7, jika suatu dinas tidak memiliki PPK, maka PA dapat merangkap sebagai PPK.
Fakta persidangan mengungkap bahwa satu-satunya staf yang memenuhi syarat sebagai PPK, Jecky Patola, menolak jabatan tersebut karena alasan pribadi.
Dengan demikian, rangkap jabatan terdakwa sebagai PA dan PPK sesuai dengan ketentuan hukum.
Menurut Yanto, kasus ini seharusnya tidak layak dinaikkan ke pengadilan karena tidak ada bukti kuat yang mendukung dakwaan JPU.
"Barangnya semua bermanfaat bagi masyarakat. Para saksi, termasuk kepala desa dan camat, menyatakan bahwa dengan adanya pembagian masker, masyarakat bisa lebih terlindungi dan membantu mereka keluar dari pandemi Covid-19," ujarnya.
Menanggapi langkah kasasi yang akan diajukan oleh JPU, Yanto menegaskan bahwa pihaknya siap menghadapi proses tersebut. "Kasasi adalah hak dari JPU, bahkan dalam internal kejaksaan, putusan bebas memang wajib diajukan kasasi. Namun, kami yakin putusan Pengadilan Tipikor sudah benar sesuai dengan hukum dan fakta persidangan," tegasnya.
Kasus ini bermula ketika Yames Therik dan Theodora Mandala ditetapkan sebagai tersangka berdasarkan perhitungan kerugian negara oleh Politeknik Negeri Kupang, yang menyatakan bahwa pengadaan masker tersebut mengakibatkan total loss.
Namun, fakta persidangan mengungkap bahwa perhitungan ahli hanya didasarkan pada Berita Acara Pemeriksaan (BAP) jaksa, tanpa dilakukan pemeriksaan langsung di lapangan.
Terdakwa sebelumnya didakwa dengan
Pasal 2 ayat (1) jo. Pasal 18 UU No. 31/1999 yang telah diubah dengan UU No. 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Pasal 3 jo. Pasal 18 UU yang sama sebagai dakwaan subsidair.
Namun, karena tidak terbukti bersalah, majelis hakim memutuskan untuk membebaskan kedua terdakwa dari segala dakwaan. (cr6/rum/dek)