Tak Patah Arang Hadapi Tantangan, Alumni SMK-PP Kementan Kembangkan Usaha Ternak

  • Bagikan

KUPANG-Kementerian Pertanian (Kementan) gencar meluncurkan berbagai program nasional untuk mempercepat lahirnya petani milenial. Berbagai upaya dilakukan dengan merangkul stakeholder, mulai pemerintah daerah hingga perguruan tinggi.

Salah satu program andalan Kementan dalam regenerasi petani adalah Penumbuhan Wirausaha Muda Pertanian (PWMP). Program yang berjalan sejak 2016 ini sudah melahirkan ratusan wirausaha muda pertanian.

Menteri Pertanian (Mentan), Syahrul Yasin Limpo (SYL), menyatakan pertanian harus didorong menjadi subsektor ekonomi yang maju, mandiri dan modern yang didukung oleh kapasitas SDM pertanian yang profesional, mandiri dan berdaya saing.

“Dan hal tersebut harus didukung oleh kapasitas SDM Pertanian yang profesional, mandiri dan berdaya saing,” ujar Mentan Syahrul Yasin Limpo.

Mentan optimistis, kaum milenial yang inovatif dan memiliki gagasan yang kreatif akan mampu mengawal pembangunan pertanian yang maju, mandiri, modern.

Sementara itu, Kepala Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian (BPPSDMP), Dedi Nursyamsi, mengatakan pertanian itu seksi. “Karena, banyak sektor usaha yang bisa dikerjakan dan dimanfaatkan. Sehingga peluang-peluang tersebut diharapkan bisa dimanfaatkan oleh generasi milenial,” kata Dedi.

Dedi menambahkan, generasi muda juga diharapkan bisa memberikan pembaruan. “Lewat para milenial, kita berharap lahir inovasi-inovasi untuk mendukung pengembangan serta memaksimalkan pertanian.

Adanya pandemi membuat perubahan dalam transaksi pembelian, dimana orang lebih banyak menggunakan jasa e-commerce. “Hal ini harus disikapi menjadi peluang baru bagi generasi muda,” ungkapnya.

Salah satu penerima manfaat program tersebut adalah alumni SMK PP Negeri Kupang, warga Amarasi Barat, Kabupaten Kupang, yakni Medi. M. Nobrihas. Ia dan dua teman lainnya, Putra Ndun dan Mario Abi tergabung dalam kelompok siswa PWMP yang berdiri sejak 2016.

Dengan modal awal Rp 15 juta yang diberikan oleh SMK-PP Negeri Kupang saat masih bersekolah, mereka membangun usaha ternak babi selama tiga tahun (2016-2018). Namun karena ada penyakit yang menyerang ternak babi, usaha peternekan babi itu berhenti karena ternak mati semua. Semuanya mengalami kerugian.

Setelah ketiganya lulus, mereka menjalankan usahanya secara terpisah. Medi menjalankan usaha ternak ayam buras sambil berkuliah di Universitas Nusa Cendana (Undana) semester VIII. Mario Abi berkuliah di Polbangtan Malang, sehingga statusnya tidak aktif dalam PWMP. Titus Putra Ndun meneruskan usaha ternak babi.

Pada akhir 2019, usaha ayam milik Medi terjual hanya sebanyak 10 ekor. Rinciannya, dua ayam jantan terjual seharga Rp 100.000 per ekornya, dan 8 ayam betina terjual seharga Rp 80.000 per ekornya. Uang pendapatan dan omzet digunakan untuk pakan ternak. Karena tahun 2019 pun banyak ternak ayam yang mati akibat penyakit ND, penjualan semakin menurun. Penyakit ND disebabkan boleh virus yang ditularkan melalui udara.

Tahun 2021, tepatnya bulan Desember, terjadi kematian lagi untuk ternak ayam akibat penyakit ND sekitar 50 ekor sehingga pada Januari – Maret 2022, Medi tidak berani menjual ayam buras. Ia khawatir masih terdapat virus.

Saat ini, ayam yang tersisa dan masih dipelihara ada 30 ekor ayam betina dan 15 ekor ayam jantan. Totalnya 45 ekor ayam.

Hal serupa dialami Putra Ndun. Pada April 2021 lalu, ketika bencana alam Badai Seroja menerjang desanya, rumah Putra roboh dan seluruh ternak ayam maupun babi mati tertimpa bangunan runtuh.

Sehingga ia perlu membangun rumahnya kembali selama tiga bulan. Setelah itu barulah ia melanjutkan usaha dari awal dengan modal hanya Rp 4 juta. Ia membeli beberapa ekor babi jantan dan betina, serta beberapa ekor ayam.

“Tantangan harus bisa dihadapi para wirausahawan. Ketika ternak mati akibat penyakit, maka yang harus kita lakukan sebaiknya jangan terlambat memberi pakan serta pemberian vitamin agar ternak memiliki ketahanan tubuh lebih baik,” jelas Putra Ndun.

“Namun ketika usaha hancur akibar bencana alam, ini yang harus kita antisipasi, seperti menyisihkan sebagian keuntungan untuk dana darurat jika dibutuhkan. Dengan adanya dana darurat, maka ketika ternak kita habis karena bencana, kita masih memiliki tabungan yang bisa diandalkan untuk membuka usaha berikutnya,” ungkapnya. (*)

Penulis: Luluk Juan Pertiwi

  • Bagikan