BI Pertahankan Suku Bunga, Koreksi ke Bawah Pertumbuhan Ekonomi Indonesia

  • Bagikan
RAPAT. Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia (BI), Rabu (23/4). (BI for Jawa Pos)

JAKARTA, TIMEXKUPANG.FAJAR.CO.ID- Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia (RDG BI) memutuskan untuk mempertahankan suku bunga acuannya di level 5,75 persen, Rabu (23/4). Keputusan ini sejalan dengan upaya menjaga prakiraan inflasi 2025 dan 2026 tetap terkendali dalam sasaran 2,5 plus minus 1 persen. Serta mempertahankan stabilitas nilai tukar Rupiah dan mendorong pertumbuhan ekonomi.

Gubernur BI Perry Warjiyo menyatakan, ketidakpastian perekonomian global makin tinggi, didorong kebijakan tarif resiprokal Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump pada awal April 2025. Langkah retaliasi oleh Tiongkok dan kemungkinan dari sejumlah negara lain makin meningkatkan fragmentasi ekonomi global. Sehingga membuat volume perdagangan dunia menurun.

"Akibatnya, pertumbuhan ekonomi dunia pada tahun ini diperkirakan akan menurun dari 3,2 persen menjadi 2,9 persen. Penurunan ekonomi terbesar terjadi di Amerika Serikat dan Tiongkok. Sejalan dengan dampak perang tarif kedua negara tersebut," ungkap Perry.

Pertumbuhan ekonomi di negara maju dan negara berkembang lainnya juga diperkirakan akan melambat. Dipengaruhi dampak langsung dari penurunan ekspor ke AS dan dampak tidak langsung dari penurunan volume perdagangan dengan negara-negara lain.

Perang tarif dan dampak negatifnya terhadap penurunan pertumbuhan AS, Tiongkok, dan ekonomi dunia memicu peningkatan ketidakpastian pasar keuangan global. Gonjang-ganjing ekonomi global saat ini mendorong perilaku risk aversion pemilik modal.

Yield US Treasury menurun dan indeks mata uang USD terhadap berbagai mata uang dunia (DXY) melemah di tengah peningkatan ekspektasi penurunan Fed funds rate tahun ini maupun tahun depan. Aliran modal dunia bergeser dari AS ke negara dan aset yang dianggap aman (safe haven country and safe haven asset). Terutama aset keuangan di Eropa, Jepang, serta komoditas emas.

Sementara itu, aliran keluar modal global dari negara berkembang masih berlanjut. Sehingga memberikan tekanan terhadap pelemahan mata uangnya.

"Memburuknya kondisi global tersebut memerlukan penguatan respons dan koordinasi kebijakan untuk menjaga ketahanan eksternal, mengendalikan stabilitas, dan tetap mendorong pertumbuhan ekonomi di dalam negeri," ucap lulusan Iowa State University itu.

BI memperkirakan prospek pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2025 sedikit di bawah titik tengah kisaran 4,7 sampai 5,5 persen. Dipengaruhi dampak langsung kebijakan tarif Trump yang menurunkan ekspor Indonesia ke AS dan dampak tidak langsung akibat penurunan permintaan ekspor dari mitra dagang lain Indonesia, terutama dari Tiongkok.

Perry memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia hingga triwulan I 2025 masih terjaga. Ditopang konsumsi rumah tangga tumbuh positif.

"Belanja pemerintah terkait pemberian tunjangan hari raya (THR), belanja sosial, insentif, serta kenaikan permintaan musiman selama perayaan Idul Fitri 1446 Hijriah juga mendukung konsumsi rumah tangga," jelas Perry.

Dari sisi Investasi, khususnya non bangunan, tetap menopang pertumbuhan ekonomi. Sebagaimana tercermin dari meningkatnya impor barang modal, terutama alat-alat berat. Ekspor non-migas juga meningkat, terutama ditopang komoditas manufaktur seperti mesin serta besi dan baja ke negara-negara ASEAN.

Secara spasial, Perry memastikan pertumbuhan ekonomi berbagai wilayah terindikasi tetap baik. Terutama wilayah Kalimantan dan Jawa. Kedepan, kebijakan tarif resiprokal AS dan langkah retaliasi yang ditempuh Tiongkok dan kemungkinan dari sejumlah negara lain dapat memengaruhi prospek pertumbuhan ekonomi Indonesia. Sehubungan dengan itu, berbagai kebijakan perlu diperkuat.

"Ini untuk memitigasi dampak dari menurunnya prospek pertumbuhan ekonomi dunia tersebut dengan mendorong permintaan domestik dan memanfaatkan peluang peningkatan ekspor," terangnya.

BI berkomitmen untuk terus memperkuat bauran kebijakan moneter dan makroprudensial untuk menjaga stabilitas dan turut mendorong pertumbuhan ekonomi. Didukung dengan percepatan digitalisasi sistem pembayaran.

"BI terus memperat sinergi dengan kebijakan stimulus fiskal pemerintah baik di pusat maupun di daerah," tandasnya. (jpc/thi/dek)

  • Bagikan