Ende Targetkan Turunkan Prevalensi Stunting Hingga 9 Persen di Tahun 2024

  • Bagikan

ENDE, TIMEXKUPANG.FAJAR.CO.ID-Angka prevalensi stunting di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) masih sangat tinggi di Indonesia. Dari 22 kabupaten/kota di NTT, sebanyak 15 kabupaten masuk dalam status merah karena prevalensinya di atas 30 persen.

Kabupaten Ende sendiri masuk status kuning bersama 6 kabupaten lainnya karena prevalensi berada pada kisaran 20 persen hingga 30 persen. Kabupaten Ende sendiri, prevalensinya pada angka 27,2 persen.

Kepala Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana, Kabupaten Ende, dr. Muna Fatma kepada TIMEX saat ditemui Kamis (10/3) membenarkan fakta tersebut. “Kita masuk status kuning dalam penanganan stunting karena prevalensi kita di bawah 30 persen, tepatnya 27,2 persen,” ungkapnya.

Dokter Muna menyebutkan, persentase tersebut berdasarkan data Studi Status Gizi Indonesia (SSGI). Namun demikian, lanjut mantan Kadis Kesahatan Ende ini, berdasarkan data penimbangan balita di Kabupaten Ende sudah mencapai 14,3 persen.

“Memang ada dua data yang dikeluarkan. Kalau data berdasarkan penimbangan balita, kita sudah mencapai 14,2 persen. Yang 27,2 persen tersebut berdasarkan data status gizi,” ujar dr. Muna.

Lebih lanjut Muna katakan, sesuai target, diharapkan persentase tahun 2024, angka stunting secara nasional harus mencapai 14 persen.

Khusus di Kabupaten Ende, kata dr. Muna, Pemerintah dalam hal ini Bupati Ende, Djafar Achmad telah mematok persentase satu digit di tahun 2024. Karena itu dia berharap kerja keras dalam rangka pencapaian target dimaksud. “Bapak Bupati memberikan target tahun 2024 dengan satu digit atau paling kurang 9 persen,” sebut dr. Muna.

Berkaitan dengan hal tersebut, dr. Muna mengaku, strategi yang akan ditempuh tidak hanya dengan melakukan intervensi spesifik, seperti yang selama ini dilakukan. Namun akan lebih giat melakukan pendampingan keluarga oleh tim yang ada di desa-desa.

” Di desa kita punya tim yang terdiri dari 3 tenaga, yakni bidan desa, Kader PKK, dan kader PPKB. Kita akan maksimalkan tenaga mereka dalam melakukan pendampingan,” ujar dr. Muna.

Dijelaskan, pendampingan yang diberikan kepada keluarga difokuskan pada pendampingan para calon pengantin tiga bulan pra nikah. Pihaknya akan terus memantau dan memastikan mereka untuk siap berkeluarga. Selain itu juga pendampingan terhadap ibu hamil dan keluarga yang memiliki balita usia di bawah dua tahun.

“Yang kita buat adalah melakukan pendampingan keluarga pra nikah, mendampingi saat masa kehamilan, dan mendampingi keluarga yang punya balita di bawah 2 tahun,” ungkap dr. Muna.

Dokter Muna mengakui bahwa selama ini program pendampingan belum maksimal dilakukan lantaran keterbatasan tenaga juga topografi di desa yang terkadang sulit dijangkau.

Selain itu, tambahnya, belum ada aplikasi untuk pendataan secara online. Yang tersedia baru untuk calon pengantin. Aplikasi harus online dan tidak semua wilayah memiliki jaringan internet. Kalaupun ada jaringan, tidak semua pendamping memiliki smart phone. “Smart phone dan jaringan internet sangat perlu untuk meng-input data,” ujarnya lagi.

Penanganan stunting, demikian dr. Muna, tidak hanya sebatas penanganan gizinya saja namun juga pola asuh anak juga lingkungan yang bisa menyebabkan tumbuh kembangnya anak terganggu. “Lingkungan bisa menyebabkan pertumbuhan anak, juga selain itu pola asuh anak juga mempengaruhi stunting,” pungkasnya. (Kr7)

  • Bagikan