Perang Rusia vs Ukraina: Mencari Jalan Menuju Kebebasan?

  • Bagikan

Latar Belakang Konflik

Konflik Rusia dan Ukraina memberikan preseden yang negatif terhadap dunia tentang nilai kemanusiaan yang semakin tidak dihargai. Satu kalimat pembuka yang menggugah bahwa perang tidak memberikan keuntungan bagi negara yang menang ataupun kalah perang. Justru menyengsarakan peradaban yang sudah sangat maju saat ini.

Latar belakang perang yang terjadi antara Rusia dan Ukraina yang sebenarnya adalah dua negara yang pernah berada dalam satu tubuh ideologi yang sama. Namun karena pemimpin Ukraina yang sekarang lebih dekat ke Barat, dan ingin menjadi bagian NATO, itulah penyebab yang mendasar.

Berawal pada 1991, Uni Soviet dengan kelompok pertahanan Pakta Warsawanya bubar. Disaat yang sama Ukraina menyatakan kemerdekaannya dalam sebuah referendum, selanjutnya dalam hubungan diplomatik antara Rusia dan Ukraina membentuk Commonwealth of Independent States (CIS) yang beranggotakan Rusia, Ukraina, dan Belarusia. Namun hubungan multilateral tersebut tidak bertahan lama karena Ukraina menganggap bahwa CIS sebagai upaya Rusia untuk mengendalikan negara-negara bekas pecahan Uni Soviet.

Tahun 1997 Rusia dan Ukraina melakukan perjanjian kerja sama sebagai bagian dari upaya untuk menyelesaikan ketidaksepakatan diantara kedua negara tersebut. Pada saat itu Rusia diizinkan untuk mempertahankan kepemilikan mayoritas kapal di armada Laut Hitam yang berbasis di Krimea Ukraina. Rusia pun harus membayar Ukraina biaya sewa karena menggunakan Pelabuhan Sevastopol.

Hubungan Rusia dan Ukraina mulai memanas sejak tahun  2014. Kala itu muncul revolusi menentang supremasi Rusia. Massa anti pemerintah berhasil melengserkan mantan Presiden Ukraina yang pro-Rusia, Viktor Yanukovych. Kerusuhan bahkan sempat terjadi sebelum berdamai di 2015 dengan kesepakatan Minsk.

Revolusi juga membuka keinginan Ukraina bergabung dengan Uni Eropa (UE) dan NATO. Hal ini membuat Putin marah karena prospek berdirinya pangkalan NATO di sebelah perbatasannya, juga didukung makin eratnya hubungan sejumlah negara Eropa Timur dengan NATO. Seperti Polandia dan negara-negara Balkan.

Saat Yanukovych jatuh, Rusia menggunakan kekosongan kekuasaan untuk mencaplok Krimea di 2014. Rusia juga mendukung separatis di Ukraina Timur, yakni Donetsk dan Luhansk, untuk menentang pemerintah Ukraina.

Sejak akhir tahun 2021, keadaan kembali memanas karena Rusia mulai menggelar pasukan di perbatasan hingga awal tahun 2022 Putin menyatakan agar NATO menghentikan segala aktivitas militer di Eropa Timur dan Ukraina. Dalam pernyataan pidatonya Putin menyatakan akan melakukan serangan militer ke Ukraina untuk menggulingkan Pemerintahan di Kyiv, sehingga saat ini konflik terbuka terjadi di antara kedua negara.

Konsep Realis dalam Mengkaji Hubungan antara Rusia dan Ukraina

Perang dimunculkan oleh pemerintahan militeris dan non-demokratis demi kepentingan mereka. Perang direncanakan oleh “golongan pejuang” yang berusaha memperluas kekuasan dan menambah kekayaan mereka dengan cara menaklukan wilayah.

Menurut Paine, sistem perang dibuat untuk mempertahankan kekuasaan serta jabatan raja, negarawan, tentara, diplomat serta perusahaan-perusahaan perlengkapan perang. Perang adalah kanker dalam tubuh politik, tapi perang juga merupakan penyakit kecil yang bisa disembuhkan sendiri oleh manusia. Ada sebuah adagium yang menyatakan homo homini lupus atau manusia adalah serigala bagi makhluk manusia yang lain hal ini yang selalu melandasi keinginan manusia untuk terus saling menguasai dan merebut kekuasan dengan cara aneksasi secara ilegal.

Hubungan antara Rusia dan Ukraina sudah sampai pada titik nadir, sekarang bukan zamannya perang terbuka antara satu negara dengan negara lainnya pada saat yang sama negara-negara Eropa diminta untuk meladeni keinginan perang Presiden Putin tentunya tidak akan terbersit sedikti dalam pemikiran mereka, karena sejarah perang sejak era perang Dunia I dan 2 sudah cukup membuat mereka menderita berkepanjangan. Bisa jadi negara-negara Eropa yang bertentangan dengan tindakan invasi Rusia melalui strategi ekonomi mengisolasi sistem keuangan dan sistem supply chainya yang tentunya akan merontokan sendi-sendi perekonomian Rusia.

Alternatif Solusi

Penyakit perang bisa disembuhkan melalui dua pengobatan yaitu demokrasi dan pasar bebas. Proses-proses dan lembaga-lembaga demokrasi akan menghancurkan kekuatan elit yang berkuasa dan mengekang kecenderungan mereka pada kekerasan. Pasar dan perdagangan bebas akan menghapus batasan artifisial antara individu-individu dan menyatukan mereka dimanapun berada dalam satu komunitas.

Kerja sama antar negara dengan menghargai kedaulatan negara tertentu adalah alternatif solusi yang bisa memecahkan kebuntuan negara-negara yang berkonflik, dengan tidak membendakan ideologi dan kepentingan.

Karena kepentingan  politik masyarakat sipil banyak yang korban baik raga dan materi, kita berharap perang cepat berakhir melalui jalur diplomasi bilateral mapun multilateral sehingga kehidupan kedua negara bisa kembali seperti sedia kala. (*)

*) Pengamat Hubungan Internasional

  • Bagikan