KUPANG, TIMEXKUPANG.FAJAR.CO.ID-Ketika berkunjung ke Indonesia, usai resmi menjabat Perdana Menteri (PM) Australia yang baru, Anthony Albanese menyatakan, dirinya ingin lebih mempererat hubungan Pemerintah Federal Australia dengan Indonesia. Tak cuma itu, PM Albanese juga ingin melihat hubungan antarsesama manusia Australia dan Indonesia lebih dipererat.
Menyikapi hal ini, Ketua Yayasan Peduli Timor Barat (YPTB) yang tak lain adalah mantan Agen Imigrasi Australia, Ferdi Tanoni menyatakan, hanya ada tiga hal yang bisa membuat keinginan sang Perdana Menteri itu terwujud. "Namun jika ketiga hal itu tak bisa diwujudkan Perdana Menteri Albanese, maka tiga hal itu pula yang akan terus menjadi ganjalan hubungan kedua negara," ungkap Ferdi Tanoni kepada jurnalis di Kupang, Minggu (17/7).
Tiga hal utama yang dimaksudkan Ferdi, yakni, pertama, adalah keberadaan Gugusan Pulau Pasir atau oleh Australia disebut sebagai Pulau Ashmore dan Cartier pada tahun 1970-an. "Perlu kami tegaskan kembali bahwa kawasan ini merupakan hak milik rakyat Indonesia, dan bukan miliknya Australia. Pemerintah Australia harus mengakui secara benar dan jujur agar segera serahkan kembali kepada rakyat Indonesia, karena tidak ada satu pun perjanjian yang disahkan oleh kedua negara," tegas Ferdi.
Hal kedua, lanjut Ferdi, yaitu, Timor Timur sebagai provinsi ke-27 dari Indonesia telah menjadi negara merdeka dan berdaulat, dimana kemudian bersama Pemerintah Australia membatalkan perjanjian batas perairan di Laut Timor yang dibuat oleh Pemerintah Australia dan Indonesia. Kemudian oleh Australia dan Timor Leste membuat sebuah batas perairan di Laut Timor dengan menggunakan median line atau garis tengah, maka ini artinya telah terjadi perubahan geopolitik yang luar biasa di Laut Timor. Dan secara otomatis seluruh perjanjian yang ada di Laut Timor harus dibatalkan.
Baca Juga:
Ladang Minyak Montara Bocor Lagi, Laut Timor Terancam, YPTB Desak Presiden Terbitkan Perpres
Ketiga, kata Ferdi, adalah soal petaka tumpahan minyak Montara yang mencemari Laut Timor tahun 2009. Akibat ledakan anjungan minyak Montara PTTEP-Bangkok yang dioperasikan di bawah lisensi Australia, yaitu PTTEP Australasia Pty.Ltd, maka petaka ini secara jelas dan nyata telah 'membunuh' lebih dari 100.000 mata pencaharian masyarakat di Timor Barat dan Nusa Tenggara Timur secara umum.
Ferdi menyebutkan, banyak orang meninggal dunia, banyak anak-anak putus sekolah, dan puluhan ribu bahkan ratusan ribu hektare lingkungan Indonesia hancur akibat tercemar tumpahan minyak Montara itu. "Namun setelah 13 tahun berlalu, bahkan hingga hari ini, baik Pemerintah Federal Australia maupun PTTEP-Bangkok tidak bersedia bertanggung-jawab," tutur Ferdi.
Ferdi mengaku, sebuah perkara class action yang didorong YPTB sejak 2016, ternyata membawa hasil luar biasa. "Hakim David Yates dengan tegas dan tanpa ragu memenangkan kami rakyat petani rumput laut di Pengadilan Federal Australia di Kota Sydney pada tahun 2021. Akan tetapi PTTEP-Bangkok menyatakan banding terhadap putusan hakim ini," tutur Ferdi.
"Bagi kami, apa yang dilakukan PTTEP-Bangkok untuk banding, tidak soal karena hanyalah untuk mengulur waktu. Namun kami tetap percaya terhadap sistem peradilan di Australia yang mengedepankan keadilan," tambah Ferdi.
Ferdi menyatakan, ketika sidang di Pengadilan Federal Australia berlangsung, pihaknya telah menunjuk seorang pengacara di London, Inggris, Monica Feria-Tinta untuk mengadukan kasus ini ke Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB).
Pada waktu yang hampir bersamaan, lanjut Ferdi, PBB mengirim surat ke Pemerintah Australia, Indonesia, Thailand, dan PTTEP-Bangkok untuk memberikan pertanggung jawaban mereka dan semuanya sudah dijawab pada Mei 2021.
"Kasus ini sedang dan akan terus kami lanjutkan agar Pemerintah Australia dan PTTEP-Bangkok segera membayar seluruh kerugian sosial ekonomi masyarakat Timor Barat dan Nusa Tenggara Timur," tandas sosok yang juga pemegang mandat hak ulayat masyarakat adat di Laut Timor ini.
Ferdi kembali menyerukan kepada Pemerintah Federal Australia agar segera bersama Pemerintah Indonesia secepatnya menyelesaikan kasus-kasus ini, dan lebih cepat akan lebih baik hubungan Australia-Indonesia.
"Jika Pemerintah Federal Australia mau benar dan jujur maka mereka harus mengakui bahwa tiga hal utama inilah yang harus diperbarui sesuai agenda Pemilihan Umum Australia Perubahan," Ferdi. (aln)