Kewenangan MK itu Menghitung Selisih Suara

  • Bagikan
DERY RIDWANSAH/ JAWAPOS.COM SIDANG. Ketua MK Suhartoyo (tengah) didampingi jajaran Hakim Konstitusi menyimak keterangan dari tim kuasa hukum pasangan capres-cawapres nomor urut 02 Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka dalam sidang lanjutan sengketa hasil Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024 di MK, Kamis (28/3/2024).

JAKARTA,TIMEX.FAJAR.CO.ID - Pakar Hukum Tata Negara sekaligus Ketua Umum Persatuan Doktor Pascasarjana Hukum Indonesia Abdul Chair Ramadhan mengatakan bantuan sosial (bansos) yang digelontorkan pemerintah sudah sesuai mekanisme, tidak ada kaitannya dengan pemilu.

Hal itu disampaikan Abdul untuk membantah tuduhan penyalahgunaan bansos di Pilpres 2024 oleh tim hukum pasangan calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) nomor urut 01, Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar maupun nomor urut 03, Ganjar Pranowo-Mahfud MD yang dianggap menguntungkan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka.

“Bansos itu kan sesuai dengan aturan sesuai dengan mekanisme dan juga tidak menyalahi APBN yang disepakati oleh DPR, disepakatinya ini sudah menjadi pengetahuan umum menjadi pengetahuan kita dan tidak ada kaitannya dengan masa-masa kampanye terhadap pelaksanaan Pemilu 2024 ini,” ujar Abdul, Minggu (31/3).

Abdul menerangkan bansos merupakan program pemerintah yang telah dirancang lama dan disepakati oleh DPR. Meski demikian jika dianggap terjadi politisasi bansos seperti yang didalilkan kubu 01 dan 03, maka seharusnya dilaporkan ke Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) bukan ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Menurut Abdul tuduhan bansos yang dikategorikan terjadi secara terstruktur, sistematis dan masif (TSM) itu masuk ke ranah Bawaslu yang mengadili masalah administrasi pemilu.

“Maka dengan itu dugaannya adalah termasuk atau tergolong pelanggaran administrasi pemilu yang dilakukan secara terstruktur sistematis dan masif sehingga terhadap pelanggaran pemilu TSM ini menjadi ranah domain Bawaslu bukan domain kewenangan MK itu jelas ketentuannya,” ucapnya.

“Ketentuannya itu menjadi standar menjadi kompetensi absolut di mana dapat diketahui di pasal 460 juncto 463 Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, mengatur kompetensi yang dimiliki oleh Bawaslu, kemudian juga peraturan Bawaslu Peraturan Nomor 8 Tahun 2022 tepatnya di Pasal 12 itu telah menentukan kewenangan Bawaslu,” sambungnya.

Lanjut Abdul mengatakan wajar jika kemudian tim hukum 02, Prabowo-Gibran mengatakan gugatan 01 dan 03 “salah kamar”. Kesalahan dimaksud menunjuk pada kesalahan dalam pengajuan gugatan yang tidak pada tempatnya.

Abdul menegaskan, kompetensi absolut dalam hal penyelesaian pelanggaran administratif pemilu secara TSM ada pada Bawaslu. Sementara MK terikat dengan ketentuan UU Nomor 17 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, tepatnya pada Pasal 457 Ayat (2) yang menyatakan bahwa MK berwenang memutuskan perkara perselisihan suara.

Dengan demikian tidak ada peluang untuk memperluas atau menafsirkan lain kewenangan Mahkamah Konstitusi dalam hal penghitungan suara. Sebab, secara argumentum a contrario atau dalam ilmu fikih disebut mafhum mukhlafah, maka selain penghitungan suara adalah bukan menjadi kewenangan Mahkamah Konstitusi.

“Menjadi jelas bahwa kewenangan Mahkamah Konstitusi hanya terhadap hasil penghitungan suara dengan pendekatan kuantitatif. Mahkamah Konstitusi tidak berwenang mengadili pelanggaran administratif pemilu, utamanya secara TSM yang notabene pendekatannya adalah kualitatif,” tambahnya.
Oleh karena itu, Abdul meyakini gugatan dari masing-masing tim hukum baik dari 01 dan 03 akan ditolak oleh MK karena dianggap gugatan tersebut tidak pada tempatnya.

“100 persen ditolak. Karena melanggar kompetensi wilayah kewenangannya yang telah diatur oleh undang-undang terkait dengan kewenangan Bawaslu dan Mahkamah Konstitusi masing-masing berbeda tidak dapat disamakan,” jelasnya.

“Menyamakan sesuatu hal yang berbeda adalah ketidakbenaran, menyamakan sesuatu yang berbeda adalah ketidakadilan, menyamakan sesuatu yang tidak sederajat tentu adalah juga termasuk ketidakbenaran dan ketidakadilan,” urainya.

Seharusnya kata Abdul, sudah sejak lama laporan dugaan TSM ke Bawaslu dengan membawa bukti-bukti yang kuat, tidak malah meminta para menteri seperti Menteri Sosial Tri Rismaharini, Menteri Keuangan Sri Mulyani atau Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan yang disuruh membuktikan.

“Keadilan itu adalah dilakukan secara proporsional menempatkan sesuatu sesuai dengan tempatnya, menempatkan perselisihan terhadap pelanggaran administrasi pemilu secara TSM kepada Mahkamah Konstitusi bukan pada tempatnya, itu tempatnya Bawaslu untuk memeriksa, memutus," pungkasnya.(jpg/rum)

  • Bagikan

Exit mobile version