SURABAYA, TIMEXKUPANG.FAJAR.CO.ID - Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Surabaya menyoroti kasus kekerasan terhadap jurnalis yang kembali terjadi dalam aksi demonstrasi di Surabaya. Ketua AJI Surabaya, Andre Yuris menegaskan bahwa kasus seperti ini terus berulang, terutama saat peliputan aksi massa.
"Kasus kekerasan terhadap jurnalis selalu terjadi berulang kali dalam beberapa momen, misalnya saat demonstrasi. Ini menunjukkan bahwa pelaku merasa ada impunitas, seolah tidak akan dihukum," kata Andre, Rabu (26/3).
AJI Surabaya bersama Komite Advokasi Jurnalis Jawa Timur telah melaporkan kasus pemukulan terhadap Rama Indra, wartawan beritajatim.com, ke Polda Jawa Timur, Selasa (25/3) pukul 14.00 WIB. Mereka juga telah menunjuk kuasa hukum untuk mendampingi korban dalam proses hukum.
"Kasus ini perlu kita dorong ke proses hukum agar pelaku kekerasan terhadap jurnalis dihukum. Tidak boleh ada impunitas, siapapun pelakunya, termasuk aparat keamanan," tegas Andre.
Namun, untuk kasus intimidasi terhadap Wildan Pratama, wartawan Suara Surabaya, AJI belum berencana mengambil langkah hukum karena tidak ada kekerasan fisik. "Saat ini kita fokus dulu ke kasus Rama," ujar Andre.
AJI Surabaya mencatat bahwa tren kekerasan terhadap jurnalis masih terus terjadi. Meski tidak selalu meningkat, kasus serupa terus berulang. Menurut Andre, kondisi ini menunjukkan lemahnya perlindungan terhadap jurnalis di lapangan.
"Sejauh ini kita belum pernah berkomunikasi dengan kepolisian untuk mencegah kejadian seperti ini. Tapi melihat tren yang ada, harus ada tindakan tegas agar tidak terulang," jelasnya.
Andre menekankan pentingnya keberanian jurnalis dalam menghadapi intimidasi dan kekerasan. "Kita harus mengapresiasi teman-teman yang berani melapor. Ini bukan soal individu, tapi bisa terjadi pada siapa saja. Jangan merasa kalau bukan aku yang kena, aku tidak peduli. Bisa jadi satu saat kamu yang kena," tegasnya.
AJI Surabaya mengajak seluruh jurnalis untuk bersatu melawan kekerasan dan terus memperjuangkan kebebasan pers. Mereka berharap kasus ini dapat menjadi momentum untuk menegakkan keadilan bagi para pekerja media yang bertugas di lapangan. (jpc/ays/dek)