BORONG, TIMEXKUPANG.FAJAR.CO.ID-Harga minyak goreng (Migor) pada sejumlah toko/swalayan di Kabupaten Manggarai Timur (Matim), telah sesuai harga eceran tertinggi (HET), yakni Rp 14 ribu per liter. Namun di pasar tradisional, masih banyak pedagang yang menjual di atas HET.
“Untuk semua toko swalayan di Kabupaten Matim, telah menyesuaikan HET minyak goreng Rp 14 ribu per liter. Hanya memang masih ada pedagang di pasar yang jual di atas HET,” ujar Kepala Dinas Koperasi, Perdagangan, dan UKM Kabupaten Matim, Frans P. Sinta, kepada TIMEX di Borong, Senin (7/2).
Menurut Frans, pihaknya telah menyampaikan satu harga minyak goreng kepada pedagang di pasar tradisional. Namun karena beralasan stok lama, maka para pedang itu masih menjualnya di atas HET. Mereka tidak mau rugi. Tapi untuk semua toko swalayan, telah menyesuaikan. Pihaknya tentu terus memantau harga minyak goreng di wilayah itu.
“Kami terus memantau soal harga minyak goreng ini. Tidak saja harga, tapi kami juga pantauan terkait dengan distribusi dan ketersediaan. Karena ada keluhan dari masyarakat dan juga dari pedagang sendiri soal stok minyak goreng yang dialokasikan dari pihak distributor,” kata Frans.
Frans mengatakan, bagi pedagang pasar tradisional yang menjual migor di atas HET, pihaknya tetap memberi waktu untuk penyesuaian. Jika setelah waktu yang diberikan itu masih saja menjual migor di atas HET, Frans memastikan pihaknya akan memberikan sanksi. “Jika masih ada, maka izin usahanya akan dicabut,” tegas Frans.
Terkait keluhan ketersedian minyak goreng terbatas, Frans menyatakan, pihaknya mendorong para pemilik toko swalayan supaya tetap menjalin komunikasi dengan distributor untuk mendapatkan stok minyak goreng baru. Masyarakat juga diimbau selama masa peralihan dari harga lama ke harga baru, supaya tetap tenang dan tidak melakukan panic buying.
BACA JUGA: Mulai 1 Februari, Harga Minyak Goreng Curah Rp 11.500 Per Liter
BACA JUGA: Harga Minyak Goreng di Kota Kupang Melambung
Pemilik Swalayan Widi Borong, Nasrun, kepada TIMEX mengatakan, soal minyak goreng, pihaknya telah menjual sesuai ketentuan setelah keluarnya instruksi pemerintah tentang harga minyak goreng Rp14.000 per liter. Namun kata Nasrun, saat ini alokasi minyak goreng dari distributor, sangat terbatas. Sebut saja minyak goreng jenis sedap dan sabrina.
“Sekarang stok minyak goreng ini sangat sedikit. Cepat habis. Masyarakat sekarang teriak bukan karena soal harga, tapi stok minyak goreng yang terbatas. Kami sih pingin, stok minyak goreng ini banyak, tapi dari pihak distributor di Ruteng, Kabupaten Manggarai, alokasinya sedikit,” jelas Nasrun.
Khusus minyak goreng merk Bimoli, saat ini pihaknya masih menjual di atas harga, yakni Rp 22 ribu per liter. Tentu karena masih stok lama yang dibeli dengan harga mahal. Jika sudah dikasi subsidi dari distributor, maka harga akan disesuaikan. Namun masyarakat tidak membeli, karena memilih jenis lain dengan harga Rp 14 ribu per liter.
“Untuk minyak goreng jenis Bimoli, kami tetap jual dengan harga Rp 22 ribu. Karena masih stok lama. Kalau sudah dikasi subsidi dari distributor, maka akan sesuaikan harganya. Disini pembelian minyakn goreng, kami batasi maksimal satu liter agar bisa merata, karena stok terbatas,” jelas Nasrun.
Ardian, salah satu pedagang di Pasar Inpres Borong, kepada TIMEX mengaku, alasan menjual minyak goreng di atas HET karena masih stok minyak goreng yang lama. Sehingga saja kalau dijual mengikuti ketentuan pemerintah saat ini, tentu itu akan pengaruh terhadap kerugian pedagang.
“Minyak goreng yang dijual masih stok lama. Otomatis kalau jual murah kita yang rugi banyak. Stok yang baru, kami belum dapat. Memang sekarang, pembeli juga tidak mau beli karena cari yang murah. Tapi terkadang kalau di toko swalayan stok habis, terpaksa masyarakat tetap beli yang mahal,” ungkap Ardian. (*)
Penulis: Fansi Runggat