KUPANG, TIMEXKUPANG.FAJAR.CO.ID-Arus modernisasi yang kian menggerus alat musik tradisional, mendorong Tarwis Lifani Haning atau dikenal dengan SHAGAH menciptakan Jelajah Nada Timor, yakni ekspedisi merekam syair-syair, nada, tutur lisan, dan alat musik tradisional lima kabupaten di Pulau Timor.
Jelajah yang berlangsung pada Sabtu (28/1) ini berfokus pada lima ritual, prosesi atau acara adat sesuai nilai yang terkandung di dalamnya, kemudian diselaraskan dengan musik instrumen serta ambience ala post rock oleh SHAGAH. Dan ini telah menghasilkan satu mini album berjudul "Hit Hanak" yang berisi lima lagu.
Kelima lagu tersebut berjudul, Nipu yang berarti "Kabut". Diambil dari Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS) yang mengangkat tema penghormatan dan pujian dengan mengambil tradisi Natoni, yaitu tradisi tutur orang Timor.
Selanjutnya, ada pula lagu Ku Male dari Kabupaten Kupang dengan arti "Mari Datang" yang bertema kelahiran dan penanaman dari Suku Helong Bungtilu.
Lagu ketiga ialah Nimak Nana atau Telapak Tangan dari Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU) yang bertema nilai kekeluargaan yang secara simbolis terkandung dalam lima nilai kehidupan yang dianut dan diterapkan di Inbate.
Sementara lagu, Ulolaka atau Perintah dari Kabupaten Belu bermakna kepatuhan pada perintah atau amanah. Dimana para generasi Suku Kemak tetap dan wajib melaksanakan ritual adat Ha'a Luha yang dipercaya sebagai penuntun kehidupan.
Lagu terakhir ialah Fuik No Bua artinya "Sirih dan Pinang" dari Kabupaten Malaka dengan nilai penghormatan yang tercermin dari tradisi Mamat. Pemberian sirih pinang bermakna menerima tamu dengan tangan terbuka dari tuan rumah.
Sementara itu, terdapat empat alat musik tradisional yang dipakai ada Leko Boko, alat musik petik dari Suku Dawan yang dibuat dari labu hutan. Memiliki empat senar, biasa dimainkan dalam pesta adat.
Yufran Luli, pria yang didatangkan langsung dari Fatumnasi, TTS menuturkan, alat musik Leko Boko biasa dipakai untuk memainkan lagu berbahasa Dawan. Tak seperti alat musik lainnya, Leko Boko hanya menggunakan satu kunci. Dan biasa dimainkan untuk mengiringi acara adat.
Ada pula Klingu Pola yang terbuat dari daun lontar, orang Helong biasa memainkannya waktu subuh dan dipercaya dapat memanggil roh dari tanaman yang berkelana di malam hari dan harus dikumpulkan pada pagi hari.
Charles Suna, pria asal Suku Helong Bungtilu berpesan, jangan sampai melupakan tindakan leluhur dan membiarkan bangsa asing mengambil alat musik tersebut.
Alat musik Feku Ona biasa disebut suling sapi, peternak sapi biasa memainkannya untuk menggiring sapi atau kerbau menuju padang rumput dan hutan ketika sedang menggembala.
Terakhir, ada Tambur, yakni alat musik pukul berbentuk bundar dari kulit yang diberi berbingkai. Biasanya dapat ditemui dimana saja.
Diakhir, Tarwis Lifani Haning berpesan, anak muda harus mampu melihat alat musik tradisional dengan cara yang berbeda. Apabila alat musik kuni dipoles dengan moderna, maka akan menghasilkan perpaduan bunyi yang harmonis. Ia berharap, alat musik tradisional selalu mendapat tempat spesial dihati masyarakat Nusa Tenggara Timur, terkhususnya bagi anak muda di Kota Kupang. (Cr1)
Editor: Marthen Bana