Kasus Kasus Dalam Rumah Tangga Menyebabkan Korban Meninggal Dunia
KUPANG, TIMEXKUPANG.FAJAR.CO.ID - Perkara dugaan tindak pidana Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) yang mengakibatkan korban Linda Maria Bernadine Brand meninggal dunia dengan terdakwa Erikh Benydikta Mella segera diadili.
Berkas perkara yang terjadi 24 April 2013 telah dilimpahkan jaksa pada Kejaksaan Penuntut Umum (JPU) pada Kejaksaan Negeri (Kejari) Kota Kupang dan teregister pada sistem informasi penelusuran perkara (SIPP) Pengadilan Negeri (PN) Kelas 1A Kupang dengan nomor: 33/Pid.Sus/2025/PN.Kpg, tertanggal 21 Maret 2025.
Perkara yang melibatkan Plt. Karo Umum Setda NTT ini mendapat atensi dari pihak pengadilan. Setelah menerima pendaftaran perkara, pengadilan langsung menegapkan hakim ketua dan dua orang anggota. Selain itu, pengadilan juga telah menetapkan jadwal sidang.
Sesuai informasi yang dihimpun dari PN Kelas 1A Kupang menyebut, sidang pertama akan digelar di ruang sidang Cakra, tanggal 14 April 2025.
Tiga majelis hakim yang ditetapkan yakni Florence Katerina, S.H.,M.H, Consilia Ina Lestari Palang Ama, S.H, dan Sisera Semida Naomi Nenoh Ayfeto, S.H. Sedangkan penuntut umum pada perkara ini atas Ida Made Oka Wijaya, S.H., M.H.
Kuasa Hukum Keluarga Korban, Ricky Brand, S.H mengapresiasi upaya penyidik dan jaksa selama 12 tahun dalam melengkapi berkas hingga pelimpahan perkara ke pengadilan.
Ricky yang juga kakak kandung korban itu mengungkapkan bahwa tidak ada keadilan lain bagi korban dan keluarga selain pengadilan sehingga mereka mempercayai hakim dan pengadilan dalam menangani perkara tersebut.
“Tidak ada harapan lain selain pengadilan. Kami yakni bahwa hakim sebagai perwakilan Tuhan dapat mengadili perkara serta memberikan rasa keadilan,” ungkapnya optimis.
Ia bahkan mengaku siap menerima apapun keputusan majelis hakim selagi proses persidangan itu berjalan sesuai koridor hukum.
Hal ini disampaikan mengingat, pada tahun 2008 silam terdakwa diperhadapkan dengan kasus serupa namun terdakwa dinyatakan bebas.
Kini, dengan berkas perkara yang sudah dinyatakan lengkap, keluarga korban dan kuasa hukum berharap persidangan yang akan datang berjalan lebih transparan dan sesuai prosedur hukum.
Mereka percaya bahwa keadilan bagi Linda Maria Bernadine Brand akan ditegakkan setelah bertahun-tahun terkatung-katung.
“Dengan ketiga majelis hakim perempuan ini saya percaya mereka juga bisa merasakan apa yang dirasakan korban. Berbeda dari sidang sebelumnya pada tahun 2008 yang dinilai penuh kejanggalan,” sebutnya.
“Kami percaya bahwa kali ini persidangan akan berjalan di atas rel hukum yang benar, tidak seperti yang terjadi pada tahun 2008,” tegasnya menambahkan.
Selain itu, Ricky Brand juga berharap agar, pada sidang pertama, majelis dapat memerintahkan untuk menahan terdakwa.
“Pasal yang dikenakan adalah pasal 44 ayat 3 KUHP dengan ancaman 15 tahun penjara maka seharusnya dia ditahan. Apa bedanya dia dengan pelaku lainnya sehingga diperlakukan istimewa. Bahkan ia tidak di kenakan rompi oranye saat pelimpahan tahap 2. Apalagi ini menyangkut nyawa manusia,” pungkasnya.
Sebelumnya, Ahli Pidana, Mikhael Feka ketika dimintai tanggapannya menyampaikan apresiasi kepada Polresta Kupang Kota dan Kejari Kota Kupang yang sudah mau P21 kasus ini karena sesuai pasal 78 KUHP, perkara pidana dengan ancaman hukuman diatas 3 tahun kedaluwarsa 13 tahun.
Terhadap penahanan, Akademisi Universitas Katolik Widya Mandira Kupang ini menyebut ada dua hal yang menjadi alasan seorang tersangka ditahan yakni subjektif dan objektif.
Alasan subjektif berkaitan dengan penangguhan, berkelakuan baik, kooperatif tidak menghilangkan barang bukti dan lain-lain.
Sedangkan alasan objektif berkaitan dengan ancaman pidananya diatas 15 tahun harusnya ditahan.
“Jadi alasan tersangka merupakan ASN aktif merupakan alasan yang tidak masuk akal karena seorang ASN atau pejabat seharusnya memberikan teladan sehingga tidak terkesan penegakan hukum itu tebang pilih,” katanya.
“Kalau kejaksaan menggunakan alasan objektif dan menahan tersangka, itu terobosan luar biasa sehingga tidak ada presiden buruk diluar bahwa ASN dan pejabat tidak bisa ditahan,” ungkapnya menambahkan.
Setiap tindakan hukum yang diambil haruslah proporsional untuk keseimbangan.
“Jadi kasus KDRT yang menyebabkan orang meninggal maka secara objektif harusnya ditahan.
Ia menilai dengan keputusan ini akan memberikan presiden buruk dalam penegakan hukum di Kota Kupang. Mestinya, kata dia, asas persama dalam penegakan hukum itu ditegakkan. Jangan karena seorang ASN aktif, pejabat lalu diperlakukan bedah.
“Banyak orang di Rutan yang memiliki tanggungan. Harus berlaku adil bagi semua orang maka alasan objektif yang diambil bukan subjektif,” ujarnya.(cr6/rum/dek)