NTT Gudang Kekerasan Seksual, KDRT dan TPPO

  • Bagikan
LINDA MAKANDOLOE/TIMEX IKUT KEGIATAN. Para peserta kegiatan saat mengikuti kegiatan rilis kasus kekerasan berbasis gender yang digelar LBH APIK, Kamis (23/1).

KUPANG, TIMEXKUPANG.FAJAR.CO.ID- Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO), Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) dan kekerasan seksual, masih menjadi momok bagi perempuan dan dan anak di NTT. Hal ini tergambar dalam catatan akhir tahun LBH APIK NTT.

Dalam catatan akhir tahun, data riset media menunjukan bahwa kasus kekerasan berbasis gender yang paling dominan adalah kasus TPPO 20 persen, diikuti kasus KDRT 18,5 persen dan kekerasan seksual pada anak 15,7 persen. Dari total 78 kasus yang ditangani LBH APIL NTT, kekerasan sesksual anak masih menempati urutan pertama yakni 22 persen diikuti dengan perceraian 21 persen dan KDRT 18 persen.

Hasil riset LBH APIK menunjukan bahwa upaya pengurangan kasus GBV belum maksimal dilakukan pemerintah NTT, termasuk kabupaten/kota. Tingginya kasus TPPO membuktkan keputusan Gubernur NTT No. 357/KEP/HK/2018 tentang penghematan pemberangkatan calon pekerja migran asal NTT tidak efktif.

Justru, moratorium pengiriman pekerja migran asal NTT menimbulkan masalah baru tingginya angka TPPO di NTT. Kasus TPPO di NTT, berdasarkan riset media terbesar di kota kupang 43 persen. Selebihnya terbagi pada Kabupaten Manggarai Timur, Flores Timur, Nagekeo, dan Sikka.

Data pengaduan kasus LBH Apik NTT memperlihatkan tingginya kasus perceraian di NTT. Hal ini menjadi warning bagi rumah tangga di NTT. Data pengaduan LBH APIK NTT memperlihatkan adanya korelasi antara tinggi angka percerian dengan kasus KDRT. Dari total kasus perceraian, 87,5 persen disebabkan KDRT. Mirisnya, eskalasi KDRT di NTT semakin meningkat menjadi kasus pembunuhan.

Tahun 2024, ada enam kasus pembunuhan yang berlatarbelakang kebencian terhadap gender tertentu (femisida). Selain itu, ada juga banyak faktor penyebab terjadinya femisida. Namun pada kasus di NTT, umumnya pelaku merasa perempuan adalah hak miliknya dan harus tunduk pada pelaku sebagai laki-laki atau kepala rumah tangga.

Pada kasus seksual anakmasih menjadi korban utama. Berdasarkan data pengaduan kasus, 81 persen kasus kekerasan seksual korbanyak anak. Tahun 2024, guru menempati urutan ketiga sebagai pelaku kekerasan seksual 18 persen. Urutan pertama, pelaku ditempati oleh keluarga 27 persen dan teman korban 23 peren.

Catatan akhir tahun ini memberikan refleksi bagi upaya pemerintah, NGO’s , masyarkat dan stakeholder lainnya agar dapat menyusun strategi yag tepat, dalam upaya pengurangan kasus TPPO, KDRT dan kekerasan seksual.

“Sinergitas dalam penanganan kasus berbasis gender ini menjadi kewajiban kita bersama agak kelak, gudang TPPO, kekerasan seksual dan KDRT dapat dikosongkan,” harap Direktur LBH APIK, Ansy Damaris Rihi Dara didampingi Koordinator Devisi Hukum, Ester A. Day dan Chrisal Manu, Jon Riwu Kaho, Adeleida Ratukore pada pertemuan rilis akhir tahun 2024 LBH APIK NTT, Kamis (24/1) di Kupang. (dek/gat)

  • Bagikan