Rugikan Negara Rp 7,1 M, Kejati Tahan Tujuh Tersangka

  • Bagikan
IST TERSANGKA. Penyidik Tipidsus Kejati NTT menetapkan empat tersangka dalam kasus dugaan korupsi rehabilitasi jaringan irigasi Wae Ces 1-4 di Kabupaten Manggarai, Jumat (9/5).

Dugaan Korupsi Penyertaan Modal PT Jamkrida NTT dan Proyek Irigasi Wae Ces

KUPANG, TIMEXKUPANG.FAJAR.CO.ID - Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Timur (Kejati NTT) melalui Bidang Tindak Pidana Khusus (Tipidsus) menetapkan tujuh orang sebagai tersangka kasus dugaan tindak pidana korupsi dalam dua perkara berbeda yang merugikan keuangan negara mencapai Rp 7.102.168.000.

Dua kasus tersebut yakni dugaan korupsi pengelolaan penyertaan modal PT Penjaminan Kredit Daerah (PT Jamkrida) NTT Rp 25 miliar tahun 2017 dan dugaan korupsi rehabilitasi jaringan irigasi Wae Ces 1-4 (2.750 hektare) di Kabupaten Manggarai tahun 2021 dengan nilai kontrak pelaksanaan pekerjaan konstruksi sebesar Rp 3.848.907.000.

Wakajati NTT, Ikhwan Nul Hakim menyebut, berdasarkan alat bukti yang sah berupa keterangan saksi, ahli, surat dan petunjuk, ditemukan dua bukti permulaan yang cukup untuk menetapkan para tersangka dalam perkara tersebut.

Kasus dugaan korupsi penyertaan modal, dijelaskan bahwa bermula dari kegiatan penempatan dana investasi yang dilakukan oleh PT Jamkrida pada tanggal 15 Agustus 2019, yaitu sebesar Rp 5 miliar ke dalam bentuk kontrak pengelolaan dana di PT Narada Aset Manajemen (NAM). Keputusan investasi tersebut diambil oleh Komite Investasi PT Jamkrida NTT yang beranggotakan Direktur Utama, Direktur Operasional dan Kepala Divisi Umum dan Keuangan, tanpa melakukan kajian kelayakan atau analisis risiko investasi yang memadai (due diligence).

Dijelaskan, dana sebesar Rp 5 miliar tersebut tidak disetorkan langsung ke rekening milik PT NAM, melainkan ke rekening atas nama pihak ketiga, yaitu PT Narada Adikara Indonesia, yang secara hukum dan administratif tidak terkait dengan kontrak pengelolaan dana. PT NAM juga tidak pernah mengalokasikan dana tersebut untuk pembelian saham PT Jamkrida NTT di PT Terregra Asia Energy sebagaimana maksud awal investasi.

Pada akhir masa kontrak, yaitu 15 Agustus 2021, PT Jamkrida NTT tidak memperoleh pengembalian modal maupun keuntungan dari investasi tersebut. PT Jamkrida NTT mengalami kerugian sebesar Rp 4.750.000.000.

Terhadap hal itu, pihaknya menetapkan tiga tersangka yakni Direktur Utama PT Jamkrida NTT, Ibrahim Imang, Direktur Operasional, Octaviana Ferdiana Mae dan Quirinus Mario Kleden selaku Kepala Divisi Umum dan Keuangan.

Sedangkan kasus dugaan korupsi rehabilitasi jaringan irigasi Wae Ces 1–4, pihaknya menetapkan empat orang tersangka yakni AS Umbu Dangu (PPK I), Johanes Gomeks (PPK II), Dionisius Wea (Direktur PT Kasih Sejati Perkasa-Penyedia) dan Stevanus Kopong Miten (Direktur PT Decont Mitra Consulindo-Konsultan Pengawas).

“Kasus ini berkaitan dengan proyek rehabilitasi jaringan irigasi Wae Ces seluas 2.750 hektare di Kabupaten Manggarai yang dibiayai oleh Dana Alokasi Khusus (DAK) tahun anggaran 2021 dengan pagu sebesar Rp 4.638.900.000 dan nilai kontrak sebesar Rp 3.848.907.000. Proyek ini dijalankan oleh Dinas PUPR Provinsi NTT dengan pelaksana PT Kasih Sejati Perkasa,” jelasnya.

