Terdampak Kebijakan Tarif Amerika Serikat Alami Overshoot
JAKARTA,TIMEXKUPANG.FAJAR.CO.ID- Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (USD) relatif melemah. Pada penutupan perdagangan Kamis lalu (3/4), rupiah melemah sebesar 33 poin atau 0,20 persen menjadi Rp16.746 dari sebelumnya Rp16.713 per USD.
Sebelum akhirnya, rupiah menguat menjadi Rp16.653 per USD pada pembukaan perdagangan Jumat (4/4) pagi.
Pengamat Valas Ibrahim Assuabi menyatakan, nilai tukar rupiah melemah dipengaruhi perang dagang Amerika Serikat (AS).
"Bahkan, kemungkinan besar dalam minggu-minggu depan pembukaan pasar level Rp16.900 akan terjadi," ujarnya.
Kendati diperkirakan akan melemah hingga akhir pekan depan, Ibrahim masih optimistis bahwa hal ini tidak akan memicu krisis ekonomi.
Sebab, saat BI kembali beroperasi pada Selasa (8/4), intervensi bakal dilakukan oleh otoritas moneter dan akan menahan pelemahan nilai tukar yang terjadi.
Selain itu, Ibrahim menilai, dana asing di pasar Indonesia saat ini hanya berkisar 30 persen dan tidak mendominasi. Oleh karena itu, pelemahan nilai tukar dapat ditahan melalui intervensi dari dalam secara signifikan.
Kepala Ekonom Trimegah Sekuritas Indonesia Fakhrul Fulvian memprediksi rupiah akan kembali menguat pada keseimbangan baru setelah pengumuman tarif resiprokal AS di bawah kepemimpinan Donald Trump.
"Dalam kondisi seperti sekarang ini, pelemahan ekonomi domestik dan pelemahan nilai tukar adalah hal yang lumrah terjadi. Rupiah akan berada dalam kondisi overshoot (pelemahan yang cepat dalam waktu pendek), untuk kemudian kembali menguat pada keseimbangan baru," ujar Fakhrul.
Untuk bisa memiliki keseimbangan baru yang kuat, Fakhrul menuturkan pemerintah harus melakukan beberapa hal. Beberapa yang bisa dilakukan adalah proses realokasi anggaran sehingga perputaran ekonomi dalam negeri bisa meningkat.
"Pemerintah juga perlu memberikan komunikasi baik kepada masyarakat dan pasar keuangan tentang langkah konkret untuk memastikan ketergantungan Indonesia pada ekonomi global bisa turun dalam jangka waktu yang cepat," ujarnya.
Lebih lanjut, Fakhrul juga menyoroti pasar keuangan setelah adanya penurunan nilai indeks saham beberapa waktu lalu. Dia mengimbau kepada para investor untuk tidak takut atas sentimen baru soal perang dagang.
"Karena 80 persen dari situasi ini sudah priced di pasar. Kalau tak ada aral melintang, seharusnya kita bisa mulai melirik kesempatan yang muncul dari pasar saham yang telah murah," tuturnya. (agf/dio/thi/dek)