Tingkatkan Patroli dan Penegakan Hukum

  • Bagikan
Michael Feka.

KUPANG, TIMEXKUPANG.FAJAR.CO.ID- Pengaruh miras (Minuman Keras ) dapat memicu terjadinya kejahatan konvensional. Pengaruh minuman keras (miras) sebagai pemicu tindak pidana merupakan isu serius yang sering kali berujung pada kekerasan dan hilangnya nyawa seseorang.

Seperti kasus kasus penikaman di Cafe Ulung pada 17 Juni lalu dan penikaman di Jalan Jalur 40, Kelurahan Bello pada 29 September kemarin. Dari dua kejadian ini, dua orang korban meninggal dunia. Tidak hanya itu saja, berbagai kasus penganiayaan dan pengeroyokan lainnya yang dipicu oleh miras menunjukkan keterkaitan erat antara konsumsi alkohol berlebihan dengan tindak pidana kekerasan.

Akademisi Hukum, Mikael Feka saat dikonfirmasi Timor Express, Rabu (2/10) menjelaskan bahwa ada beberapa poin yang perlu ditanggapi terkait fenomena ini. Pertama, kata Mikael, yakni aspek kriminologis yakni miras dapat menjadi faktor pemicu (Trigger Factor) dari perilaku agresif yang berujung pada tindak pidana.

Dalam kriminologi, teori-teori seperti General Strain Theory menyatakan bahwa konsumsi alkohol dapat menurunkan kendali diri (self-control) seseorang dan meningkatkan perilaku impulsif. Seseorang yang berada di bawah pengaruh miras lebih rentan melakukan tindakan yang biasanya akan mereka hindari dalam kondisi sadar, termasuk kekerasan.

Kedua yakni aspek hukum pidana. Dalam hukum pidana, kondisi mabuk akibat miras tidak menghapuskan pertanggungjawaban pidana pelaku.

"Berdasarkan Pasal 44 KUHP, hanya gangguan jiwa atau kecerdasan yang dapat mengecualikan seseorang dari pertanggungjawaban pidana," jelasnya.

Pengaruh miras, kata Akademisi Hukum UNWIRA Kupang bahwa meskipun dapat mempengaruhi kesadaran seseorang, tidak dapat digunakan sebagai alasan pembenaran untuk melakukan tindak pidana seperti penganiayaan, penikaman, atau pengeroyokan.

Menyikapi semakin maraknya kasus tindak pidana yang dipicu oleh miras, beberapa langkah kebijakan yang dapat diusulkan.

Pertama, pengaturan distribusi dan penjualan Miras yakni pembatasan akses terhadap miras, terutama di tempat-tempat publik atau kawasan yang rawan tindak pidana, bisa menjadi langkah pencegahan yang efektif.

"Di beberapa daerah, aturan ini telah diterapkan melalui perda atau peraturan lainnya," ungkapnya.

Kedua, Peningkatan Patroli dan Penegakan Hukum. Patroli di tempat-tempat rawan, seperti cafe atau jalanan yang kerap menjadi lokasi kerumunan orang mabuk perlu lebih diintensifkan untuk mencegah terjadinya tindak pidana.

Ketiga, edukasi dan kampanye Anti-Miras. Menurut Mikael Feka, pendidikan masyarakat mengenai bahaya konsumsi miras berlebihan, terutama dampaknya terhadap perilaku kriminal, harus ditingkatkan melalui kampanye-kampanye sosial yang melibatkan pemerintah dan organisasi masyarakat sipil.

Keempat, peran Pemerintah dan Masyarakat. Pemerintah daerah dapat memainkan peran lebih aktif dalam pengawasan penjualan miras dan pemantauan tempat-tempat yang sering terjadi tindak pidana.

Selain itu, kolaborasi dengan tokoh masyarakat, pemimpin agama, dan LSM diperlukan untuk menciptakan lingkungan yang lebih aman dan bebas dari bahaya miras.

"Dengan memahami bahwa miras adalah pemicu signifikan dalam berbagai tindak pidana kekerasan, penting untuk merumuskan pendekatan yang menyeluruh, baik dari sisi hukum, kebijakan publik, maupun edukasi sosial, guna meminimalisir kejadian serupa di masa mendatang," pungkasnya. (r1/gat/dek)

  • Bagikan