Dari Brasil dan Kolombia, Mereka Tampil dan Belajar dari Festival Balon Udara Wonosobo
Lima peserta dari Brasil dan dua dari Kolombia berkeliling ke berbagai titik penerbangan balon udara selama festival di Wonosobo berlangsung. Mereka kagum dengan pelibatan banyak orang dalam satu tim, juga keberadaan “tim hore”.
SIGIT RAHMANTO, Wonosobo
MEREKA memang tidak menaiki balon udara untuk berkeliling dunia. Tapi, karena balon udara pula, mereka hadir di berbagai penjuru dunia.
Ekuador di Amerika Selatan dan Meksiko di Amerika Tengah di antaranya. Dan, pada pengujung bulan lalu (31/3), mereka menginjakkan kaki di Wonosobo, Jawa Tengah.
“Setiap ada festival balon di Wonosobo, terutama yang diselenggarakan oleh pemerintah setempat seperti sekarang ini, selalu ramai dibicarakan di media sosial. Kami penasaran dan ingin merasakan langsung bagaimana festival ini berlangsung,” ujar Gustavo Vaz kepada Jawa Pos Radar Semarang (grup Timex), Minggu (6/4).
Vaz bagian dari lima peserta asal Brasil yang ikut meramaikan festival tahunan yang dihelat setelah hari raya Idul Fitri itu. Empat lainnya Adriano Colombo, Vander Concordio Miranda, Cristiano Concordio do Nascimento, serta Lucio.
Peserta asing lainnya dalam Festival Mudik 2025 datang dari Kolombia, masing-masing Alejandro Bustanante Villa dan Laura Marcela Agudelo Morales. Motivasi mereka sama seperti para kolega dari Brasil: ingin merasakan denyut kemeriahan festival yang berakar dari tradisi menerbangkan balon udara masyarakat setempat itu.
Festival Mudik 2025 dimulai Selasa (1/4) pekan lalu. Balon-balon udara peserta yang diterbangkan wajib ditambatkan minimal dengan tiga tali untuk mencegahnya lepas yang bisa membahayakan penerbangan. Diikuti ratusan peserta, gelaran puncaknya berlangsung di alun-alun Wonosobo, kemarin.
Sejak tiba persis saat Lebaran, rombongan dari dua negara di Amerika Selatan itu aktif mengunjungi berbagai titik penerbangan balon di kabupaten berhawa sejuk tersebut. seperti Jogoyitnan, Kembaran, Reco dan alun-alun Wonosobo. Mereka turut serta menerbangkan balon khas Brasil dan Kolombia dengan sistem penambatan sesuai regulasi yang berlaku di Indonesia.
“Ini pengalaman pertama kami menerbangkan balon di Asia,” kata Vaz.
Kagum “Tim Hore”
Baik yang dari Brasil maupun Kolombia, mereka sama-sama mengaku terkesan dengan cara penyelenggaraan festival di Wonosobo yang melibatkan banyak orang dalam satu tim penerbangan. Mereka juga tak kalah kagum dengan kehadiran “tim hore” alias pendukung yang memberikan semangat menggunakan beragam alat musik tradisional.
Selain menikmati festival, mereka juga mempelajari teknik pembuatan balon di kabupaten yang diapit sejumlah gunung itu. Menurut mereka, balon udara Wonosobo memiliki kekhasan tersendiri, baik dari segi motif, bahan, hingga cara menerbangkannya.
“Di Brasil dan Kolombia, bahan yang digunakan berbeda. Di sini, balonnya dibuat dari bahan yang lebih sederhana, tetapi bisa menghasilkan pertunjukan luar biasa. Selain itu, teknik pengasapannya juga masih tradisional,” kata Bustanante.
Sebenarnya ada sejumlah daerah lain di Indonesia yang juga punya tradisi menerbangkan balon udara. Tapi, dari tingkat antusiasme serta kemasifan yang berujung kepada penyelenggaraan festival, Wonosobo sulit dicari tandingannya.
Dengan dikoordinasi dalam satu festival, faktor keamanan juga jadi lebih terjaga. Sehingga insiden di sejumlah kota di mana balon udara yang dilepasliarkan kemudian jatuh dan merusak rumah warga, menyebabkan listrik atau bahkan melukai orang bisa dicegah.
Para peserta dari Brasil dan Kolombia juga tertarik dengan bagaimana festival balon di Wonosobo bisa dikemas menjadi daya tarik wisata. “Kami ingin memahami bagaimana festival ini bisa mendatangkan banyak wisatawan. Ini bisa menjadi referensi bagi komunitas balon udara di negara kami,” tambah Bustanante.
Mereka juga berkesempatan bertukar ilmu dengan komunitas balon Wonosobo. “Kami berbagi cara pembuatan balon, motif yang digunakan serta bahan yang dipakai di negara kami. Sebaliknya, kami juga belajar banyak dari Wonosobo,” ungkapnya.
Festival Balon Wonosobo membuktikan bahwa tradisi lokal bisa menjadi daya tarik global. Langit Wonosobo tak hanya dihiasi balon-balon cantik, tetapi juga semangat persahabatan yang melintas benua. (ttg/jpg/ays/dek)