Diungkapkan bahwa sejak perencanaan proyek PPK I tidak melakukan reviu atau evaluasi terhadap dokumen perencanaan teknis yang digunakan untuk pelelangan. Dokumen tersebut ternyata berasal dari hasil survei tahun 2019 yang dilakukan oleh pejabat Dinas PUPR saat itu, yakni Kepala Seksi Pembangunan Irigasi. Dokumen perencanaan tersebut langsung digunakan Pokja Dinas PUPR NTT untuk proses tender, tanpa pembaruan data kondisi eksisting.

Setelah kontrak diteken pada 18 Maret 2021, Direktur PT Kasih Sejati Perkasa justru membuat perjanjian sub kontrak dengan pihak lain dengan nilai kesepakatan sebesar Rp 640.000 per meter kubik item terpasang, yang berbeda dengan perjanjian awal. Dalam pelaksanaannya, pekerjaan fisik irigasi tidak sesuai dengan spesifikasi teknis dan item pekerjaan yang tertuang dalam kontrak maupun addendum.

Stevanus Kopong Miten sebagai konsultan pengawas dari Decont Mitra Consulindo tidak melakukan verifikasi teknis yang akurat di lapangan, namun tetap membuat laporan bulanan progres pelaksanaan proyek secara kumulatif tanpa mencerminkan kondisi riil pekerjaan.

Sementara itu, Johanes Gomeks yang bertindak sebagai PPK II tidak pernah turun ke lokasi pekerjaan untuk memastikan pelaksanaan kontrak berjalan sesuai ketentuan. Namun, ia tetap menandatangani dokumen serah terima pekerjaan (PHO), menyatakan bahwa proyek telah selesai 100 persen. Padahal, back up data fisik 100 persen dari kontraktor tidak sesuai dengan addendum II dan tidak mencerminkan kondisi pekerjaan terpasang yang sebenarnya.

“Perbuatan para tersangka menyebabkan kerugian negara sebesar Rp 2.352.168.000 dengan indikasi kuat terjadinya penyimpangan pada pelaksanaan fisik proyek irigasi yang semestinya mendukung sektor pertanian dan ketahanan pangan di Manggarai,” katanya.

Dikatakan, para tersangka disangkakan melanggar ketentuan primair: Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 UU RI Nomor 20/2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, subsidair: Pasal 3 jo Pasal 18 UU RI Nomor 20/2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Didampingi Asisten Tindak Pidana Khusus Ridwan Sujana Angsar, Ikhwan Nul Hakim menegaskan bahwa penegakan hukum atas perkara ini menjadi bukti konkret bahwa Kejati NTT serius dalam menangani setiap dugaan tindak pidana korupsi, khususnya yang berdampak langsung pada keuangan negara dan kepentingan masyarakat luas.

“Kami mencermati bahwa selama ini masih terjadi ketidakefektifan dalam penggunaan APBN, utamanya karena lemahnya tata kelola, pelanggaran aturan pengadaan barang/jasa oleh kementerian, lembaga maupun OPD,” sebutnya.

Akibat kondisi tersebut, memperlambat tercapainya tujuan pembangunan, khususnya penanggulangan kemiskinan dan pertumbuhan ekonomi di NTT. Lebih dari itu, unsur pengawasan internal maupun fungsi APIP tidak berjalan optimal, sementara penegakan hukum yang seharusnya menjadi benteng terakhir masih belum progresif dan tegas di banyak daerah.

Karena itu, Kejati NTT akan memfokuskan upaya penindakan dan pencegahan pada sektor-sektor krusial pembangunan, antara lain proyek-proyek ketahanan pangan, infrastruktur pendidikan serta kesehatan yang langsung bersentuhan dengan kebutuhan dasar masyarakat.

“Kami juga akan memaksimalkan pemulihan kerugian negara, baik melalui proses litigasi maupun upaya non-litigasi, seperti gugatan perdata atau pendekatan keperdataan lainnya, guna memastikan kerugian keuangan negara dapat kembali ke kas negara,” pungkasnya. (cr6/ays/dek)

  • Bagikan