BBWS NT II, BPDAS Benain Noelmina dan DPRD NTT Dukung
KUPANG, TIMEXKUPANG.FAJAR.CO.ID - Mendukung program peningkatan ketahanan pangan dan swasembada pangan yang harus disukseskan disemua daerah termasuk di NTT, Komisi IV DPRD NTT minta BPDAS Benain Noelmina mempresentasikan lahan-lahan kristis di NTT, sehingga intervensinya tepat.
“Karena berbicara ketahanan pangan harus didukung lahan dan ketersediaan air yang baik. Keseimbangan eksplorasi air tanah dilakukan dengan menghitung potensi air yang masuk dan keluar pada suatu kawasan,” kata anggota Komisi IV DPRD NTT, Celly Nganggus kepada Timexkupang.fajar.co.id usai pertemuan dengan Balai Besar Wilayah Sungai Nusa Tenggara (BBWS NT) II dan Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (BPDAS) Benain Noelmina, Jumat (11/4).
Celly menjelaskan, BBWS NT II diminta menjelaskan output dan input dari pembangunan bendungan dan terutama sumur–sumur bor.
“Jangan kita hanya terus membangun banyak sumur bor di mana-mana tetapi tidak kita pikirkan anak cucu kita ke depan. Karena penggunaan air tanah yang berlebihan dapat menimbulkan dampak lain. Seperti pencemaran air tanah, intrusi air asin, kemiringan bangunan atau jalan,” ungkap Celly.
Menurutnya, Komisi IV DPRD NTT mendukung semua program pemerintah terutama program tersebut berkontribusi bagi kemakmuran rakyat, terutama ketahanan pangan dan swasembada pangan.
“Jangan kita berlindung dibalik Inpres Nomor 1 tahun 2025 tentang efisiensi anggaran, lalu kita tidak bisa berbuat apa-apa. Kita kerjakan dulu yang menjadi prioritas terutama yang berkontribusi bagi kemakmuran rakyat terutama ketahanan pangan,” ujar Celly.
Sementara, Kepala BBWS NT II, Parlinggoman Simanungkalit menegaskan, akan fokuskan pelaksanaan sesuai dana yang ada.
“Kita memfokuskan dana yang dipercayakan pengelolaannya untuk mendukung ketahanan pangan dan swasembada pangan,” jelas Parlinggoman usai pertemuan dengan Komisi IV DPRD NTT.
Menurutnya, sebagaimana kesepakatan dengan pemerintah, BBWS NT II akan merehabilitasi 188.000 hektare irigasi yang menjadi kewenangan pusat maupun kewenangan daerah. Tetapi dari 188 ribu hektare tersebut yang menjadi kewenangan hanya sekitar 77 ribu hektare.
“Jadi tidak semuanya ada di bawah kewenangan kita. Sebagian besar ada di bawah kewenangan pemerintah provinsi,” ungkap Parlinggoman.
Ia mengaku dalam waktu dekat, pihaknya akan melakukan kunjungan kerja untuk berkoordinasi dengan bupati dan wakil bupati untuk mencari solusi jika ada kendala di irigasi.
Sedangkan Kepala BPDAS Benain Noelmina, Dolfus Tuames mengatakan, pembangunan wilayah NTT khususnya ketahanan kemandirian pangan sejalan dengan bagaimana melaksanakan pembangunan dalam hal ketahanan hutan energi, air serta transformasi ekonomi hijau.
“Lokomotifnya itu ada pada kehutanan,” ungkap Dolfus.
Menurutnya, bendungan mungkin dibangun life time-nya 100 tahun, tapi bendungan setiap tahun diisi sedimentasi-sedimentasi yang terangkut akibat erosi, maka tanah-tanah dari erosi semua tertampung ke bendungan.
“Otomatis umur pakai bendungan makin berkurang. Hanya bisa ditekan dengan penanaman pohon. Karena dengan adanya penanaman pohon, maka air hujan yang turun, kemampuan rusaknya bendungan, dengan adanya energi kinetik itu akan dihilangkan. Dengan adanya penahan-penahan daun, batang dan cabang. Sehingga air yang jatuh akan meresap ke dalam tanah dan meningkatkan tinggi permukaan air bawah tanah,” bebernya.
Sehingga ujarnya, air yang lewat ke bendungan, fungsinya untuk menampung air akan berfungsi dengan baik. Karena faktor-faktornya sudah dihambat pada bagian hulunya.
Dolfus mengaku, dalam pertemuan dengan Komisi IV DPRD NTT, pihaknya meminta dukungan untuk memaksimalkan penggunaan dana desa. Yang bisa dipakai untuk kontribusi dalam pembangunan lingkungan hidup.
“Untuk mendukung dan menyambung upaya-upaya yang kami lakukan, ada 3.000 desa kurang lebih di NTT. Kalau satu tahun masing-masing desa 5 hektare membangun hutan dengan menanam anakan pohon, bisa dibayangkan satu tahun kita sudah ada 15.000 hutan yang kita bangun dengan biaya yang sangat murah,” rincinya. (dek)